Setiap menjelang tanggal 25 Desember di tiap tahunnya, linimasa media sosial biasanya riuh—tidak hanya keriuhan dari pengikut Isa al-Masih (Kristiani), namun juga dari luar komunitas tersebut, khususnya Islam. Perdebatan yang setiap tahun muncul tidak pernah ada hal yang baru, semua sudah pernah diperdebatkan di tahun-tahun sebelumnya. Tidak pernah beranjak dan tidak menghasilkan apa-apa selain keributan yang tanpa henti.
Keributan tersebut misalnya soal tidak boleh mengucapkan selamat Natal, karena akan merusak aqidah dan seterusnya. Bukan tanpa dasar, golongan yang tidak membolehkan ini punya segudang dalil. Selanjutnya atribut Natal yang tidak boleh dikenakan, biasanya berlaku di tempat kerja, khawatir aqidahnya terkotori jika menggunakan atribut Natal seperti topi Santa. Jika disebutkan semua tidak pernah ada habisnya.
Semua tindakan tersebut, bukan tanpa tendensi. Selain karena dorongan teks atau dalil yang digunakan, tendensi lain seperti tendensi politik yang menyusul di belakangnya, hal ini terjadi di Indonesia. Dipercaya atau tidak, justeru di Palestina dan sekitaran Timur Tengah sana, tempat agama-agama Ibrahim lahir, umat Islam dan Kristiani merayakan Natal bersama-sama, tanpa takut menjadi auto-Kristiani.
Mengapa hal ini bisa terjadi ? Indonesia yang notabene menjadikan perbedaan adalah makanan sehari-hari, tiba-tiba akan mudah tegang ketika sudah menyangkut perihal agama. Perkara yang paling umum ditemukan dalam polemik di Natal biasanya berawal dari basis teks Al-Qur’an yang digunakan untuk mengharamkan sana-sini, secara khusus keharaman mengucapkan selamat Natal.
Sayangnya, polemik yang muncul tidak berfokus pada Natal yang artinya kelahiran, namun yang dipermasalahkan lebih mengarah kepada doktrin trinitas atau tritunggal.
Ayat yang paling sering dikutip adalah “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu adalah utusan Allah kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “Tuhan itu tiga.” Berhentilah dari ucapan itu, hal ini lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa. (QS. 4:171).
Sesungguhnya kafirlah orang yang mengatakan, “Bahwasanya, Allah satu dari yang tiga,” padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. 5:73)
Kedua ayat di ayat paling sering dikutip ketika momen Natal, hampir di setiap tahun. Namun, kedua ayat ini sebenarnya berkata sebaliknya, tidak menyerang kekristenan atau doktrin trinitas. Apa yang dikatakan Al-Qur’an sebenarnya juga menegaskan bahwa umat Kristiani juga tidak mengimani seperti apa yang dikatakan Al-Qur’an di kedua ayat tersebut di atas.
Di satu sisi, ambiguitas kritik Al-Qur’an, mengutip istilah Mun’im Sirry—adalah ketika Al-Qur’an tidak bisa menjelaskan secara detail siapa sebenarnya yang disinggung Al-Qur’an? Apakah umat Kristiani arus utama (mainstream) ataukah umat Kristiani yang heretik (bid’ah) ? Karena ruang perjumpaan Nabi Muhammad dengan umat Kristiani bahkan Yahudi pada eranya tidak satu macam, namun bermacam-macam komunitas—yang juga tidak dijelaskan detail dalam Al-Qur’an.
Apa yang disinggung Al-Qur’an lebih mengarah kepada apa yang disebut triteisme (tiga Tuhan) (tri: tiga/teos: Tuhan), bukan trinitas atau tritunggal karena doktrin trinitas adalah kata lain dari monoteisme (trinitarian). Jika tidak percaya, silahkan tanyakan langsung kepada umat Kristiani, mereka akan berkata bahwa kami mempercayai satu Tuhan, bukan tiga Tuhan!
Tentang trinitas (tri: tiga & unity: kesatuan/Ibrani: ekhad), yang berarti tiga dalam kesatuan. Trinitas sendiri merupakan gabungan Bapa, Putra dan Roh/Ruh Kudus. Doktrin ini sudah dihidupi sejak bapa-bapa gereja awal. Meski perumusan konsepsinya baru terjadi belakangan. Bapa adalah Sang Pencipta (Allah), Putra adalah Yesus (anak manusia) atau firman Allah (Yunani: logos./Arab: kalimatullah) yang turun (nuzul) menjadi manusia, serta Ruh/Roh Kudus yang hidup dalam setiap diri umat yang percaya kepada Yesus sebagai juru selamat.
Umat Kristiani mewarisi apa yang tertulis dalam kitab Taurat yang juga digunakan umat Yahudi. Dan sejak awal rangkaian agama-agama Ibrahim sudah sejak Yahudi, mengajarkan tentang monoteisme. Dalam Taurat, kitab Ulangan 6:4, “Dengarlah, hai Israel! Allah adalah Tuhan kita. Allah itu Esa”. Ayat ini biasanya disandingkan dengan QS. Al-Ikhlas ketika berbicara tentang Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, ajaran monoteisme atau yang biasa disebut tauhid dalam Islam juga terdapat dalam Alkitab berbahasa Arab, tertulis dalam Injil 1 Korintus 8:4-6: Wa ‘an lâ ilaha illa Allah al-ahad. Wa idza kana fi as-samâ’i au fi al-ardhi mâ yaz’amu al-nâsi annahum alihatum, bal hunâka katsirun min hadzhihi al-alihati wa al-arbâbi. Falanâ nahnu ilahun wâhidun wa huwa al-Abu alladzi minhu kullu sya’in wa ilaihi narji’u, wa rabbun wâhidun wahuwa Yasu’ al-Masih alladzi bihi kullu syai’in wa bihi nahya.
Artinya, “Dan tidak ada ilah selain Allah Yang Esa. Dan sungguh pun ada yang disebut oleh manusia ilah-ilah di langit dan di bumi, dan memang di sana ada banyak ilah-ilah dan tuhan-tuhan, namun bagi kita hanya ada satu ilah (sembahan) yaitu Sang Bapa, yang daripada-Nya berasal segala sesuatu dan kepada-Nya pula kita kembali, dan hanya satu Rabb (Tuhan, Penguasa) yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya telah diciptakan segala sesuatu dan karena Dia kita hidup”. (Al-Kitab al-Muqaddas, Ay Kutub al-‘Ahd al-Qadim wa al-‘Ahd al-Jadid, Beirut: Dar al-Kitab al-Muqaddas fi Asy Syarq al-Ausath, 1993).
Di lain sisi, Al-Qur’an di QS. 4: 171 seperti yang sudah dikutip di atas, terdapat kata kalimatullah, ruhullah—bahwa Isa dilahirkan dengan keistimewaan yang datang dari kalimat-Nya dan ruh-Nya. Mungkinkah Al-Qur’an ingin memberitahu bahwa Isa dalam Al-Qur’an punya dimensi trinitarian seperti kekristenan ?
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”, kata Isa.
Wallahu A’lam.
*Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia