Jangan lupa, ada dua elemen disitu, digabung: pakaian hitam-hitam hingga menutup muka dan replika senjata otomatis. Kalau ada yang melihat itu kemudian mengingkari asosiasinya dengan tampilan kelompok teroris, hanya ada dua kemungkinan: dia pendukung terorisme yang sedang berusaha menepis kecurigaan publik, atau dia bukan penduduk bumi!
Ada sejumlah ragam ideologi radikal dan teror. Satu sama lain kerap saling berbeda secara tajam. Tapi keseragamannya jelas: menentang tata dunia yang ada saat ini beserta segala unsur susunannya, termasuk format negara-bangsa, dengan kehendak untuk merubuhkannya dengan segala cara, termasuk dan terutama dengan cara kekerasan.
Di kalangan Islamis, ideologi ini memancangkan bingkai absolut: Islam lawan kafir. Tujuannya untuk menggiring atau menjebak seluruh umat Islam kedalam konflik universal melawan pihak mana pun yang dianggap kafir. Tapi karena kenyataannya kalangan radikal dan teror itu terkelompok-kelompok dibawah imam-imam yang saling bersaing, sebelum bersatu menghadapi pihak kafir, mereka harus terlebih dahulu melewati fase saling bantai diantara mereka. Kemenangan berupa penghancuran dan penaklukan atas dunia kafir masih saja tinggal impian, kekakacauan dunia Islam sudah karuan terjadi. Dan kalau proses ini dibiarkan terus berjalan, tidak akan ada ujung di masa depan selain runtuhnya peradaban secara kaffah.
Bagi Indonesia, jelas ancaman paling dini adalah upaya nyata kelompok-kelompok radikal dan teror yang ada untuk meruntuhkan eksistensi negara dan bangsa ini. Orang lain mungkin percaya —dengan bebagai dalil, termasuk kutipan-kutipan dari ayat-ayat Qur’an, hadits Nabi SAW atau ucapan ulama dan orang-orang mulia— bahwa agenda meruntuhkan NKRI untuk diganti negara khilafah Islamiyah adalah cita-cita mulia. Tapi saya hanya bisa memandangnya sebagai kejahatan terhadap negara dan masyarakat seluruhnya. Masyarakat seluruhnya. MASYARAKAT SELURUHNYA. Karena dalam proses kaum radikal dan teroris memperjuangkan agenda destruktif mereka itu, strateginya adalah menciptakan kekacauan sosial dengan cara apa pun.
Jadi, ini bukan soal kebebasan berbusana. Apalagi soal kebebasan beragama. Ini soal keselamatan masyarakat, Bangsa dan Negara. Kesalahan para penggagas dan penata karnaval teoris ala TK itu tidak bisa dialing-aling dengan alasan ketidaktahuan atau kenaifan. Karena mereka semua orang-orang dewasa. Dan mereka penduduk bumi sejak lahir.
*) Yahya Staquf, Katib Aam PBNU.