Hidayah merupakan anugerah dari Allah bagi hamba-Nya yang dikehendaki. Ia bisa datang kapan saja, bahkan dari seorang atau kejadian yang tak terduga. Begitu pula yang terjadi pada seorang penjaga dari Bani Israil.
Alkisah, terdapat seorang laki-laki penjaga (seperti satpam) dari Bani Israil. Meskipun bertugas sebagai penjaga, ia justru tidak pernah menjaga dirinya dari dosa. Setiap hari ia selalu melakukan maksiat.
Suatu hari, saat ia sedang berjaga, seorang perempuan cantik tiba-tiba menghampirinya. Ia menawarkan dirinya kepada satpam itu, si perempuan berjanji akan melayaninya jika satpam itu mau membayarnya.
Mendengar tawaran itu, sang satpam dengan senang hati menyambutnya. Bagaimana mungkin ia akan menolak perempuan yang begitu mempesona itu. Maka, satpam itu memberikan uang sebesar 600 dirham kepada sang pelacur.
Setelah uang itu diberikan, dengan segera laki-laki itu melepaskan pakaiannya. Ia tak mampu lagi menahan hasratnya pada perempuan di hadapannya. Maka saat ia telah menduduki perempuan itu seperti seorang suami menduduki istrinya, sang perempuan kemudian menangis, tubuhnya pun gemetar.
Laki-laki itu menjadi heran dan bertanya “Apa yang membuatmu menangis? Apa aku memaksamu?”
Tidak, aku menangis karena aku takut, aku belum pernah melakukan hal ini. Aku melakukan ini karena memiliki suatu kebutuhan, sedangkan aku terhimpit kesusahan”, jawab si perempuan sambil menangis.
Mendengar pengakuan dari perempuan itu, sang satpam menjadi iba terhadapnya. “Kau hendak melakukan ini padahal kau belum pernah melakukannya? Pergilah dan ambil uang itu. Uang itu untukmu”, ucap sang satpam.
Betapa bahagianya perempuan itu mendengar ucapan sang satpam. Dengan perasaan lega, akhirnya ia pergi dengan membawa uang tersebut tanpa bersetubuh dengan laki-laki itu.
Usai kejadian tersebut, sang satpam kemudian berfikir. Perempuan itu takut melakukan dosa padahal ia belum pernah melakukannya. Sedangkan aku tak pernah memikirkan dosa-dosaku padahal aku sering melakukannya.
Demi Allah, aku tidak akan mendurhakai Allah mulai saat ini. Ucap laki-laki itu dalam hati, ia telah bertekad kuat untuk bertaubat dan tidak akan bermaksiat lagi.
Belum juga ia melakukan banyak amal shaleh, siapa sangka ternyata ajal menjemputnya di malam itu juga. Laki-laki itu meninggal dengan tekad kuatnya untuk meninggalkan maksiat.
Meskipun buku catatan amalnya dipenuhi tinta merah dari dosa dan maksiat, Allah SWT justru mencatat namanya di pintu surga. Allah telah mengampuni semua dosanya karena ketulusan taubatnya.
Begitu besarnya rahmat Allah SWT. Siapapun tak dapat menduga di mana posisinya di akhirat kelak. Betapa banyak pendosa yang masuk surga karena di akhir hayatnya ia bertaubat dan bertekad tak mengulangi dosanya. Tak sedikit pula ahli ibadah yang menjadi penghuni neraka karena di akhir hayatnya ia justru melakukan maksiat yang tak diridhai Allah.
Melalui kisah ini, kita dapat mengetahui bahwa amal perbuatan yang dilakukan manusia tidak akan cukup menjadi sebab seseorang masuk surga jika tidak disertai dengan rahmat Allah. Rasulullah Saw bersabda:
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ، وَلَا يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ، وَلَا أَنَا، إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ
“Tidak seorang pun dari kalian yang dimasukkan ke surga oleh amalnya dan tidak juga diselamatkan dari neraka karenanya. Tidak juga aku, kecuali karena rahmat dari Allah.” (HR Muslim)
Lalu, akan timbul lagi pertanyaan di benak kita, bagaimanakah cara mendapatkan rahmat dan keridhaan Allah SWT?
(Kisah ini disarikan dari hadis riwayat Imam at-Tirmidzi dari jalur Ibnu Umar RA)