Faktor agama dianggap akan menjadi faktor dominan dalam gelaran Pilpres 2019 mendatang. Apalagi, jika menilik dari rentetan peristiwa politik belakangan, mulai dari Ahok dengan kasus Al-Maidah hingga penetapan Capres-Cawapres yang kental dengan unsur identitas agama.
“Menghadapi pilpres, faktor agama akan menjadi isu di perpolitikan ke depan, baik oleh kedua kubu. Oleh karena itu kita harus melakukan langkah untuk mengatasinya,” tutur Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid, di Jakarta (23/9).
Meskipun begitu, menurut Putri Gus Dur tersebut, masyarakat pun sebenarnya bebas memberikan dukungan untuk siapapun. Dalam pilpres, baik untuk Pasangan nomor urut 1 Petahana Jokowi dan Kiai Maruf Amin maupun Nomor Urut 2 Yakni Prabowo-Sandi. Apalagi masa Kampanye sudah berlangsung.
“Kita bebas mendukung siapapun. Namun jangan sampai menggunakan isu hoaks dan tak berdasar,” ujarnya.
Yenny juga menambahkan, bahwa bangsa Indonesia tidak disatukan karena kesamaan etnis, bahasa, atau agama seperti yang terjadi di negara lain. Namun bangsa ini bersatu karena kesatuan rasa ingin menjadi negara yang merdeka yang tak lagi dijajah, ingin mendapatkan keadilan dan kesejahteraan untuk masyarakatnya.
“Rasa ini lah yang menyatukan kita. Bila rasa ini mulai pudar, apa lagi yang akan mengikat kita? Ini menjadi persoalan besar,” ujar Yenny.
Persoalan besar inilah yang hendaknya harus dipecahkan mengingat efek Pilpres 2014 lalu, ditambah dengan panasnya Pilkada Jakarta 2017 lalu ternyata masih terasa di kalangan akar rumput hingga hari ini. Apalagi, Indonesia sebentar lagi akan menggelar hajatan besar demokrasi, memilih Presiden pada 2019 mendatang. (Kbb/Ddk)