Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta didirikan pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1397 H bertepatan dengan tanggal 01 April 1977 atas gagasan Prof. KH. Ibrahim Hosen (ayahanda Prof. Nadirsyah Hosen), LML dan yayasan Affan yang diketuai oleh H. Sulaiman Affan. Kemudian sejak tahun 1983 hingga sekarang IIQ diselenggarakan oleh Yayasan IIQ, diketuai Hj. Harwini Joesoef.
Awalnya IIQ Jakarta membuka khusus program magister untuk perempuan yang didukung penuh oleh seluruh gubernur seluruh Indonesia untuk memenuhi posisi sebagai tenaga khusus di setiap provinsi dan dipersiapkan sebagai tenaga pengajar pada program S1.
Setelah meluluskan dua angkatan, pada tahun 1982 IIQ Jakarta membuka program S1 dan membuka kembali program S2 tahun 1998.
IIQ Jakarta merupakan lembaga pendidikan tinggi yang menggabungkan sistem pendidikan pesantren dan perguruan tinggi dengan orientasi mencetak ulama perempuan yang hafal Al-Quran, intelek, berwawasan luas dan ahli di bidang Ulumul Quran.
Untuk menunjang hal-hal tersebut, IIQ Jakarta memiliki beberapa program pendidikan, mulai program strata 1 (S1) hingga strata 3 (S3).
Selain itu, IIQ Jakarta juga mewajibkan para mahasiswinya untuk mengahafal Al-Quran, ada lembaga khusus yang menaungi pembinaan tahfiz tersebut yaitu Lembaga Tahfiz dan Tilawah Al-Quran (LTTQ).
Pada masa-masa awal berdirinya, IIQ Jakarta mewajibkan mahasiswinya untuk hafal 30 juz, namun setelah adanya evaluasi maka LTTQ memberikan pilihan program tahfizh kepada semua fakultas dan jurusan, yaitu: Program 5 juz + juz 30, 10 juz + juz 30, 20 juz + juz 30, dan 30 juz.
Prestasi mahaisswi IIQ Jakarta pun sudah diakui baik nasional maupun internasional dalam bidang tahfiz dan tilawah Al-Quran.
Untuk pembinaan yang optimal, mahasiswi IIQ diwajibkan untuk tinggal di Pesantren Takhassus IIQ Jakarta yang beralamat di jalan Moh. Toha, Pamulang. Mobilitas mahasiswi IIQ dari pesantren takhassus ke kampus yang lumayan jauh, ditunjang oleh bus pesantren yang siap sedia antar-jemput para mahasiswi.
Pesantren IIQ Jakarta memiliki empat unit bangunan untuk mahasiswinya, yakni masjid, perpustakaan, kantin dan aula. Sayangnya, Jumat (12/10) kemarin, salah satu bangunan pesantren dilalap jago merah. Satu bangunan pesantren tersebut hampir ludes terbakar. Tentu hal ini sangat menganggu proses belajar-mengajar yang ada di pesantren, dan dengan berat hati, seluruh mahasiswa dipindahkan sementara dari pesantren.
Seluruh mahasiswi berharap agar bangunan yang terbakar tersebut bisa segera direnovasi agar kegiatan belajar mahasiswi di pesantren bisa kembali berjalan normal. Tentu, hal ini membutuhkan uluran tangan dan solidaritas seluruh masyarakat Indonesia.