Ummu Sulaim, ibunda sahabat Anas b. Malik, tercatat menjadi perempuan “peretas” surga. Rasulullah Saw sendiri menyaksikan langsung Ummu Sulaim berada di surga pada saat perjalanan Isra’-Mi’raj. Padahal sewaktu Isra’-Mi’raj, Ummu Sulaim belum masuk Islam.
Dalam banyak riwayat hadits, diantaranya bersumber dari Jabir b. Abdullah, Rasulullah Saw bersabda: “Aku diperlihatkan sewaktu masuk di dalam surga, ada Rumaisha istrinya Thalhah, yakni Ummu Sulaim” (HR. Bukhari)
Nama asli Ummu Sulaim adalah Rumaisha bt. Milhan. Perempuan keturunan Bani Khazraj ini termasuk perempuan pertama di Yatsrib yang masuk Islam. Suami pertamanya, Malik b. Nazir sempat marah mengetahui istrinya berpindah keyakinan. Tapi Ummu Sulaim tak berpengaruh, bahkan anak hasil perkawinannya dengan Malik, yaitu Anas b. Malik sejak balita sudah dikenalkan Islam.
Suatu ketika Malik b. Nazir meninggal dunia dalam perjalanan. Ummu Sulaim yang ditinggal mati suaminya bertekad tak akan menikah demi membesarkan Anas b. Malik dengan ASI eksklusif. Mendengar tekad Ummu Sulaim itu, Rasulullah bersabda: “Aku bersama dengan janda yang (karena membesarkan anaknya seorang diri) menguning mukanya, seperti ini; beliau sambil menunjukkan antara jari telunjuk dengan jari manis.”
Tekad Ummu Sulaim terbukti. Ada sahabat Nabi yang merupakan saudagar kaya bernama Abu Thalhah ingin melamarnya karena takjub bercampur iba dengan Ummu Sulaim. Lamaran itu mula-mula ditolak karena Anas b. Malik belum genap 2 tahun menikmati ASI. Baru setelah itu, Abu Thalhah datang kembali untuk melamar dengan bujuk rayu yang tak mudah meluluhkan hati Ummu Sulaim.
Abu Thalhah konon membawa emas perak dalam jumlah banyak sebagai mahar: tapi ditolak. Ummu Sulaim meminta mahar yang lebih mahal dari emas dan perak. Abu Thalhah berpikir harta apa yang lebih mahal dari emas dan perak? Ummu Sulaim menjawab: “totalitasmu dalam berislam sehingga kamu tak goyah dengan jabatan dan harta”.
Abu Thalhah menyanggupi mahar berupa “Islam kaffah” untuk mempersunting Ummu Sulaim. Pada saat itu pula putranya, Anas b. Malik yang baru menginjak usia 4 tahun, diserahkan kepada Rasulullah. “Demi masa depan anakku dan ketaatanku kepada suamiku, aku titipkan Anas kepada engkau, ya Rasulullah!” Kata Ummu Sulaim.
Ummu Sulaim sangat berbakti kepada suaminya. Suatu saat ia ditinggalkan suaminya berjihad dalam kondisi putranya sakit. Buah cinta mereka bernama Umair akhirnya meninggal dunia. Sebagai seorang ibu tentu saja Ummu Sulaim terpukul sedih. Tapi pada saat yang sama, ia juga harus menyambut suaminya yang baru kembali ke rumah.
Tanpa meninggalkan jejak sedih di raut mukanya, Ummu Sulaim terlihat ramah melayani Abu Thalhah: dari menyediakan makan hingga melayani seksualitas suami. Ummu Sulaim ketika pertama kali ditanya kabar putranya oleh Abu Thalhah, ia jawab: “dia tenang dan baik-baik saja”.
Di hati Ummu Sulaim tidak ada niat membohongi suami, sebab anaknya memang meninggal dunia dengan tenang. Dia mampu mengontrol emosinya supaya suami yang baru pulang ke rumah merasa nyaman dan tak ada hal baru yang dipikirkan. Baru sesudah mereka menumpahkan rasa rindu dan sayang sebagai suami istri, Ummu Sulaim menjelaskan kepada Abu Thalhah, bahwa putranya telah meninggal dunia.
Hati orang tua mana yang tak sedih mengetahui putranya meninggal dunia? Di antara rasa kecewa dan kagum kepada istrinya, Abu Thalhah melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah Saw. Dengan jawaban menghibur, beliau menjawab: “seharusnya kamu bangga memiliki istri Sholehah penghuni surga.”
Ummu Sulaim adalah perempuan tangguh. Dari rahimnya telah lahir 9 anak laki-laki, salah satunya Anas b. Malik, yang semuanya menjadi ahli agama. Makanya wajar, pada malam Isra’-Mi’raj, Ummu Sulaim belum masuk Islam tapi sudah diperlihatkan kepada Rasulullah, bahwa ia menjadi penghuni surga. Subhanallah