Fulan, sebut saja begitu, adalah orang yang sangat miskin. Suatu ketika, istrinya melahirkan. Sementara ia sama sekali tak memiliki apapun untuk dimakan. Si istri pun memintanya untuk pergi mencari makanan, entah bagaimana caranya.
Malam itu, ia pergi ke tukang sayur langganannnya, bukan untuk membeli, melainkan untuk berhutang lagi. Namun, karena sudah terlalu banyak hutang yang belum dibayar, si tukang sayur tak memberinya pinjaman.
Fulan bingung. Ia hubungi bebeapa kawannya yang ia duga bisa membantunya. Namun, gayung tak bersambut, usahanya tak membuahkan hasil sama sekali.
Hingga, ia pun berjalan menuju sungai Tigris. Di sana, ia melihat perahu angkutan umum. Ia pun menaiki perahu tersebut dan setelah berada di atas perahu, sang nahkoda bertanya, “Mau pergi kemana, Pak?,”
“Saya tidak tahu,” jawab Fulan apa adanya.
“Anda ini bagaimana?. Sudah berada di atas perahuku, tapi, kok, tidak tahu akan pergi ke mana,” kata nahkoda merasa heran.
Fulan menceritakan apa yang sedang ia alami. Sang nahkoda menawarkan bantuan. Ia mengajak Fulan sowan dan meminta doa kepada ulama kenamaann saat itu: Syekh Ma’ruf al-Karkhi.
Mereka tiba di sebuah masjid, dimana Syekh Ma’ruf al-Karkhi biasa menghabiskan waktunya untuk beribadah. Setelah berwudlu, Fulan masuk masjid dan melihat Syekh Ma’ruf al-Karkhi sedang melaksanakan shalat. Ia pun menunggu.
Selepas Syekh Ma’ruf al-Karkhi shalat, Fulan menemuinya. Ia pun mecnurahkan isi hati (curhat) dan menceritakan semua apa yang terjadi pada dirinya dan keluarganya. Syekh Ma’ruf al-Karkhi tidak langsung memberikan solusi atau nasihat, namun justru kembali melaksanakan shalat. Hujan turun dengan lebatnya secara tiba-tiba.
Fulan bingung dengan bagaimana caranya ia bisa pulang. Tiba-tiba ada suara kuda sedang berjalan. Fulan merasa aneh. Dalam hati, ia berkata, “Siapa juga yang hujan-hujan begini pergi berkuda?”.
Ternyata kuda itu berhenti di masjid tempat ia berada. Penunggang kuda masuk masjid dan menemui Syekh Ma’ruf al-Karkhi. Ia menceritakan keadaan dirinya, dimana ia adalah seorang utusan saudagar kaya raya. Saudagar itu awalnya adalah seorang yang miskin sekali.
Kepada Syekh Ma’ruf al-Karkhi ia pun menyodorkan uang yang merupakan titipan saudagar tersebut dan memohon untuk diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan. Syekh Ma’ruf al-Karkhi pun meminta agar diberikan saja kepada Fulan.
Pengendara kuda merasa keberatan. Pasalnya, uang itu banyak sekali: lima ratus dinar. Syekh Ma’ruf al-Karkhi tetap keukeuh, “Berikan saja kepadanya!”.
Uang itu pun kini dimiliki Fulan. Ia pulang ke rumah.
Ia mampir ke tukang sayur langganannya yang sebelumnya juga ia temui. Maksud kedatagannya, selain untuk membayar hutang adalah juga membeli beberapa babhan makanan mentah dan makanan siap santap untuk dibawa pulang.
“Sudah urusan hutang kita selesaikan besok saja. Sekarang ambil saja apa yang engkau butuhkan dan bawa pulang!,” kata penjual sayur.
Barang yang diambil Fulan terlampau banyak sekali. Ia tak kuat membawanya pulang seorang diri. Tukang sayur itu menawarkan bantuan.
Setibanya di rumah, pintu rumah Fulan masih terbuka. Ia tak menutupnya ketika hendak pergi. Istrinya pun tak menutupnya karena memang tak ada tenaga sama sekali. Si tukang sayur memarahi Fulan karena tega meninggalkan si istri dalam keadan seperti itu.
Fulan menyadari kealpaannya.
Ia segera menyerahkan apa yang bawa kepada si istri untuk dikonsumsi. Malam itu, Fulan sengaja tak memberitahu istrinya tentang asal muasal uang lima ratus dinar yang ia bawa. Ia takut si istri jatuh pingsan karena terlampau bahagia.
Keesokan harinya, ia baru menceritakan semuanya. Mereka berdua sepakat, sebagian uang itu digunakan untuk membeli ladang. Hasil ladang itulah yang diharapkan akan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Fulan menyadari bahwa apa yang terjadi pada dirinya itu karena berkah doa dari Syekh Ma’ruf al-Karkhi.
Kisah ini penulis sarikan dari kitab ‘Uyun al-Hikayat karya Ibnu Jauzi. Salah satu hikmah yang bisa kita ambil adalah pentingnya silaturrahim atau sowan kepada para ulama, telebih ketika kita memiliki masalah. Bisa jadi, sang ulama tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah kita, namun ia memiliki doa yang didengar Allah SWT. Wallahu a’lam.
Sumber:
Ibn al-Jauzî, Jamâluddîn Abi al-Farj bin. ’Uyûn al-Hikâyat. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2019.