Nabi Muhammad adalah sosok yang paling perhatian dan sangat menyanyangi keluarga dan anak-anaknya. Anak laki-laki Nabi Muhammad mendapatkan kasih sayang yang tak terhingga, begitu pula anak-anak perempuannya. Sehingga tak heran keluarga Nabi Muhammad saw adalah keluarga yang dipenuhi dengan sakinah, wuddah dan rahmah.
Nabi Muhammad menikahi istri pertamanya Khadijah binti Khuwailid ketika berusia 25 tahun atau 15 tahun sebelum kenabian. Ketika bersama Nabi, Khadijah menjalani kehidupan yang sangat didambakan para perempuan pada masanya. Dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa semua keturunan Nabi Muhammad berasal dari pernikahan dengan Khadijah binti Khuwailid kecuali seorang anak laki-laki Nabi Muhammad SAW yang bernama Ibrahim.
Para ahli sejarah dan ahli hadis sepakat bahwa seluruh anak perempuan Nabi Muhammad berjumlah empat. Putri tertua Nabi adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan yang terakhir adalah Fatimah. Sedangkan perihal anak laki-laki Nabi Muhammad memang sedikit sekali diperbincangkan, pasalnya seluruh anak laki-laki Nabi meninggal ketika masih bayi.
Namun mayoritas ulama mengatakan bahwa anak laki-laki Nabi Muhammad SAW dari pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid ada dua orang, yaitu Qasim dan Abdullah. Sedangkan Ibrahim adalah anak laki-laki dari pernikahan Nabi dengan seorang perempuan bernama Mariyah al-Qibthiyah. Mariyah dulunya adalah budak pemberian Muqawqis, seorang pembesar Mesir, namun Rasul lalu memperistrinya.
Anak laki-laki pertama Nabi Muhammad adalah Qasim, namanya menjadi kunyah Nabi yang dikenal sampai sekarang, Abu Qasim. Qasim lahir sebelum ayahnya diutus menjadi Nabi. Ia meninggal ketika masih bayi. Terdapat perbedaan riwayat mengenai usia kematiaannya. Setelah kenabian, Nabi dianugerahi kembali seorang anak laki-laki yang bernama Abdullah. Karena kelahirannya setelah ayahnya diutus menjadi Nabi, ia juga dipanggil dengan Thayyib dan Thahir. Namun ia juga meninggal ketika masih bayi.
Orang-orang kafir Quraisy Mekah sangat senang melihat kesedihan Nabi atas kematian dua putranya. Bahkan salah seorang dari mereka al-Ash bin Wa’il berkata dengan sombongnya, “Telah terputus keturunan Muhammad”. Dalam kitab Asbab al-Nuzul karya al-Suyuthi, kejadian tersebut menjadi sebab turunnya surat al-kautsar ayat 1-3:
إنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَر. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَر
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dia lah yang terputus.”
Allah SWT menjadikan surat tersebut sebagai pelipur Nabi atas kematian kedua putranya.
Putra ketiga Nabi adalah Ibrahim, ia lahir setelah Nabi hijrah ke Madinah pada bulan Dzulhijjah tahun 8 H. Berita kelahiran Ibrahim disampaikan oleh sahabat Nabi yang bernama Abu Rafi’. Saat itu Nabi sedang berada di masjid. Mendengar berita bahagia ini, Nabi mendoakan Abu Rafi’ dan istrinya yang telah menangani kelahiran Ibrahim. Pada hari ketujuh dari kelahirannya, Nabi menyembelih dua ekor kambing sebagai aqiqah. Ibrahim tumbuh dan berkembang dengan baik dengan penuh limpahan kasih sayang yang diberikan Nabi. Nabi seringkali menimang dan membawanya kehadapan para sahabatnya dengan gembira.
Kebahagian yang dirasakan Nabi atas kehadiran Ibrahim di tengah perjuangan dakwahnya itu tidak berlangsung lama. Ibrahim jatuh sakit dan meninggal pada usia 16 bulan pada Rabiul Awwal tahun 10 H. Ia dimakamkan di Baqi’. Nabi bersama pamannya, al-Abbas serta segenap kaum muslimin melepas kepergiannya. Pada saat meninggalnya Ibrahim, di Madinah terjadi gerhana matahari, sehingga banyak orang yang mengaitkan kematian Ibrahim dengan gerhana matahari tersebut.
Namun Nabi menluruskannya dan bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari beberapa tanda kekuasaan Allah SWT. Keduanya tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang. Apabila kalian melihat gerhana matahari, maka bergegaslah untuk berdzikir kepada Allah dengan (melakukan) shalat”.
Kebersamaan Nabi dengan ketiga putranya hanya berlangsung kurang dari dua tahun. Tentunya hal tersebut sangat membuat Nabi merasa sedih. (AN)