Saling meminta dan memberi maaf adalah perintah Allah SWT untuk semua hamba-Nya. Karena di dalamnya banyak pintu-pintu kebaikan dan kemuliaan. Sebagaimana firman Allah SWT;
الَّذِينَ يُنْفِقُون فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِين الْغَيْظَ وَالْعَافِين عَنِ النَّاسِ وَاللَّه يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Mereka adalah orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Ali Imran :134)
Memberi maaf merupakan bagian dari perbuatan atau sifat seorang mukmin. Adapun Makna memaafkan menurut Syekh Mutawalli As-Sya’rawi rahimahullaah di dalam kitab Tafsir As-Sya’rawi adalah sebagai berikut :
Bahwasanya kalimat maaf itu diambil dari potongan ayat ( النَّاسِ عَن وَالْعَافِين), maksud dari kalimat ‘affa adalah ‘affa ‘alal atsar. Atsar yang dimaksud adalah bekas yang ditinggalkan dalam perjalanan manusia, seperti halnya bekas perjalanan mereka di padang pasir. Kemudian datanglah angin, menghapus bekas dari perjalanan mereka (seperti halnya jejak kaki yang terhapus).
Meminta maaf dan saling memaafkan, juga seperti debu-debu ataupun pasir yang terhempas angin. Seolah-olah dosa dan kesalahan tersebut hilang, tak berbekas. Hal ini juga sejalan dengan isyarat yang ada dalam hadis Rasulullah SAW untuk segera menghapus kesalahan (bermaaf-maafan) yaitu;
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
Dari Abu Hurairah RA bahwasanya; Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang pernah mempunyai kedzaliman terhadap seseorang, baik terhadap kehormatannya atau apapun, maka minta halallah darinya hari ini!. sebelum tidak ada emas dan perak, yang ada adalah jika dia mempunyai amal shalih, maka akan diambil darinya sesuai dengan kedzalimannya, jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambilkan dosa lawannya dan ditanggungkan kepadanya”. (HR. Bukhari No. 2449).
Lalu bagaimana perbuatan untuk saling memaafkan setiap saat setelah melakukan kesalahan, dilakukan untuk menyambut dan meramaikan datangnya bulan suci Ramadhan? Atau bahkan dijadikan tradisi para muslim di dunia ketika Ramadhan akan datang. Mengingat ada sebuah hadis yang mengecam seorang mukmin yang tidak mendapat ampunan tatkala melewati Ramadhan.
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد
Dari Abu Hurairah RA beliau menceritakan; Rasulullah SAW naik mimbar lalu beliau mengucapkan, ‘Amin … amin … amin.’ Para sahabat bertanya, ‘Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?’ Kemudian, beliau bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata kepadaku, ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan,’ maka kukatakan, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua),’ maka aku berkata, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bershalawat ketika disebut namamu,’ maka kukatakan, ‘Amin.” (HR. Bukhari No. 646, Ibnu Khuzaimah No. 1888, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8767).
Budaya saling meminta maaf sebelum Ramadhan, memang akhirnya merupakan sarana untuk saling menyapa dan berbagi kebahagiaan akan datangnya bulan Ramadhan. Sekaligus membersihkan diri dari dosa-dosa sebelum menjalani ibadah puasa, karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dan supaya saat Ramadhan telah pergi meninggalkan kita, kita sudah dalam keadaan terampuni dari segala dosa yang pernah kita perbuat.
Terlepas ungkapan meminta maaf dan saling memaafkan yang harus dilakukan setiap saat dan tidak menunggu waktu tertentu. Apakah tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan ini tidak dianjurkan dan bertentangan dengan agama, karena tidak ada dalil yang jelas.
Tentu saja hal ini bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan agama apalagi tidak dianjurkan. karena dalam pandangan para ulama bahwa menjalani kegiatan atau ritual ibadah, yang sifatnya sunnah dan baik, kemudin dijalankan setahun sekali atau pada momen-momen tertentu, adalah perkara yang boleh.
Hal ini didasarkan kepada hadis yang Ibnu Umar RA;
عَنْ ابْن عُمَر رَضِي الله عَنْهمَا قَال كَانَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبا وَكَانَ عَبْد اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَفْعَلُهُ. رواه البخاري
“Ibnu Umar RA berkata: “Nabi SAW selalu mendatangi Masjid Quba’ setiap hari sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendaraan.” Dan Abdullah bin Umar RA juga selalu melakukannya. (HR. Bukhari, [1193]).
Hadis ini kemudian dijelaskan secara rinci oleh Syaikhul Islam Ibnu Hajar RA dalam kitabnya Fathul Bari sebagaimana berikut;
وفي هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحه والمداومه على ذلك وفيه أن النهي عن شد الرحال لغير المساجد الثلاثه ليس على التحريم
“Hadis ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal shalih dan melakukannya secara rutin. Hadis ini juga mengandung dalil, bahwa larangan berziarah ke selain Masjid yang tiga, bukan larangan yang diharamkan.”
Datangnya Ramadhan bukan hanya disambut dengan suka cita saja, namun diharapkan tetap menjaga dan melestarikan berbagai tradisi menjelang datangnya Ramadhan, salah satunya yaitu tradisi bermaaf-maafan. Hal ini dilakukan supaya kita bisa memperoleh berkah dan keutamaan bulan-bulan mulia Allah. Kullu Amm wa Antum bi Khoir.
Wallahu A’lam