Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Muslim Dunia (Muslim World League), Syeikh Muhammad bin Abdul Karim al-Issa, mengaku bahagia setelah mengetahui bahwa otoritas sepak bola di Inggris akan memberi waktu jeda di tengah pertandingan untuk memberi kesempatan bagi pemain muslim untuk berbuka puasa. Hal itu ia sampaikan melalui akun media sosial Twitter pribadinya (@MhmdAlissa).
“Kami bahagia dengan keputusan otoritas sepak bola Inggris yang membolehkan pertandingan untuk dijeda, untuk mempersilahkan para pemain muslim membatalkan puasanya di bulan Ramadhan,” tulis ulama asal Arab Saudi itu.
Sebagaimana diketahui, wasit pertandingan di liga Inggris sebelumnya diminta untuk memberi waktu jeda di tengah pertandingan agar pemain muslim yang sedang bertanding bisa berbuka puasa dengan nyaman. Itu berlaku untuk pertandingan-pertandingan yang digelar pada waktu sore menjelang malam, yang tentunya akan melewati waktu Maghrib.
Syeikh Al-Issa melanjutkan, keputusan tersebut layak mendapat apresiasi dari umat muslim di seluruh dunia. Karena hal itu bisa menjadi contoh bagi semua orang untuk bisa menghormati keunikan dari setiap agama.
“(Keputusan) itu layak mendapat apresiasi dari umat muslim di seluruh dunia. Sebuah contoh penghormatan terhadap aspek keunikan dari suatu agama di dalam masyarakat dengan hubungan yang baik,” tegas ulama yang juga menjabat sebagai presiden International Islamic Halal Organization itu.
Memberi Waktu Jeda untuk Berbuka: Sebuah Kebijakan Baru
Kebijakan memberi waktu jeda di tengah pertandingan bagi pemain muslim untuk berbuka puasa merupakan kebijakan yang baru. Dilansir oleh Sky Sports, selain diminta untuk memberi waktu jeda di tengah pertandingan, seorang wasit yang memimpin pertandingan juga didorong untuk mampu mengidentifikasi apakah ada pemain yang berpuasa dalam pertandingan yang dipimpinnya.
Sebagaimana diketahui, nama-nama seperti Mohammed Salah dan Ibrahima Konate (Liverpool), Ilkay Gundogan dan Riyad Mahrez (Man. City), hingga Hakim Ziyech dan Wesley Fofana (Chelsea), adalah sederet pemain muslim yang berkarir di Inggris. Mereka memiliki peran sentral di tim masing-masing. Selain nama-nama tersebut, masih banyak pemain muslim lainnya.
Permintaan kepada wasit pertandingan untuk memberi waktu jeda bagi pemain muslim yang berbuka puasa barangkali terinspirasi dari kejadian di liga Jerman tahun lalu. Pada Ramadhan tahun 2022, saat pertandingan Augsburg vs Mainz 05, wasit menghentikan pertandingan di menit ke-65 untuk memberi kesempatan bagi Moussa Niakhate, bek Mainz 05, untuk berbuka puasa. Momen itu menjadi yang pertama kali dalam sejarah liga Jerman.
Kebijakan ini merupakan perkembangan dari musim-musim sebelumnya. Pada musim 2020/2021, saat pertandingan antara Leicester vs Crystal Palace, kiper Crystal Palace, Vicente Guaita, mencoba mengulur waktu saat bola berada dalam situasi goal-kick (tendangan gawang). Ia melakukannya untuk memberi kesempatan bagi rekan setimnya, Cheikhou Kouyate, serta Wesley Fofana, bek tim lawannya, untuk berbuka puasa. Saat itu masih belum ada kebijakan khusus, pemberian waktu jeda tergantung pada permintaan pemain atau staff yang terlibat di dalam pertandingan.
Satu musim selanjutnya, tepatnya musim 2021/2022 (musim lalu), permintaan untuk memberi waktu jeda di tengah pertandingan mulai diatur. Jika sebelumnya setiap pemain bisa meminta pertandingan dijeda, maka setelah itu dibatasi hanya kapten tim yang bisa melakukannya. Akhirnya, pada musim ini, yakni musim 2022/2023, muncul wacana untuk membuat kebijakan baru yang mengatur pemberian waktu jeda bagi pemain muslim yang berpuasa itu. Harapannya, kebijakan tersebut bisa menjadi panduan atau pedoman bagi wasit yang memimpin pertandingan.
Mirip Aturan Water Break
Sebenarnya, pemberian waktu jeda di tengah pertandingan bukanlah hal baru. Ada waktu jeda di tengah pertandingan yang dikenal dengan istilah water break. Waktu jeda ini merupakan waktu istirahat ekstra, di luar waktu istirahat setelah akhir babak pertama. Ketika water break, pertandingan dijeda untuk memberi kesempatan bagi para pemain untuk meminum air untuk memulihkan tenaganya. Aturan itu pernah beberapa kali digunakan di liga Inggris, misalnya, saat pandemi Covid-19 silam dan saat suhu panas ekstrem melanda Inggris tahun lalu.
Dengan demikian, kebijakan memberi waktu jeda bagi para pemain muslim untuk berbuka puasa di tengah pertandingan sebenarnya bukan kebijakan yang baru-baru amat. Itu bisa dikatakan sebagai modifikasi dari aturan water break yang dijelaskan sebelumnya. Hanya saja, waktu jedanya akan diberikan khusus untuk menghormati para pemain muslim yang berbuka. Barangkali pengkhususan itulah yang membuat para pembenci Islam (Islamopobhic) di Inggris menjadi gerah.