Alkisah, suatu hari Hasan al-Bashri sedang duduk di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba ada jenazah laki-laki lewat yang diiringi oleh orang-orang di belakangnya. Di bawah jenazah tersebut, terdapat seorang anak perempuan yang masih kecil. Dia berjalan dengan keadaan rambut yang terurai sambil menangis.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Mawaidh al-Ushfuriyah karya Muhammad bin Abu Bakr al-Ushfury, Hasan al-Bashri yang melihat hal itu kemudian berdiri dan ikut mengiring jenazah tersebut. Saat sedang ikut mengiring jenazah, Hasan al-Bashri mendengar suara anak perempuan yang berkata: “Mengapa aku menghadapi hari kepergianmu seperti ini di usia umurku yang masih kecil?”
Mendengar ucapan anak tersebut, Hasan al-Bashri pun berucap, “Bapakmu belumlah menghadapi hari seperti ini.”
Setelah ikut mengiring jenazah, kemudian mensholatinya. Hasan al-Bashri pun pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya, di saat matahari terbit. Hasan al-Bashri kembali duduk di depan pintu rumahnya. Tiba-tiba dia melihat kembali anak perempuan yang ditinggal meninggal bapaknya. Sambil menangis, dia pergi berziarah ke kuburan bapaknya.
Melihat anak tersebut, Hasan al-Bashri pun berkata dalam hati, “Anak perempuan ini adalah anak yang pintar. Aku akan mengikutinya. Barang kali ia akan mengatakan beberapa kalimat yang bermanfaat bagiku.”
Hasan al-Bashri akhirnya mengikuti anak perempuan tersebut. Ketika anak perempuan itu sampai di kuburan bapaknya, maka al-Hasan bersembunyi di bawah pohon berduri. Dari kejauhan, dia melihat anak itu memeluk kuburan bapaknya, meletakkan pipinya di atas tanah kuburan bapaknya sambil berkata; “Wahai bapakku! Bagaimana bisa kamu semalaman berada di kuburan yang gelap sendirian tanpa lampu, dan seorang teman penghibur? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih memberikanmu lampu, lantas adakah yang memberimu lampu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih memasangkan tikar untukmu, lantas adakah yang memasangkan tikar untukmu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih memijat kedua tangan dan kedua kakimu, lantas adakah yang memijatimu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih memberimu minuman, lantas adakah yang memberimu minuman tadi malam?”
“Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih membalikkan tubuhmu dari kanan ke kiri, lantas adakah yang membalikkan tubuhmu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih menyelimuti tubuhmu yang terbuka, lantas adakah yang menyelimutimu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih melihat wajahmu, lantas adakah yang melihat wajahmu tadi malam? Wahai bapakku! Kemarin malam ketika kamu memanggilku, maka aku akan memenuhi panggilanmu, lantas adakah yang kamu panggil tadi malam dan adakah yang memenuhi panggilanmu?”
“Wahai bapakku! Kemarin malam aku masih bisa memberimu makanan ketika kamu ingin makan, lantas apakah tadi malam kamu ingin makan? Dan siapakah yang memberimu makan? Wahai bapakku! Kemarin aku masih bisa memasak makanan untukmu, lantas adakah yang memasakkan makanan untukmu tadi malam?”
Ungkapan batin dan ratapan kerinduan serta kesedihan seorang anak kepada ayahnya yang telah meninggalkannya untuk selamanya tersebut, ternyata membuat Hasan al-Bashri menangis. Dia pun akhirnya keluar dari persembunyiannya, dan mendekati anak perempuan itu.
Kepada anak perempuan tersebut, Hasan al-Bashri pun berkata; “Wahai anakku! Jangan mengatakan hal-hal semacam itu!”
Sambil memandang wajah anak tersebut, Hasan al-Bashri kemudian melanjutkan perkataannya, “Tetapi katakanlah, ‘Wahai bapakku! Kami telah menghadapkanmu ke arah Kiblat, maka apakah kamu masih dihadapkan ke arah Kiblat atau dipindah ke arah lainnya? Wahai bapakku! Kami telah mengkafanimu dengan kafan yang terbaik, maka apakah kafan itu masih kamu pakai atau telah dilepas darimu? Wahai bapakku! Kami telah meletakkanmu di dalam kuburan dengan kondisi tubuhmu yang sehat, maka apakah tubuhmu masih sehat atau sudah dimakan oleh ulat-ulat?”
“Wahai anakku, katakanlah! ‘Wahai bapakku! Sesungguhnya para ulama berkata; kalau seorang hamba ketika di kuburan akan ditanya tentang keimanannya, maka sebagian dari mereka ada yang bisa menjawab dan ada yang tidak bisa. Maka apakah kamu bisa menjawab tentang keimananmu atau tidak bisa menjawab? Wahai bapakku! Sesungguhnya para ulama berkata; kalau kuburan akan diluaskan bagi mayit tertentu dan akan disempitkan bagi mayit tertentu, maka apakah kuburanmu menyempit atau maluas? Wahai bapakku! Sesungguhnya para ulama berkata; kalau sebagian dari para mayit akan diganti kain kafan mereka dengan kain kafan surga. Ada juga yang diganti dengan kain kafan neraka, apakah kain kafanmu diganti dengan kain kafan dari surga atau neraka? Wahai bapakku! Sesungguhnya para ulama mengatakan; kalau kuburan terkadang akan memeluk penghuninya seperti seorang ibu yang sayang memeluk putra-putrinya, dan terkadang memarahi dan menghimpit penghuninya hingga tulang-tulang rusuknya hancur. Apakah kuburan memelukmu atau memarahimu?”
“Wahai bapakku! Sesungguhnya para ulama mengatakan; kalau setiap orang yang telah dimasukkan ke dalam kuburan, maka orang yang bertakwa akan menyesali mengapa ia tidak banyak melakukan kebaikan-kebaikan. Dan orang yang bermaksiat akan menyesali mengapa ia melakukan keburukan-keburukan, maka apakah kamu menyesali atas perbuatan burukmu atau sedikitnya kebaikanmu? Wahai bapakku! Ketika kamu masih hidup, maka ketika aku memanggilmu, kamu akan menjawab panggilanku, maka sudah lama aku di atas kuburanmu)memanggilmu, maka mengapa aku tidak bisa mendengar suaramu? Wahai bapakku! Kamu telah pergi dan akan bertemu denganku di hari kiamat. Ya Allah! Janganlah Engkau menghalang-halangi kami bertemu dengannya di hari kiamat.”
Mendengar ucapan Hasan al-Bashri, anak perempuan itu pun berkata, “Wahai Hasan! Sungguh indah sekali kalimat-kalimat keluhanmu terhadap bapakku, dan sungguh bagus kalimat-kalimatmu yang menasehatiku dan yang menyadarkanku dari kelalaian orang-orang yang lalai”
Setelah itu, mereka berdua pulang bersama dengan keadaan menangis.
Ditinggal pergi oleh orang tua untuk selamanya adalah sebuah ujian yang berat, apalagi bagi seorang anak yang masih membutuhkan cinta dan kasih sayangnya. Sebab cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya, dan cinta pertama anak laki-laki adalah ibunya. Maka, wajar jika seorang anak bersedih saat orang tuanya meninggalkannya untuk selamanya, apalagi jika dia ditinggalkan di usia yang masih belia.
Kesedihan tentu akan menyelimutinya. Namun, janganlah terus menerus bersedih. Sebab segala sesuatu yang bernyawa akan meninggalkan kita. Jika kedua orang tua kita telah mendahului kita, doakanlah mereka setiap harinya, ziarahi kuburnya dan perbanyaklah berbuat baik kepada sesama. Supaya mereka bahagia di alam sana. Alfatihah untuk para orang tua yang telah mendahului kita.