Maryam dalam Al-Quran Sebagai Pribadi Trinitas (Bagian 1)

Maryam dalam Al-Quran Sebagai Pribadi Trinitas (Bagian 1)

Maryam dalam Al-Quran Sebagai Pribadi Trinitas (Bagian 1)

Apa yang al-Quran katakan tentang Maryam sebagai pribadi trinitas? Jawaban dari pertanyaan ini memiliki alur yang cukup panjang mengingat banyak juga aspek sejarah keagamaan yang perlu dibahas.

Sebelum berbincang pada pembahasan mengenai Maryam sebagai salah satu pribadi trinitas, terlebih dahulu kita berbincang bagaimana konsep Ketuhanan trinitas dalam ajaran Kristen. Mengutip penjelasan dari buku Ensiklopedi Lintas Agama, Trinitas memiliki pengertian asli Tiga-Satu atau Satu-Tiga. Tiga dalam satu atau satu dalam tiga. Dilihat dari segi filosofis, tiga dalam satu atau satu dalam tiga, sama sekali tidak dapat dikaitkan dengan logika matematika. Perinciannya adalah Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus, ketiganya merupakan pribadi Allah dan Allah yang sebenarnya.

Adapun pengertian sederhana Trinitas adalah pengakuan keimanan terhadap tiga pribadi ketuhanan. Siapa saja tiga pribadi tersebut? Mengutip penjelasan dari buku Ensiklopedi Gereja, karya dari Adolf Heuken, bahwa tiga pribadi ketuhanan sudah dibakukan dan disepakati pada Konsili Nicea I pada tahun 325 M. Pada konsili tersebut salah satunya merumuskan syahadat Nicea. Adapun syahadat tersebut menyatakan keimanan kepada keesaan Allah (Bapa, Putra, Roh Kudus).

Sekadar tambahan, konsili merupakan musyawarah besar pemuka gereja untuk membahas dan menentukan suatu kepentingan gereja. Analogi mudahnya untuk memahami konsili adalah sebagaimana yang sudah mentradisi di Indonesia, yakni adanya muktamar dalam keorganisasian NU atau Muhammadiyah.

Setelah melihat bagaimana gambaran trinitas secara umum yang telah dijelaskan di atas, terdapat pembahasan unik dalam al-Qur’an saat bericara tentang trinitas, yakni ketika Al-Qur’an menyinggung bahwa salah satu dari tiga pribadi ketuhanan agama Kristen adalah Maryam. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan al-Qur’an dalam surat al-Maidah ayat 116 yang berbunyi:

 

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?” (Isa) menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya, tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib.” (QS. Al-Ma’idah: 116).

 

Ayat di atas menunjukkan adanya ketimpangan antara penjelasan Al-Qur’an tentang pribadi ketuhanan trinitas dengan penjelasan pribadi trinitas sebagaimana yang sudah disepakati dalam Konsili Gereja Nicea I. Menurut ajaran Kristen, pribadi ketuhanan Maryam itu suatu konsep yang salah, karena dalam kesepakatan Konsili Nicea I pribadi ketuhanan adalah Tuhan Bapa, Tuhan Putra, dan Tuhan Roh Kudus.

Akan tetapi, nyatanya dalam al-Qur’an terdapat penyebutan pribadi Tuhan Maryam yang disandingkan dengan Nabi Isa (Tuhan Putra). Sekilas, penyebutan Al-Qur’an terhadap Maryam sebagai salah satu pribadi ketuhanan memiliki penjelasan yang kontradiktif dengan yang telah disepakati dalam Konsili Nicea I.

Sebagai penjelasan atas ketimpangan tersebut, kita perlu melacak historisitas (asbabun nuzul) ayat tersebut. Sejauh pelacakan yang sudah penulis lakukan, penulis tidak menemukan satupun riwayat yang menjelaskan sabab nuzul ayat tersebut, sehingga yang dilakukan kemudian adalah melacak historisitas ayat tersebut secara makro atau global.

Dimulai dari masa pra-Islam, ada kesamaan antara gereja Kristen dengan komunitas umat muslim, yakni sama-sama berasal dari Timur Tengah. Dari persamaan wilayah tersebut memungkinkan adanya interaksi antar umat keduanya. Perlu diketahui bahwa pada abad keempat Masehi, Kaisar Romawi, Konstantinus, masuk ke dalam agama Kristen. Sebagai dampaknya, Gereja Kristen menjadi agama resmi negara terkuat di kawasan Laut Tengah. Kemudian Islam muncul pada abad ke tujuh Masehi di tengah Gereja Kristen yang mengalami perpecahan internal.

Perpecahan tersebut yakni perpecahan antara Gereja Barat dan Gereja Timur, yang terjadi sejak masa sebelum Islam. Perselisihan ini kemudian berdampak pada permasalahan kepemimpinan dan otoritas. Tercatat bahwa terdapat dua komunitas Kristen awal, yakni komunitas Kristen Barat (Roma) dan komunitas Kristen Timur (Yerusalem, Antiokia, Alexandria atau Iskandaria, dan Konstantinopel).

Berawal dari peristiwa tersebut, kemudian muncul sekte-sekte dalam tubuh gereja. Singkat cerita, terdapat beberapa sekte-sekte kecil yang masuk di wilayah Jazirah Arab, yang di antaranya membawa ajaran atau kepercayaan menyembah Bunda Maria (Bunda Maria dianggap sebagai Tuhan). Sekte ini kemudian dianggap sebagai sekte yang keluar dari ajaran Kristen (heterodox) alias sekte sempalan menurut pandangan Kristen Katolik (mainstream).

Sekte ini terekam dalam sejarah, yakni munculnya ketika menjelang Konsili Nicea pada tahun 325 M. Dari jumlah peserta keseluruhan sebanyak 2.048 orang terdapat beberapa peserta dari golongan Mariamites yang berpendapat bahwa Yesus dan Ibunya merupakan dua Tuhan selain Bapak.

Bersambung ke bagian dua: Maryam dalam Al-Quran Sebagai Pribadi Trinitas (Bagian 2-Habis)