Wasit Perempuan di Piala Dunia Qatar 2022: Representasi Islam yang Peduli Keadilan Gender.

Wasit Perempuan di Piala Dunia Qatar 2022: Representasi Islam yang Peduli Keadilan Gender.

Pasca penunjukan wasit perempuan, apresiasi patut dialamatkan kepada FIFA dan Qatar. Qatar menjadi representasi negara Islam yang peduli terhadap keadilan gender.

Wasit Perempuan di Piala Dunia Qatar 2022: Representasi Islam yang Peduli Keadilan Gender.
Stephany Frappart adalah wasit perempuan pertama di ajang Piala Dunia (Foto: AFP/Vincenzo Pinto)

Para insan sepak bola tentu sepakat bahwa gelaran Piala Dunai edisi 2022 ini penuh dengan kejutan. Perseteruan di Grup E misalnya, Jepang yang tidak diunggulkan mampu mengalahkan favorit Piala Dunia, Jerman dan mampu menahan imbang juara dunia 2010, Spanyol.

Jepang akhirnya lolos ke babak knock out bersama Spanyol, sedangkan Jerman harus pulang lebih cepat karena terdampar di peringkat ketiga. Namun, ada kejutan lain yang menarik di Grup E ini. Piala Dunia Qatar 2022 mencatatkan sejarah sebagai piala dunia pertama yang dipimpin oleh wasit perempuan.

FIFA pertama kalinya menunjuk wasit perempuan untuk memimpin pertandingan Piala Dunia Qatar 2022. Wasit perempuan pertama yang akan memimpin pertandingan internasional ini bernama Stephanie Frappart, asal Prancis.

Frappart beraksi sebagai wasit perempuan pertama dalam laga Grup E, Kosta Rika vs Jerman, di Stadiun Al-Bayt pada Jumat (2/12) yang pada akhirnya dimenangkan Jerman dengan skor 4-2. Tak sendiri, Frappart didamping oleh asisten wasit, Neuza Back asal Brasil dan Karen Diaz Medina dari Meksiko.

Ini bukan kali pertama Frappart memimpin pertandingan, pasalnya ia pernah menjadi wasit saat fase kualifikasi Piala Dunia 2022 pada bulan Maret lalu. Sebelum menorehkan sejarah baru, wasit berusia 38 tahun ini pun pernah bertugas dalam pertandingan Liga Champions pada tahun 2020.

Bahkan, Frappart mendapatkan penghargaan sebagai wasit wanita terbaik dunia versi IFFHS dalam tiga tahun berturut-turut sejak 2019. Ditunjuk sebagai wasit wanita pertama di Piala Dunia 2022, Frappart menyampaikan harapannya terhadap eksistensi wanita dalam ajang pertandingan internasional.

Sebagai informasi, ini bukan kali pertama Frappart memimpin laga sepak bola, ia pernah menjadi juru adil lapangan saat fase kualifikasi Piala Dunia 2022 pada bulan Maret lalu. Sebelum menorehkan sejarah baru, wasit berusia 38 tahun ini pun pernah bertugas dalam pertandingan Liga Champions pada tahun 2020.

Frappart bahkan mendapatkan penghargaan sebagai wasit wanita terbaik dunia versi IFFHS dalam tiga tahun berturut-turut sejak 2019. Seperti yang dilansir Channel News Asia, Frappart menyampaikan harapannya terhadap eksistensi wanita dalam ajang pertandingan internasional pasca ditunjuk sebagai wasit wanita pertama di Piala Dunia 2022.

FIFA memang menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam penunjukkan Frappart, namun Qatar juga patut diapresiasi sebagai venue yang mendukung keputusan FIFA tersebut. Sebagai negara Islam, Qatar dibilang cukup konservatif dalam aspek aturan legal formal negara.

Soal alkohol misalnya, Qatar meregulasi dengan cukup ketat tentang bagaimana alkohol di konsumsi di Piala Dunia. Yang paling mengundang perhatian publik tentu soal pelarangan LGBTQ di ajang Piala Dunia Qatar. Segala peraturan itu berangkat dari norma-norma Islam yang menjadi agama resmi di Qatar.

Namun rupanya, istilah konservatif itu nampak tidak relevan lagi ketika dikaitkan dalam kasus penunjukkan Frappart. Penunjukkan Frappart sebagai wasit perempuan pertama di ajang terbesar sepak bola dunia itu turut mengukuhkan Qatar sebagai negara Islam yang mendukung prinsip adil gender.

Sebagai venue piala dunia, Qatar ingin menunjukkan bahwa negaranya memegang prinsip gender egaliter dengan mempersilahkan FIFA menunjuk wasit perempuan untuk menjadi peradil pertandingan di sana.

Piala Dunia Qatar 2022 memang lekat dengan kontroversi. Namun mestinya, para stakeholder sepak bola dunia tidak hanya berfokus pada keburukannya saja, namun juga sisi positifnya. Segala kontroversi itu bisa menjadi bahan evaluasi untuk ajang berikutnya, pun dengan sisi positifnya sebagai momentum rekognisi peran perempuan dalam ruang publik.

Selama ini laga-laga sepak bola dipahami sebagai domain yang identik dengan laki-laki. Dalam dunia wasit, terutama, para pengadil lapangan selalu diasosiasikan dengan laki-laki karena menyaratkan fisik yang kuat, ketegasan, dan kekuatan mental guna menghadapi protes para pemain di lapangan.

Intensitas pertandingan yang tinggi hingga emosi para pemain yang mudah tersulut menjadi pertimbangan kalau tugas wasit harusnya diambil oleh sosok yang tegas dan karismatik, citra yang selalu dilekatkan pada laki-laki.

Pun dalam Islam, kesetaraan gender masih menjadi perdebatan tanpa akhir. Di era sekarang, patriarkhi masih menjadi yang paling dominan dalam kultur negara-negara Islam. Meskipun negara-negara Timur Tengah sedikit demi sedikit sudah menunjukkan keberpihakan kepada suara perempuan, namun secara akumulatif, perempuan dalam dunia Islam masih berada dalam bayang peran laki-laki.

Dengan demikian, penghargaan kepada perempuan dalam Piala Dunia Qatar 2022 patut diapresiasi. Selain kepada FIFA, apresiasi juga patut dialamatkan kepada Qatar. Qatar menjadi representasi negara Islam yang peduli terhadap keadilan gender.

Piala Dunia Qatar 2022 mampu melahirkan tiga momentum; pertama, kebangkitan peran perempuan di ruang publik; kedua, kemajuan sepak bola sebagai olah raga lintas gender; ketiga, mempromosikan Islam sebagai agama yang ramah terhadap perempuan dan concern terhadap kesetaraan. (AN)