Makna Cinta dalam Islam Menurut Para Ulama

Makna Cinta dalam Islam Menurut Para Ulama

Para ulama memiliki definisi dan makna yang berbeda tentang cinta. Cinta dalam Islam menurut para ulama sangat sarat makna.

Makna Cinta dalam Islam Menurut Para Ulama

Ada yang bilang kalau cinta sudah tiba, tai kucing pun rasa coklat. Kita tentu boleh tidak setuju, begitupun orang lain, juga boleh tidak setuju dengan definisi cinta yang kita berikan. Pasalnya cinta memanglah rumit untuk diungkapkan dalam kata. Tidak hanya kita, para ulama juga berbeda beberapa hal dalam mendefinisikan cinta, khususnya cinta dalam Islam.

Ibn Hazm mendefinisikan cinta dalam bukunya Thauq al-Hamamah sebagai “permainan”. Namun menurut Ibn Hazm, cinta sebagai permainan adalah di awal saja. Pada akhirnya cinta adalah kesungguhan. Perkataan Ibnu Hazm ini memang tidak jauh dari kata benar, pun tidak jauh dari kata salah. Beberapa orang terkadang ada kalanya hanya main-main dengan cinta. Namun saat ia bermain dengan cinta, justru ia terperangkap dengan permainannya sendiri.

Beberapa teman bercerita pengalaman mereka bertemu dengan pasangan mereka. Pada awalnya tidak ada niatan untuk memiliki hubungan lebih jauh. Hanya sekedarnya saja. Tapi ternyata mereka hanyut, terperosok lebih dalam dengan sesuatu yang tidak pernah mereka seriusi.

Dalam kasus yang lain, ada seseorang yang begitu serius mengejar cintanya. Ia rela berkorban dengan seseorang yang dicintainya. Namun apa daya, jodohnya bukanlah dia. Orang yang ia cintai, dan tentunya diharapkan juga cintanya kembali kepadanya, malah lebih memilih orang lain, yang bisa jadi tidak sebesar perjuangannya. Begitulah cinta.

Ibn Hazm melanjutkan, “Cinta tidak akan bisa diungkapkan dengan kata-kata. Cinta hanya bisa dipraktekkan agar bisa diketahui dan dirasakan.” Benar kata Ibnu Hazm, curhat tentang cinta kepada orang yang tidak pernah memiliki cinta itu hambar. Seseorang yang tak pernah memiliki cinta sulit untuk mengajarkan cinta. Sebagus dan seindah apapun kata-kata yang kita lukiskan, tidak akan mampu menandingi keindahan cinta itu sendiri.

Ibn Hazm juga menyebutkan bahwa kita tidak bisa menolak cinta, begitupun juga agama dan syariat. Karena cinta datangnya dari hati. Sedangkan tidak ada yang mengetahui isi hati kecuali Allah SWT, karena hanya Dia lah Tuhan yang membolak-balikkan hati.

Lebih lanjut lagi, Ibn Hazm bahkan melukiskan cinta dengan kata-katanya yang indah,

وعني أحبرك إني مارويت قط من ماء الوصال ولا زادني إلا ظمئا

Ku ceritakan kepadamu tentang diriku, sesungguhnya aku tidak pernah puas dengan pertemuan. Sebab semakin bertemu, aku justru semakin larut dalam dahaga.”

Menurut pakar tafsir Al-Quran Indonesia, Quraish Shihab dalam bukunya, “Jawabannya Adalah Cinta: Wawasan Islam Tentang Aneka Objek Cinta” menyebutkan bahwa cinta jangan hanya dimaknai kepada kekasih. Cinta juga bisa kita temukan kepada saudara, kepada keluarga, ayah dan ibu, kepada Nabi Muhammad SAW dan juga kepada Allah SWT.

Maka dari itu, saat kita berbicara cinta, jangan terlebih dahulu memvonis orang bahwa cinta itu diharamkan. Karena cinta itu karunia dari Allah SWT. Orang yang tidak punya cinta, tidak akan bisa menebar cinta dan kasih kepada makhluk Allah yang lain. Padahal agama selalu mengajarkan cinta dan menjadikan cinta sebagai perilaku bagi orang-orang yang beriman. Dalam surat Maryam ayat 96, Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَٰنُ وُدًّا

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (AN)

Wallahu a’lam.