Kisah ini menceritakan tentang kecintaan seorang budak kepada Tuhannya yang tetap ia perjuangkan walaupun ia harus bekerja kepada tuannya.
Budak ini bukan sembarangan budak. Karena budak ini menjadi salah satu kekasih Allah SWT. Kisah ini terdapat dalam Kitab Mukasyafatul Qulub, h. 35-36.
Ketika seseorang telah membelinya dari tuan yang pertama, ia mengajukan syarat kepada tuan barunya. Ia sangat berharap syarat ini bisa dipenuhi oleh sang majikan. “Tuan, saya memiliki tiga syarat untuk kau penuhi selama aku menjadi budakmu,” ucap si budak. “Iya, tidak apa-apa. Sebutkan saja tiga syarat yang kau mau dariku,” jawab sang tuan.
“Tuan, ketiga syarat tersebut yaitu, pertama anda tidak boleh melarang saya untuk menuanaikan sholat lima waktu. Saat sudah masuk waktu sholat, maka saya akan berhenti sejenak dari pekerjaan yang tuan berikan untuk menghadap Tuhan saya. Kedua, tuan boleh memerintah apa saja pada waktu siang hari dan membiarkan saya tanpa aktivitas pada malam hari. Saya siap disuruh-suruh saat siang hari dan saya tidak mau diperintah pada malam hari. Ketiga, sediakan aku kamar khusus dan tidak boleh ada yang masuk ke kamar tersebut kecuali saya seorang,” jelas si budak.
“Baiklah, aku terima syarat-syaratmu tersebut,” jawab sang tuan. Maka terjadilah kesepakatan antara mereka berdua.
Diajaklah budak itu ke rumahnya. Ia dipersilahkan untuk memilih sendiri kamar yang disukai. Setelah berputar mengelilingi rumah sang majikan, akhirnya ia memilih sebuah bangunan yang sudah roboh. Majikan itu heran atas prilaku budak barunya.
“Mengapa kamu memilih bangunan runtuh itu sebagai kamarmu? Bukankah ada kamar lain yang lebih layak?” Tanya sang majikan.
“Maaf Tuanku, bukankah bangunan roboh jika bersama Tuhan akan nampak seperti taman,” jawab budak itu.
Benar sebagaimana syarat yang diajukan, budak itu menggunakan siang untuk bekerja pada tuannya sedangkan malam ia jadikan untuk beribadah pada Tuhannya. Ia habiskan siang untuk kerja dan malam untuk ibadah.
Suatu ketika, sang majikan mengelilingi rumahnya. Tanpa sengaja ia lewat di depan kamar budaknya. Betapa terkejutnya pemilik rumah tersebut, ia melihat bangunan roboh itu bercahaya. Ia melihat budaknya yang sedang sujud dan di atas kepalanya ada pelita yang menyinari.
Ia terus mengawasi budaknya tersebut. Ia melihat betapa khusyuknya budaknya dalam beribadah dan bermunajat pada Allah SWT. Bahkan semalam suntuk budaknya terus menerua hanyut dalam munajatnya. Ia mendengar lirih munajat dari budaknya.
“Ya Allah Tuhanku, engkau mewajibkan padaku untuk mengabdi pada tuanku di siang hari. Andaikata hamba tidak direpotkan dengan hal tersebut, pasti akun akan jadikan siang-malamku sebagai pengabdian pada-Mu”.
Majikan itu tidak sadar bahwa waktu sudah pagi. Ia tetap mendapati budaknya beribadah. Bersamaan dengan itu, lenyaplah cahaya pelita yang menyinari budaknya. Lalu, ia kembali ke rumahnya dan mengabari istrinya tentang kejadian terasebut.
Pada malam kedua, majikan itu mengajak istrinya untuk mengintip apa yang dilakukan oleh budaknya. Mereka berdua mendatangi kamar pembantunya. Ternyata benar, sebagaimana yang mereka duga, budak itu sedang sujud dan dipenuhi dengan cahaya. Mereka berdua tetap berdiri melihat si budak sampai pagi. Mereka berdua menangis melihat kegigihan budaknya dalam beribadah.
Keesokan harinya mereka berdua langsung memanggil si budak saleh tersebut, “Nak, sekarang kamu akau merdekakan. Sekarang kamu sudah merdeka. Kamu bukan budakku lagi. Sungguh, aku memerdekakanmu karena Allah Ta’ala. Aku memerdekanmu agar tidak terganggu lagi sehingga bisa menjadikan siang-malam sebagai sarana ibadah.”
Mendengar apa yang dikatakan tuannya, budak tersebut langsung mengangkat kedua tangannya. Ia berkata:
يا صاحب السر ان السر قد ضهرا ولا اريد حياتي بعد ما اشتهرا
Wahai Pemilik Rahasia, sungguh rahasia itu sudah terbongkar. Sedang aku tidak ingin hidupku setelah ini menjadi terkenal.
Setelah itu, budak tersebut berdoa agar nyawanya segera dicabut. Ternyata tidak lama setelah ia berdoa, ajal langsung menjemputnya.
Dari cerita tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa: pertama, derajat orang bukan dilihat dari status sosial yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Terbukti, seorang budak pangkatnya mengungguli majikannya. Kedua, sesibuk apapun dalam urusan duniawi, jangan sampai melalaikan pada urusan ukhrawi. Ketiga, kecintaan kepada Allah Swt. dapat mendatangkan karomah atau keistimewaan. Keempat, hal yang nampak hina di mata manusia, ketika didasari dengan mahabbah (rasa cinta), pasti akan nampak mulia di sisi Allah Swt. Kelima, keistiqomahan dalam urusan ibadah tidak perlu di-sharing ke publik. Karena kadang dapat melunturkan keikhlasan dalam mengerjakannya.
Allah Ta’ala A’lam.