Pada suatu zaman, di kalangan Bani Israil, terdapat dua orang yang sama-sama menjadi nelayan. Yang satu adalah seorang non-Muslim (sebut saja Fulan) dan lainnya adalah seorang muslim (sebut saja Ahmad). Meski bekerja di laut yang sama, namun hasil yang mereka dapat berbeda.
Fulan mendapat ikan banyak. Sedangkan Ahmad tidak. Ia hanya mendapat sediit ikan. Bahkan sesekali, pernah hanya satu ikan yang ia peroleh. Meski begitu, ikan tersebut adalah ikan berkualitas. Ia bisa bertahmid, bertakbir, dan menyatakan sikap sabar kepada ketentuan Allah SWT. Sungguh, aneh bin ajaib.
Karena si Fulan memiliki ikan banyak, maka wajar bila secara materi ia hidup dalam keadaan kaya. Istrinya pun bernampilan glamor. Hal ini ternyata membuat istri Ahmad (sebut saja Fulanah) iri. Melihat sikap iri itu, setan segera mengambil tindakan. Ia membisikkan kata-kata provokasi kepada lewat mulut istri Fulan.
“Jiika kamu dan suamimu ingin kaya, maka suruh dia menyembah Tuhan yang disembah Fulan!,” kata istri Fulan kepada istri Ahmad (Fulanah).
Sejak saat itu, sikap Fulanah tampak aneh. Gelagat tak wajar itu dipahami oleh Ahmad. Ia menyakan tentang apa yang sebenarnya yang terjadi. Fulanah menjawab, “Kamu pililh mana, ceraikan aku atau kamu berpindah agama?”
“Astaghfirullahal ‘adzim. Apa kamu tidak takut kepadaNya?,” jawab Ahmad.
“Aku juga ingin mengenakan pakaian yang sama seperti yang dipakai tetangga kita itu,” Fulanah menjawab apa adanya.
Ahmad segera mengambil sikap. Ia menegaskan bahwa esok hari ia akan pergi untuk mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Setiap hari, Ahmad berjanji akan memberikan uang dua dirham kepada Fulanah.
“Dengan uang itu, kamu bisa membeli apa saja yang kamu perlukan!,” kata Ahmad meyakinkan.
Esok paginya, Ahmad pergi mencari pekerjaan. Namun, sayang, usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali. Semua orang yang ia datangi untuk dimintai pekerjaan tak bisa menyanggupinya.
Merasa lelah karena usahanya tak berhasil, Ahmad memutuskan untuk pergi ke pantai guna beribadah di sana. Ketika malam tiba, ia pulang ke rumah.
“Kamu pergi kemana saja hari ini?,” tanya Fulanah sewot.
Ahmad mengatakan, ia mendatangi seorang raja. Raja tersebut berjanji akan memberinya pekerjaan namun tiga hari lagi. Fulanah lantas menanyakan berapa gaji yang akan diterimanya.
“Sangat banyak. Bahkan sang raja akan memberi apapun yang aku inginkan, namun gaji itu akan diberikan setalah aku bekerja selamam tiga puluh satu hari,” jawab Ahmad.
Penjelasan ini ternyata berhasil meyakinkan Fulanah.
Sejak saat itu, Ahmad selalu beraktifitas di pantai untuk beribadah. Pergi pagi-pulang malam. Hingga, tibalah hari ketigapuluh. Fulanah mengmpirinya di pantai dengan mengucapkan kata-kata ancaman, “Jika besok kamu tak mendapat gaji, maka ceraikanlah aku!”
Hari itu, Ahmad pulang ke rumah dengan perasaan kacau. Tanpa diduga, di tengah jalan ia bertemu dengan seorang Yahudi, yang ketika dimintai pekerjaan, ia menyanggupi.
“Ya,” kata si Yahudi mengiyakan.
Saat itu, Ahmad resmi bekerja kepada si Yahudi. Namun di saat bersamaan, Allah SWT menyuruh malaikat Jibril untuk mendatangi istri Ahmad, Fulanah. Tujuannya adalah untuk memberikan gaji atas pekerjaan yang telah dilakukan suaminya. Gaji itu berupa uang sebesar dua puluh sembilan dinar.
“Berikan ini kepada istri Ahmad. Katakan padanya, “Aku akan selalu bersama Ahmad selama Ahmad juga bersama Aku. Karena sekarang ia bekerja kepada si Yahudi, maka aku hanya bisa memberinya uang segini saja. Kelak, ketika ia bekerja lagi kepadaku, maka aku akan memberinya lebih,” firman Allah SWT kepada Jibril.
Sepulang Jibril, dengan membawa satu dinar, Fulanah pergi ke pasar. Tak diduga, ternyata banyak orang mendatanginya (untuk menukar uang itu). Orang-orang membawa uang seribu dirham. Pasalnya, dalam uang yang dibawa Fulanah tersebut tertulis kalimat “Laa ilaaha illahu wahdahu laa syariika lahu”.
“Darimana saja kamu, wahai suamiku?,” tannya Fulanah kepada sumainya yang baru saja tiba di rumah.
Ahmad mengatakan apa adanya, yakni tentang kesibukannya saat ini: bekerja kepada seorang Yahudi. Fulanah menimpali, “Kamu ini aneh. Kamu malah meningalkan pekerjaan bersama sang raja, dan memilih si Yahudi.”
Fulanah lantas menceritakan semua hal yang ia alami sebelumnya. Mendengar hal itu, Ahmad hanya bisa menangis. Bahkan sampai pingsan. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk menceraikan Fulanah dan memutuskan hijrah ke suatu bukti untuk beribadah di sana sampai ajal menjemput.
Kisah ini penulis baca dari kitab an-Nawadir karya al-Qalyubi. Lewat kisah ini kita bisa belajar betapa pentingnya bersandar kepada Allah SWT. Dia adalah Zat yang Maha Kuasa, yang mampu melakukan apa saja yang oleh manusia biasa sering dianggap mustahil. Wallahu a’lam.
Sumber Kisah:
Al-Qalyubi, Ahmad Shihabuddin bin Salamah. al-Nawadir. Kairo: Musthafa al-Babiy, 1955.