Bertahun yang lalu, saya lupa kapan persisnya, sempat menonton film “Kisah Maryam (Wanita Suci) Ibunda Nabi Isa” dengan durasi total 8 jam di chanel Youtube. Saya cek pagi ini link film tersebut masih ada. Film ini menggabungkan kisah Maryam binti Imran dalam versi Injil dan Al Qur’an, sehingga bagi saya yang muslim, lebih banyak mengetahui sisi lain dari kehidupan Maryam bahkan sejak belum terlahirkan.
Dalam film tersebut gambaran potret masyarakat Yahudi dalam cengkeraman kekuasaan Romawi, semakin memperlihatkan bagaimana “rusaknya” tradisi dan budaya saat itu. Agama mereka perjualbelikan, ayat-ayat Tuhan mereka permainkan untuk kekuasaan, dan perempuan menjadi warga kelas dua. Bahkan perempuan sama sekali tak boleh memasuki rumah Tuhan. Atau kini yang terkenal kita sebut Baitul Quds.
Nabi Zakariya ‘Alaihissalam di zaman itu, menjadi satu-satunya orang yang mencoba melakukan perlawanan. Tak mau tunduk dengan kekuasaan tiran petinggi agama, yang sudah menjadi kepanjangan tangan rezim Romawi. Beruntung, sepeninggal Imran wafat, Maryam kecil berada dalam pengasuhan Nabi Zakariya ‘Alaihissalam.
Namun karena nadzar yang terucapkan dari Imran dan istrinya Hannah, mana kala mereka memiliki anak akan diserahkan ke Baitul Quds sebagai pelayan Tuhan. Dan Maryam, di usia masih belia itu, menjadi satu-satunya anak perempuan yang memasuki rumah Tuhan.
Ketika para petinggi agama menolak, karena kehadiran perempuan dianggap akan menodai kesucian Baitul Quds, Nabi Zakariya membela. Bahkan Nabi Zakariya membuatkan kamar khusus bagi Maryam agar ia merasa nyaman selama tinggal di rumah Tuhan.
Perempuan Pertama di Rumah Tuhan
Melansir dari laman MUI.or.id, Maryam menjadi yatim piatu di usia 6 tahun menjadikan dia memiliki keikhlasan dan ketegaran hati yang begitu mengakar di dalam jiwa. Dia tegar dalam menjalankan setiap hari demi hari kehidupannya dengan ibadah. Pagi hari dia gunakan untuk berpuasa, dan bertasbih pada malam hari sampai datang waktu pagi lagi. Tak pernah Maryam tinggalkan mihrabnya kecuali hanya untuk bekerja dan berhajat ke kamar mandi.
Egosentris laki-laki penghuni Baitul Quds memuncak sejak kehadiran Maryam sebagai satu-satunya perempuan yang menjadi pelayan di rumah Tuhan. Tak sedikit perlakuan kasar dan merendahkan yang diterima Maryam selama hidup di dalam Baitul Quds. Ketidakadilan yang dia terima sebatas karena dia terlahir sebagai seorang perempuan. Kaum perempuan dilemahkan dan dianggap mustahil mampu mengerjakan pekerjaan mereka dengan alasan lemah secara fisik dan mental sesuai kodratnya.
Di tengah budaya jahiliyah yang identik dengan sistem patriarki yang mengikat dalam setiap tatanan sosial masyarakat Timur Tengah, Maryam membuktikan bahwa dia mampu menuntaskan pekerjaan yang dianggap hanya bisa dikerjakan laki-laki. Maryam mendobrak tradisi patriarki, bertahan di Baitul Quds meski seringkali mendapat perlakuan secara tak adil.
Nabi Perempuan
Melalui kisah Maryam binti Imran, yang selalu hadir kembali setiap perayaan Natal tiba ini, mari kita renungi perjuangan dan teladannya. Bagi saya, Maryam tidak hanya sosok perempuan mulia tanpa cela. Tapi dia adalah Nabi Perempuan, Wali Perempuan, Sang Perempuan Terpilih yang menjadi representasi perlawanan perempuan terhadap kondisi sosial masyarakat saat itu.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 42 yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang sesama dengan kamu).”
Selain itu, Maryam juga menjalani pengalaman biologis yang tidak mudah. Maryam yang terkenal sebagai perempuan taat beribadah dan ketakwaan yang tidak kita ragukan lagi. Allah SWT menjadikannya ibu bagi Nabi Isa AS di mana Maryam mengandung tanpa seorang ayah. Ruh itu Allah tiupkan langsung, seperti firman Allah SWT dalam QS. At-Tahrim ayat 12 yang artinya:
“Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.”
Dalam sejarah, Maryam pernah mengasingkan diri karena merasa malu. Terlebih masyarakat saat itu yang memandang rendah terhadap perempuan tanpa suami tiba-tiba mengandung dan melahirkan seorang anak. Tak ayal beragam tuduhan perempuan pendosa dan berzina mengarah padanya. Hingga saat kelahiran bayi Nabi Isa ‘Alaihissalam, bayi itu bersuara dan bersaksi atas tuduhan keji yang tertuju pada ibunya.
“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.” (QS. Maryam: 30)
Mendobrak Tradisi Patriarki
Maryam binti Imran berhasil mendobrak tradisi patriarki di masa itu. Pertama, dia menjadi perempuan pertama yang memasuki rumah Tuhan. Artinya, ada nilai kesetaraan untuk beribadah kepada Allah. Di mana pada zaman itu, hanya laki-laki yang punya hak istimewa, dan secara leluasa masuk ke Baitul Quds. Sementara kehadiran perempuan dianggap akan menodai kesucian rumah Tuhan.
Kedua, menerima stigma sebagai perempuan pendosa. Menjalani pengalaman biologis kehamilan selama 9 bulan, hingga proses melahirkan tanpa pertolongan manusia. Hanya kuasa Tuhan yang menyelamatkan Maryam beserta bayi Nabi Isa. Hingga hari ini, stigma pada perempuan yang mengalami kehamilan tidak diiinginkan (KTD) masih kuat. Bahkan mereka kesulitan untuk mendapatkan akses layanan reproduksi yang sehat.
Support system terhadap para perempuan yang tengah menjalani fungsi reproduksi kehamilan dan melahirkan ini, masih lemah. Baik kehamilan yang diinginkan, maupun tidak diinginkan kita wajib memberi para perempuan ini dukungan tanpa tapi dan nanti. []
Catatan ini sebelumnya dimuat di mubadalah dan dimuat ulang atas seizin media jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)