Buat saudaraku yang tertimpa gempa di Lombok dan Bali, saya ingin “menghibur” kalian dengan mengajak untuk mengingat bersama bahwa, pertama, sebagaimana dikatakan dalam hadis, ujian terbesar manusia adalah yang menimpa manusia-manusia termulia (para Nabi). Maka kalian sebenarnya sedang mendapatkan sesuatu yang tak lain adalah bentuk kasih sayang Allah pada manusianya yang terpilih.
Kedua, para sufi justru sedih jika lama tak mendapat ujian karena khawatir itu pertanda bahwa mereka tak lagi diperhatikan Allah sehingga tak diuji.
Ketiga, dalam hadis lain dijelaskan bahwa bencana itu membersihkan dosa dan mengangkat derajat di sisi Allah.
Keempat, bencana bukan hanya akan ingatkan kita tentang-Nya (zikir), tapi kemanusiaan. Dari hari H bencana di malam hari, terus kita mencari info di media dan saling bertanya untuk mengetahui keadaan saudara kita di Lombok dan Bali, mendoakan, dan semua merasa sedih. Tak ada sekat agama, ras, dan lain-lain. Kita semua merasakan ikatan persaudaraan kemanusiaan.
Tak usah hiraukan mereka yang mengait-ngaitkannya dengan politik, azab, dan tuduhan-tuduhan bodoh lainny. Mereka adalah ujian tambahan yg membuat dosa kalian makin terampuni dan derajat kalian makin diangkat di sisi-Nya.
Ka’bah terkena bencana banjir pd 1941. Berani bilang azab? Bencana punya “logika” sendiri: siklus alam, kelalaian manusia, ujian, dll. Azab? Emangnya Gusti Allah partisan kyk dirimu?! pic.twitter.com/D7lPDrqTwC
— Husein Ja'far Hadar (@Husen_Jafar) August 6, 2018
Mereka bahkan mungkin tak pernah membaca sejarah bahwa Ka’bah dan Masjidil Haram ‘pun pernah terkena bencana banjir pada 1941 akibat hujan ekstrem dan saluran pembuangan air di Makkah yang masih buruk. Berani bilang azab?
Bencana punya “logika” sendiri: siklus alam, kelalaian manusia, ujian, dan lain-lain. Azab? Emangnya Gusti Allah partisan kayak dirimu?!