Imam Ghazali adalah ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mempunyai karya di berbagai disiplin ilmu. Salah satu di antara karyanya adalah Bidayatul Hidayah, kitab yang membahas seputar proses awal seorang hamba mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Dan juga menjelaskan tentang etika dalam berusaha mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta dengan tata cara dan adab yang benar.
Salah satu etika dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah dengan tidak memandang remeh orang lain. Hal ini agar tidak muncul rasa bangga terhadap diri sendiri dan sombong, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali berikut tentang cara memandang orang lain.
Imam Ghazali mewanti-wanti agar selalu husnudzon (berbaik sangka) kepada semua orang. Sebagaimana yang beliau tulis dalam kitabnya Bidayatul Hidayah.
:ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻻ ﺗﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺃﺣﺪ ﺇﻻ ﻭﺗﺮﻯ ﺃﻧﻪ ﺧﻴﺮ ﻣﻨﻚ ﻭﺃﻥ اﻟﻔﻀﻞ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﻚ ﻓﺈﻥ رأيت ﺻﻐﻴﺮا ﻗﻠﺖ
“Sepatutnya jangan-lah engkau melihat kepada seseorang-pun kecuali engkau melihat kepadanya bahwasanya dia lebih baik darimu, dan sesungguhnya dia lebih mulia darimu, maka jika engkau melihat kepada anak kecil, engkau katakan di dalam hatimu;
ﻫﺬا ﻟﻢ ﻳﻌﺺ اﻟﻠﻪ ﻭﺃﻧﺎ ﻋﺼﻴﺘﻪ ﻓﻼ ﺷﻚ ﺃﻧﻪ ﺧﻴﺮ ﻣﻨﻲ
“Anak kecil ini tidak bermaksiat kepada Allah SWT, sedangkan aku bermaksiat kepada-Nya, maka sudah pasti dia lebih baik daripada diriku”
ﻭﺇﻥ رأيت ﻛﺒﻴﺮا ﻗﻠﺖ : ﻫﺬا ﻗﺪ ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ قبلي ، ﻓﻼ ﺷﻚ ﺃﻧﻪ ﺧﻴﺮ ﻣﻨﻲ
“Dan jika engkau melihat kepada yang lebih tua, engkau katakan, “orang ini telah beribadah kepada Allah SWT sebelum diriku, maka sudah pasti dia lebih baik dariku”
ﻭﺇﻥ رأيت ﻋﺎﻟﻤﺎ ﻗﻠﺖ : ﻫﺬا ﻗﺪ أعطي ﻣﺎ ﻟﻢ ﺃﻋﻂ ﻭﺑﻠﻎ ﻣﺎ ﻟﻢ ﺃﺑﻠﻎ ﻭﻋﻠﻢ ﻣﺎ ﺟﻬﻠﺖ ﻓﻜﻴﻒ ﺃﻛﻮﻥ ﻣﺜﻠﻪ
“Jika engkau melihat orang yang berilmu,engkau mengatakan; “Orang ini telah diberikan sesuatu yang aku tidak diberikan (tidak mendapatkannya), dan dia telah sampai kepada kemulyaan yang aku tidak sampai pada kemuliaan tersebut, dan dia mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui, maka bagaimana mungkin aku menjadi seperti dia ?”
ﻭﺇﻥ رأيت ﺟﺎﻫﻼ ﻗﻠﺖ : ﻫﺬا ﻗﺪ ﻋﺼﻰ اﻟﻠﻪ ﺑﺠﻬﻞ ﻭﺃﻧﺎ ﻋﺼﻴﺘﻪ ﺑﻌﻠﻢ
“Dan jika engkau melihat orang yang bodoh, engkau berkata; “Orang ini telah bermaksiat kepada Allah SWT, karena kebodohan sedangkan aku bermaksiat kepada Allah SWT dengan pengetahuanku tentang Allah SWT.”
ﻓﺤﺠﺔ اﻟﻠﻪ علي ﺁﻛﺪ ﻭﻣﺎ ﺃﺩﺭﻱ ﺑﻢ ﻳﺨﺘﻢ ﻟﻲ ﻭﺑﻢ ﻳﺨﺘﻢ ﻟﻪ ؟
“Maka bukti kejelekanku dihadapan Allah SWT lebih kuat, dan akupun tidak mengetahui dengan apa usiaku ditutup, dan dengan apa usianya ditutup?”
ﻭﺇﻥ رأيت ﻛﺎﻓﺮا ﻗﻠﺖ : ﻻ ﺃﺩﺭﻱ ﻋﺴﻰ ﺃﻥ ﻳﺴﻠﻢ ﻭﻳﺨﺘﻢ ﻟﻪ ﺑﺨﻴﺮ اﻟﻌﻤﻞ، ﻭﻳﻨﺴﻞ ﺑﺈﺳﻼﻣﻪ ﻣﻦ اﻟﺬﻧﻮﺏ، ﻛﻤﺎ ﺗﻨﺴﻞ اﻟﺸﻌﺮﺓ ﻣﻦ اﻟﻌﺠﻴﻦ
“Dan jika engkau melihat orang kafir, engkau berkata; “Aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya, semoga dia masuk Islam, dan akhir hayatnya ditutup dengan sebaik-baik amal perbuatan (husnul khotimah). Dan dia terpisahkan dari dosa-dosa karena sebab Islamnya، sebagaimana terpisahkannya rambut dari tepung.”
ﻭﺃﻣﺎ ﺃﻧﺎ ﻭاﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻓﻌﺴﻰ ﺃﻥ ﻳﻀﻠﻨﻲ اﻟﻠﻪ ﻓﺄﻛﻔﺮ ﻓﻴﺨﺘﻢ ﻟﻲ ﺑﺸﺮ اﻟﻌﻤﻞ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻏﺪا ﻫﻮ ﻣﻦ اﻟﻤﻘﺮﺑﻴﻦ ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻛﻮﻥ ﻣﻦ اﻟﻤﺒﻌﺪين
“Sedangkan diriku, semoga ada perlidungan Allah SWT, bisa saja Allah menyesatkanku sehingga aku menjadi kafir. Dan akhir hayatku ditutup dengan paling jeleknya amal (su’ul khotimah), dan kelak dia termasuk kelompok orang-orang yang dekat dari-Nya di hari kiamat, sedangkan aku termasuk dari kelompok orang-orang yang jauh dari-Nya (na’udzubillah)”
Berbaik sangka kepada orang lain memanglah sulit, namun jika belum bisa berbaik sangka setidaknya mencegah diri supaya tidak berburuk sangka dan meremehkan orang lain. Sebagaimana yang di wasiatkan oleh Imam Ghazali.