Ustadz Yusuf Mansur (UYM) kembali ramai diperbincangkan publik usai video marah-marahnya viral di media sosial. Video tersebut berisi curahan hati mengenai kesulitannya dalam mengumpulkan dana sebesar Rp1 triliun untuk Paytren. PayTren sendiri merupakan salah satu manajer investasi syariah di Indonesia yang didirikan oleh Ustadz Yusuf Mansur. Dalam video marahnya itu, UYM tidak hanya berbicara dengan nada tinggi, namun juga tampak menggebrak meja. Lantas, bagaimanakah Islam memandang “marah” itu sendiri?
Marah adalah emosi yang dirasakan ketika sesuatu atau seseorang melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Marah pada hakikatnya merupakan naluri alamiah yang dimiliki oleh setiap orang dan sangat tidak mungkin untuk dihilangkan dari tabiat manusia.
Meskipun demikian, setiap orang berbeda-beda dalam prinsip dan cara menyikapi emosi yang satu ini. Oleh karenanya, dalam Islam sendiri ada marah yang terpuji (al-ghadhab al-mahmud) dan marah yang tercela (al-ghadhab al-madzmum). Marah yang terpuji adalah disaat seseorang marah dalam hal kebenaran, dan marahnya itu tidak sampai merusak agama ataupun dunianya. Adapun marah yang tercela adalah marah dalam perkara yang batil, dan ia yang tidak bisa mengontrol amarahnya sehingga merusak agama ataupun dunianya. (lihat La Taghdhab hlm. 20-26)
Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Abu Hurairah ra. menceritakan:
.أنَّ رَجُلًا قالَ للنَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أوْصِنِي، قالَ: لا تَغْضَبْ. فَرَدَّدَ مِرَارًا، قالَ: لا تَغْضَبْ
“Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, “Berilah aku wasiat?” beliau bersabda, “Janganlah kamu marah.” Laki-laki itu mengulangi kata-katanya, beliau tetap bersabda, “Janganlah kamu marah.” (HR. Bukhari)
Tampak dalam hadis di atas bahwa Rasulullah SAW hanya mewasiatkan kepada lelaki itu agar tidak marah. Ini merupakan salah satu kelebihan dan keunikan Rasulullah SAW yang selalu memperhatikan kondisi dan konteks dari sahabat yang bertanya. Kemudian Nabi menjawab dengan jawaban yang paling sesuai dengan kebutuhan si penanya. Menurut para ulama, sosok lelaki yang bertanya tersebut bernama Jariyah bin Qudamah. Ia diduga merupakan sosok yang pemarah. Maka ketika ia meminta wasiat, Rasulullah hanya mewasiatkannya agar jangan marah. Karena amarah adalah yang paling besar mudharatnya dan paling banyak dosanya. (lihat ‘Umdatul Qari Syarh Shahihil Bukhari juz 32 hlm 311).
Marah yang dilarang di sini adalah marah yang tercela, yaitu marah yang dapat menyebabkan dosa, madharat, bahkan permusuhan dengan orang yang dimarahi. Oleh karena itu, meskipun marah adalah salah satu tabiat manusia yang tidak bisa dinafikan keberadaannya, tapi jangan sampai amarah itu mengendalikan kita. Sebaliknya, kita yang berusaha untuk menahan diri saat marah, agar amarah itu tidak menyuruh kita untuk melakukan hal-hal yang tidak baik dan akan kita sesali di kemudian hari. Karena Rasulullah SAW pernah bersabda:
.ليس الشَّديدُ بالصَّرْعةِ. إنَّما الشَّديدُ الَّذي يملِكُ نفسَه عند الغضبِ
“Orang yang kuat bukanlah orang yang keras pukulannya. Melainkan, orang yang kuat adalah orang yang mampu menahan dirinya saat marah.” (HR. Muslim)
Sebab itu, alangkah baiknya agar Ustadz Yusuf Mansur lebih bisa mengontrol amarahnya, apalagi marahnya itu direkam dan dibagikan dalam sebuah video yang dapat dilihat oleh orang banyak. Alhasil, video itu kini viral di media sosial dan menjadi buah bibir warganet.