Sikapnya hangat bersahabat, gaya bicaranya ceplas-ceplos, ekspresi dan gesturnya juga khas. Saat bercerita, bibirnya terus menerus mengepulkan asap rokok. “Ya begini ini saya, Mas. Apa adanya. Suroboyoan… hahaha.” tawanya meledak. Tubuhnya berguncang mengimbangi ledakan tawanya.
Namanya Gatot Subiantoro. Dulu ia adalah salah satu penguasa di kawasan lokalisasi Bangunsari Surabaya. Selain Dolly, Bangunsari adalah lokalisasi yang pernah berjaya di Kota Pahlawan itu. Namun demikian, berkat aksi pendampingan beberapa ulama yang tergabung dalam IDEAL (Ikatan Dai Area Lokalisasi), Bangunsari bisa ditertibkan menjadi hunian rumah tangga. Di samping itu, ada sosok KH. Khoiron Syuaib yang puluhan tahun membantu PSK keluar dari “lembah hitam”.
Pria bertubuh tinggi besar ini hampir 25 tahun malang-melintang dalam bisnis haram. Berbagai kegiatan “maksiat” tentunya pernah ia lakoni. Sejak tahun 2000, ia insaf. Allah memberinya hidayah melalui ucapan KH. Khoiron Syuaib, pria yang sebelumnya ia musuhi.
“Saat itu Abah ceramah. Ya, isinya kayak biasanya. Tapi saat mendengar kalimat ini, ‘Harta itu tidak ada batasnya, tapi kalau umur ada batasnya’, aneh, saya langsung gemetar. Hati saya nelangsa, ingat mati. Akhirnya, ya, ikut abah.” kata Gatot.
Abah adalah panggilan sayang dari Gatot untuk KH. Khoiron Syuaib. Kiai Khoiron (begitu sebutan populernya) adalah dai yang mengentaskan para PSK di lingkungan lokalisasi di Surabaya, khususnya di Lokalisasi Bangunsari. Berbagai caci maki dan teror pernah ia rasakan. Adapun Gatot, saat itu merupakan pihak yang selalu merintangi jalan dakwah Kiai Khoiron. “Lha, para PSK ini kan lahan kehidupan saya. Kalau PSK berhenti, saya mau makan apa? Dulu saya mikirnya seperti itu.” kata Gatot.
Sebelum berhenti dari kehidupan kelamnya, Gatot kebagian tugas mencari calon PSK di berbagai daerah. Pelosok Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah pernah ia jelajahi guna mencari “mangsa”. Menurutnya, di setiap daerah selalu ada pemasok tetap calon PSK. Calon PSK ini kemudian disuplai ke luar Jawa oleh jaringan tertentu. Paling banyak ke Papua. Penyebab perempuan ini menjadi PSK bermacam-macam: ada yang terdesak ekonomi, dikhianati suami, hingga dijual oleh suaminya sendiri maupun oleh keluarganya. “Ada pula yang ditipu,” katanya menambahkan.
Lucunya, saat itu ia sering kali bermain judi bersama teman-temannya di samping rumah Kiai Khoiron. Sambil mabuk, tentunya. Saat Kiai Khoiron pulang dari masjid dan melewati gerombolan penjudi tersebut, Gatot malah menyoraki Kiai Khoiron, “Halooo Pak Kiai….mari main, Pak Kiai…!” kata Gatot sambil menirukan ucapan di masa lalunya tersebut. Adapun Kiai Khoiron saat itu hanya tersenyum, tidak marah, dan tidak mengusir gerombolan tersebut.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Kiai Khoiron membenarkan. Ia mengaku tugasnya hanya menyampaikan apa yang telah ia ketahui, perkara hidayah adalah hak prerogratif Allah. Saat ini, oleh Kiai Khoiron, Gatot dilibatkan dalam kegiatan pengentasan PSK, sekaligus menjadi salah satu pengurus di Pondok Pesantren Raudlatul Khoir, pesantren yang dirintis oleh Kiai Khoiron di belakang kediamannya. Dalam proses mengentaskan PSK, sering kali Gatot menemui fakta yang memiriskan hatinya.
“Ada perempuan yang meninggal karena HIV. Setelah dilacak, ternyata alamat aslinya tidak ada. Keluarganya juga tidak jelas. Akhirnya, kamilah yang mengurusi. Begitu pula ketika ada yang sakaratulmaut, ya kami ini yang diminta mengurusi.” kata Gatot.
Mengubah jalan hidup, dari preman menjadi relawan, bukan hal mudah. Selain mendapatkan tentangan keras dan permusuhan dari rekan-rekan sesama preman, ia masih gamang memikirkan rezeki buat keluarganya seusai berhenti dari kegiatan di lokalisasi.
“Tapi oleh Abah Khoiron, saya diyakinkan agar berusaha mencari penghasilan yang halal. Akhirnya, alhamdulilah, saya menekuni bisnis jual-beli mobil. Ayo kalau ada teman yang mau beli, dijamin kualitasnya.” kata Gatot setengah berpromosi.
Gatot menuturkan, saat ini dirinya lebih tenang menjalani hidup. Ia hanya ingin tenang menjalani kehidupan sembari menebus kesalahannya di masa lalu dengan berbuat baik kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun. “Setelah saya berhenti, alhamdulillah, ada beberapa teman yang ikut. Bahkan, berkat pendekatan Abah Khoiron, ada suami-istri mucikari yang bertobat kemudian berangkat haji.” kata pria yang mengidolakan Bung Karno dan Gus Dur ini.
Gatot Subiantoro menjadi salah satu bukti bahwa dakwah membutuhkan strategi yang khas, yang elegan, dan butuh proses panjang agar hasil akhirnya memuaskan dan mendapatkan rida Allah. Dalam teori perubahan fungsional, perubahan sosial dapat terjadi dengan diawali oleh tekanan-tekanan, kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang mungkin tidak sempurna, namun akan mendorong proses perubahan selanjutnya. Kiai Khoiron Syuaib dan Gatot mewakili sebuah elemen masyarakat yang memelopori perubahan, yang insyaallah lambat laun akan diikuti oleh elemen-elemen lainnya.
Wallahu A’lam Bisshawab
Keterangan foto: saya, Kiai Haji Khoiron Syu’aib, & Pak Gatot Subiantoro