Saat ini, banyak umat Muslim yang bekerja sebagai supir bus, pilot, supir truk ekspedisi, dan jasa pengiriman antarpulau bahkan antarnegara. Karena tuntutan profesi dan pekerjaan, mereka setiap hari selalu menghabiskan waktu dalam perjalanan, termasuk di bulan Ramadan.
Dalam fiqih, orang yang setiap hari menghabiskan waktunya dalam perjalanan disebut dengan mudimus safar. Supir bus antarkota, pilot, supir truk ekspedisi dan lainnya, masuk dalam golongan ini.
Lantas ketika mereka bekerja di bulan Ramadan, bolehkah mereka meninggalkan puasa?
Menurut imam Assubki, salah satu syarat bagi musafir yang diperbolehkan mengambil keringanan tidak berpuasa di bulan Ramadan adalah apabila musafir tersebut masih ada harapan untuk bermukim dan mengganti puasa yang ditinggalkan. Sedangkan apabila tidak ada harapan untuk bermukim, maka musafir tersebut wajib berpuasa di bulan Ramadan dan tidak boleh mengambil keringanan membatalkan puasa.
Dengan demikian, supir bus antarkota dan lainnya apabila masih ada harapan bermukim sehingga bisa mengganti puasa yang ditinggalkan di hari yang lain, maka boleh tidak berpuasa di bulan Ramadan.
Namun apabila sebaliknya, tidak ada harapan bermukim sehingga tidak bisa mengganti puasa yang ditinggalkan, maka wajib berpuasa dan tidak boleh mengambil keringanan tidak berpuasa di bulan Ramadan. Dalam kitab Hawasyis Syarwani disebutkan;
وبحث السبكي وغيره تقييد الفطر به بمن يرجو إقامة يقضي فيها بخلاف مديم السفر أبدا لان في تجويز الفطر له تغيير حقيقة الوجوب
“Imam Assubki dan lainnya membolehkan tidak berpuasa bagi musafir apabila musafir tersebut ada harapan bermukim sehingga bisa mengganti puasa yang ditinggalkan pada saat bermukim. Berbeda dengan orang yang terus menerus dalam perjalanan atau mudimus safar, apabila dibolehkan tidak berpuasa bagi mudimus safar maka akan mengubah hakikat kewajiban puasa (bagi setiap Muslim).”
Namun sebagian ulama lain, seperti imam Arromli, membolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadan bagi mudimus safar (orang yang bepergian terus-menerus) meskipun tidak ada harapan bermukim. Apabila ada waktu mengganti puasa yang ditinggalkan di hari yang lain, maka wajib menggantinya.
Apabila tidak bisa mengganti karena terus-menerus dalam perjalanan, maka harus diganti dengan membayar fidyah kepada orang fakir miskin sebagai ganti puasa yang ditinggalkan. Ketentuan fidyahyang harus dibayar adalah satu sho atau sebanyak ¾ liter beras.
Selengkapnya, klik di sini