Hidup ibarat sebuah kompetisi untuk menguji manusia agar menjadi baik langkah prilakunya, serta mampu memberikan kontribusi yang nyata untuk diri, keluarga, masyarakat, bahkan bangsanya. Semua itu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan baik tenaga, pikiran, harta, bahkan kadang nyawa menjadi taruhannya.
Seseorang akan dikenal menjadi seorang pahlawan, baik yang bertanda jasa maupun tidak, bila ia mampu mengalahkan musuh-musuhnya dengan kesabaran serta mau mengorbankan jiwa dan raganya, sehingga tercapai sebuah tujuan.
Di dalam Al-Qur’an ada sebuah petuah kehidupan berupa kisah yang sangat menentramkan jiwa manusia, yaitu berupa kisah yang menjelaskan kedua putera Nabi Adam yang diuji oleh Allah untuk melaksanakan Qurban dari hasil usaha yang ia lakukan. Hal ini tertuang dalam Surat Al-Maidah, Ayat 27 yang berbunyi:
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.(Q.S Al-Maidah:27)
Menurut Imam Thabari dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa ada perbedaan pendapat dikalangan para Ulama’ terkait adanya perintah berkurban yang dilakukan oleh kedua puteranya Nabi Adam yaitu Qabil dan Habil, dan diterimanya salah satu Qurban dari keduanya. Sebagian Ulama menjelaskan bahwa qurban yang diterima Allah adalah qurban dari Habil yang memberikan hewan terbaik dari hasil ternaknya, sedangkan qurban Qabil tidak diterima lantaran ia tidak memberikan qurban terbaiknya dari hasil pertaniannya. Sedangkan Ibnu Asyur dalam Tafsirnya, At-Tahrir wa At-Tanwir menjelaskan bahwa Allah tidak menerima qurbannya lantaran ia bukan orang yang taat(Shaleh), ada juga yang menyebutnya kafir.
Setelah qurban Qabil tidak diterima oleh Allah, ia mengancam hendak membunuhn saudaranya yang bernama Habil. Lantas Habil berkata kepadanya:Sesungguhnya Allah akan menerima qurban dari orang yang bertakwa, bukan dari orang yang durhaka. Lebih lanjut Ibnu Asyur menjelaskan bahwa penjelasan orang yang bertaqwa adalah orang yang ikhlas dalam beramal, maka bila qurbannya tak diterima sebagai pertanda tidak adanya keikhlasan dalam dirinya.
Abu al-Lais as-Samarkandi dalam kitab Tanbih al-Ghafilin menyebutkan bahwa salah satu dasar segala kemaksiatan, kejahatan disebabkan karena Hasud(dengki) dalam urusan perempuan.
Imam As-Syatibi dalam Al-Muwafaqat menjelaskan bahwa Tujuan dasar(Maqhasid) sebagai ruhnya sebuah amalan. Maka ruhnya perintah kurban agar manusia menjadi manusia yang bertakwa, taat kepada perintah-Nya, serta untuk memberikan jiwa sosial yang tinggi dengan berbagi daging kurban kepada saudara, teman maupun tetangga. Dari kisah di atas menjadi terang bahwa bila seseorang yang hendak berkurban harus didasari jiwa ketakwaan yang tinggi, bukan untuk berbangga, bahkan agar untuk dikenal oleh tetangga, atau masyarakat, karena hal itu akan sia-sia tak mendapatkan pahala yang sempurna.
Semoga dengan adanya perintah kurban ini, manusia menjadi sadar akan pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan Allah dan Makhluk-Nya.