Usulan Perubahan Ranperpres Tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Demi Regulasi yang Lebih Inklusif

Usulan Perubahan Ranperpres Tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Demi Regulasi yang Lebih Inklusif

Ranperpres tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dinilai masih memuat norma yang berpotensi menimbulkan diskriminasi.

Usulan Perubahan Ranperpres Tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Demi Regulasi yang Lebih Inklusif

Jakarta, Islami.co – Kerukunan Umat Beragama/Berkepercayaan (KUB) di Indonesia terus mengalami pasang surut. Terbaru, pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB). Dengan kata lain, pemerintah sedang melakukan proses peningkatan regulasi terkait PKUB, dari yang semula berupa Peraturan Bersama Menteri (PBM) menjadi Peraturan Presiden (Perpres).

Regulasi Mengenai Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan beragama/berkepercayaan (KUB) di Indonesia selama ini diatur dalam regulasi setingkat Menteri. Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah. Selama penerapannya, regulasi tersebut mengandung berbagai permasalahan.

Merespon permasalahan tersebut, pemerintah tengah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Rancangan Perpres ini dikoordinatori oleh Kementerian Agama. Substansi pengaturan dalam Ranperpres tersebut dimaksudkan sebagai pemajuan.

Namun, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh SETARA Institute bersama dengan INFID, Ranperpres tersebut dinilai masih memuat berbagai norma yang berpotensi menimbulkan diskriminasi, terutama bagi kelompok minoritas agama dan kepercayaan.

Oleh karena itu, SETARA Institute bersama INFID menginisiasi seri diskusi dengan majelis-majelis agama dan kepercayaan serta masyarakat sipil. Tujuannya tidak lain adalah untuk memfasilitasi ruang dialog dalam membahas Ranperpres PKUB yang tengah disusun oleh pemerintah.

Hasilnya, melalui pengkajian terhadap 36 pasal yang termuat di dalam Ranperpres, SETARA Institute dan INFID mengusulkan setidaknya 21 perubahan. Perubahan tersebut meliputi perubahan secara substansial maupun redaksional.

“Dari 36 pasal itu, kami di sini bersama para majelis agama dan juga masyarakat sipil mencoba mengusulkan kurang lebih ada 21 usulan terhadap Ranperpres tersebut. 21 usulan tersebut mencakup empat poin penting,” ungkap Sayyidatul Insiyah, peneliti SETARA Institute, pada Konferensi Pers “Laporan Usulan Pasal pada Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama” di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Sabtu (12/8).

Empat Poin Utama Usulan

Pertama, inklusi penghayat kepercayaan dalam pengaturan PKUB. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 telah mengafirmasi kesetaraan antara agama dengan kepercayaan. Namun demikian, diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan masih sering terjadi. Oleh karena itu, Ranperpres PKUB mesti menginklusi eksistensi Penghayat Kepercayaan dan hak-hak mereka. Dalam Raperpres PKUB, baik secara redaksi maupun substansi, pengaturan PKUB masih sangat minim menyebut perihal penghayat kepercayaan.

“Harapannya, di dalam Perpres itu, secara eksplisit (pemerintah) memasukkan norma-norma yang memang nantinya akan berdampak pada upaya jaminan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak kebebasan berkeyakinan kelompok penghayat kepercayaan,” terang Insiyah.

Riska Antika, Program Officer INFID menambahkan, “kami mengusulkan, baik secara redaksi maupun substansi, itu perlu menginklusifkan kawan-kawan kepercayaan. Salah satunya dengan menambahkan nomenklatur “kepercayaan” pada setiap frasa “keagamaan”. Sehingga, konteksnya adalah keagamaan dan kepercayaan menjadi satu kesatuan. Seperti itu.”

Usulan lain adalah mendorong keterlibatan kelompok kepercayaan dalam keanggotaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Kedua, integrasi Tata Kelola Pemerintahan Inklusif sebagai prinsip utama tugas pemerintahan kepala daerah dalam PKUB. Mencermati studi-studi yang dilakukan sebelumnya. SETARA Institute dan INFID memandang bahwa tata kelola pemerintahan daerah yang inklusif merupakan fondasi penting bagi pemajuan toleransi dan kerukunan di daerah-daerah.

Ketiga, transformasi pengaturan pendirian rumah ibadah. Data longitudinal SETARA Institute (2007-2022) mengenai pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) menunjukkan telah terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah, yang mencakup pembubaran dan penolakan peribadatan, penolakan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lain sebagainya. Hal itu dipicu ketentuan-ketentuan diskriminatif soal pendirian rumah ibadah dalam PBM Tahun 2006.

“Harapannya, melalui usulan yang kami tawarkan dalam konteks pengaturan pendirian rumah ibadah itu nantinya benar-benar mempermudah kelompok agama dan kepercayaan untuk mendirikan rumah ibadah,” beber Insiyah.

Sebagaimana diketahui, dalam PBM, terdapat syarat administratif yang mengharuskan adanya dukungan 90 orang jamaah dan 60 orang di luar jamaah (90/60). Salah satu usulan yang diajukan adalah penegasan bahwa 60 orang di luar jamaah itu tidak harus dari agama yang berbeda. Mereka yang di luar jamaah, tapi masih satu agama, tetap bisa dikategorikan sebagai “orang di luar jamaah”.

Baca Juga: Polemik Izin Pendirian Rumah Ibadah dan Problem Toleransi di Indonesia

Keempat, reformasi kelembagaan FKUB. Salah satu kemajuan mendasar yang dirumuskan dalam Ranperpres PKUB adalah tiadanya kewenangan FKUB untuk memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah. Hal tersebut perlu diapresiasi sebagai political will yang baik dari pemerintah untuk mengurangi salah satu faktor terhambatnya pendirian rumah ibadah yang terjadi selama ini. Mengingat selama ini rekomendasi FKUB seringkali menjadi pemicu terjadinya penolakan pembangunan rumah ibadah.

Usulan-usulan terkait reformasi kelembagaan FKUB antara lain: penghapusan FKUB Nasional, karena dinilai tidak memiliki urgensi; penguatan peran FKUB dalam mediasi dan resolusi konflik keagamaan, dan; peningkatan keterlibatan perempuan dalam keanggotaan FKUB.

Lembaga Terkait Didorong untuk Merevisi Ranperpres PKUB

Berkenaan dengan usulan perubahan tersebut, majelis agama dan kepercayaan serta masyarakat sipil mendorong Presiden untuk mengambil beberapa tindakan, antara lain:

Pertama, Memberikan perhatian terhadap pengaturan mengenai pemeliharaan kerukunan umat beragama yang lebih inklusif serta sesuai dengan Pancasila dan UUD NKRI 1945.

Kedua, Membuka ruang dialog dan partisipasi bermakna untuk menghimpun masukan dari para pihak, seperti majelis agama dan kepercayaan, kelompok-kelompok minoritas dalam isu kerukunan dan pendirian rumah ibadah, dan masyarakat sipil.

Ketiga, menginstruksikan Menteri Agama dan jajaran kementerian/lembaga terkait untuk melakukan revisi terhadap Ranperpres PKUB pada tahun 2023 ini.

Selain itu, SETARA Institute dan INFID juga mendesak Menteri Agama RI untuk mengadopsi usulan-usulan perubahan terhadap Ranperpres PKUB. [NH]