Setelah pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang dilaksanakan bulan Februari lalu, kini kita dihadapkan pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Tidak kalah pentingnya, pada perhelatan Pilkada tahun ini para pemilih menentukan pilihannya untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mencakup gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Dalam sejarahnya, dahulu sebelum tahun 2005 kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), namun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.
Mengenal Pemilih Pemula
Pemilih pemula merupakan salah satu sasaran dalam kontestasi pilkada disetiap daerah dan mempunyai peran penting dalam pemungutan suara. Tak urung, para kontestan Pilkada menerapkan cara-cara jitu dalam menggait gen Z tersebut.
Pengertian Pemilih Pemula itu sendiri, menurut UU Pemilu Bab IV pasal 198 (Ayat 1), Pemilih Pemula adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah menikah, yang mempunyai hak memilih dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.
Pemilih Pemula sebagai Sasaran Strategis
Kelompok pemilih pemula menjadi sasaran strategis para kontestan dalam menggait suara mereka. Bagi para pemilih pemula yang memang baru mempunyai hak suara dan terjun langsung mengenal dunia politik menjadikannya sasaran empuk untuk mendulang suara dalam kontestasi Pemilu.
Ada beberapa alasan yang menjadikan pemilih pemula menjadi sasaran strategis, antara lain :
1. Jumlahnya cukup besar, dari 204,8 juta pemilih di tahun 2024, sebesar 25 juta pemilih sebagai pemilih pemula atau pemilih yang berusia 17-25 tahun.
2. Pemilih baru dan belum menentukan pilihan. Sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru mendapatkan hak suara, pemilih pemula belum cukup memiliki pandangan politik dalam menentukan pilihan dalam pesta demokrasi tersebut. Mereka akan lebih mudah dipengaruhi dan dibujuk tanpa mengetahui profil dan karakter dari para kontestan Pemilu tersebut.
Bijak Menentukan Pilihan bagi Pemilih Pemula
Masih minimnya pengetahuan komprehensif pada pemilih pemula, tentang kehidupan bernegara, haknya sebagai warga negara, serta manfaat politik, demokrasi dan pemilu membuat mereka kurang tertarik dengan pemilu. Disisi lain, pemilu merupakan momentum dimana kita dapat memilih dan menentukan pemimpin yang mewakili suara kita dalam 5 tahun yang akan datang.
Sementara itu, Pengamat Politik dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Mutaqin mengatakan, para pemilih pemula untuk menjadi pemilih yang cerdas dan berdaya. Mereka harus memiliki bekal ilmu dan pengetahuan yang cukup tentang politik, demokrasi dan pemilu, sehingga ketika saatnya mereka memiliki hak memilih, mereka siap berpartisipasi dan menggunakan hak pilihnya dengan cerdas sesuai hati nurani.
Ia berpesan, walaupun pemilih pemula, jangan mau diintimidasi oleh oknum-oknum yang terlibat dalam politik. Karakter pemilih pemula harus menjadi pemilih yang kritis, cerdas, dan berintegritas.