Umat Islam Leluasa Berdakwah di Katedral Semarang, Kok Bisa?

Umat Islam Leluasa Berdakwah di Katedral Semarang, Kok Bisa?

Setiap tahun, Katedral Semarang memberi kesempatan bagi umat agama lain untuk “mendakwahkan” agama masing-masing dengan cara yang kreatif.

Umat Islam Leluasa Berdakwah di Katedral Semarang, Kok Bisa?

Umat Muslim di Semarang bisa mendakwahkan Islam dengan leluasa setiap setahun sekali di Katedral Semarang. Bagaimana bisa?

Bulan September dikenal sebagai Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) oleh umat Katolik. BKSN merupakan agenda yang dibuat oleh Gereja Katolik untuk mengajak umatnya lebih rajin mempelajari kitab suci. Wajar saja, umat Katolik memang dikenal jarang membaca, apalagi menghafal isi kitab suci. Sedikit berbeda dengan umat Kristen Protestan yang begitu fasih jika diminta menyitir teks ayat Alkitab.

Sehubungan dengan hal tersebut, Katedral Semarang punya caranya sendiri untuk memeriahkan BKSN. Gereja satu ini tak hanya mengajak umatnya membaca Alkitab setiap hari atau membikin kegiatan pendalaman iman biasa seperti di gereja lain. Mereka mengajak umatnya mempelajari kitab suci dengan cara yang kreatif dan jauh lebih out of the box.

Katedral Semarang tidak hanya meminta umatnya mengenal kitab suci agamanya sendiri dalam merayakan BKSN. Umat Katolik justru dipersuasi untuk mau mengenal agama-agama lain dalam momentum BKSN. Toh gelaran ini disebut dengan Bulan Kitab Suci Nasional, alih-alih Bulan Injil Nasional. Untuk itu, Katedral Semarang memfasilitasi ini dalam sebuah pameran kitab suci lintas agama. Pameran ini mengundang perwakilan semua agama dan diselenggarakan rutin setiap tahun.

Alhasil setiap September, perwakilan umat Muslim selalu diundang untuk memperkenalkan ajaran Islam selama sebulan penuh di Katedral Semarang. Mereka diberikan fasilitas stand tersendiri yang diperuntukkan untuk agama Islam. Dalam stand ini biasanya dipampang beberapa mushaf Al-Quran dan buku-buku berisi doa pendek yang bisa dibaca di tempat oleh para pengunjung. Ada juga hiasan kaligrafi, lukisan Ka’bah, dan foto tokoh-tokoh Islam terkenal ikut memeriahkan keberadaan stand ini.

Pengunjung yang kebanyakan adalah umat Katolik dapat mengenal wajah Islam langsung dari umat Muslim sendiri. Bila ada pengunjung yang ingin menanyakan satu-dua hal mengenai Islam, penjaga stand siap menjawab rasa ingin tahu mereka. Dengan kata lain, umat Muslim telah diberi kesempatan untuk berdakwah secara leluasa di Katedral Semarang.

Pun demikian dengan perwakilan agama lain. Setiap agama mendapatkan stand tersendiri untuk memperkenalkan ajarannya. Ada stand agama Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Tak ketinggalan, stand agama Katolik juga hadir sebagai tuan rumah pameran. Mereka semua diberi kesempatan yang sama untuk “mendakwahkan” agama mereka masing-masing.

Namun panitia tidak mau pameran ini sekadar menjadi etalase statis agama-agama. Sehingga mereka berkreasi lebih lanjut dengan menyelenggarakan kuis berhadiah. Kuis ini berisi 20 pertanyaan singkat dengan materi pengetahuan umum tentang semua agama. Semua pertanyaan harus dijawab dengan benar agar pengunjung memiliki kesempatan untuk memenangkan doorprize yang disediakan.

Saya sendiri sudah lupa apa hadiah utama dari kuis ini. Soalnya saya tidak pernah memenangkan hadiah tersebut. Hal yang saya ingat, adanya kuis ini memang berhasil membuat pameran berlangsung meriah. Stand semua agama selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Tidak ada kecanggungan dari para pengunjung untuk mendatangi stand perwakilan agama lain dan bercengkerama dengan penjaga stand tersebut.

Toh berkat kuis berhadiah tersebut, saya jadi mengerti tempat ibadah agama Konghucu itu lebih tepat disebut Li Tang daripada Klenteng. Saya juga baru paham umat Konghucu memiliki kitab suci bernama Si Shu. Seorang teman Katolik baru ngeh kalau Al-Quran dibuka dengan surah Al-Fatihah dan surah terpanjang dalam Al-Quran ada di surah Al-Baqarah berkat mendatangi pameran ini.

Tujuan panitia pameran pun tercapai. Pameran ini menjadi sarana mempelajari kitab suci secara inklusif. Sebab para pengunjung benar-benar memanfaatkan gelaran pameran kitab suci ini untuk bisa mengenal pokok-pokok ajaran berbagai agama dan merayakan keragaman agama di Indonesia.

Sayangnya, pandemi Covid-19 harus membuat gelaran tahunan ini terhenti di tahun 2020. Akan tetapi acara ini telah menawarkan ide non-konvensional untuk mengenal agama lain. Sebuah konsep kreatif yang bisa saja diadopsi oleh tempat ibadah lainnya dari agama manapun. Masjid, mungkin?