Seorang laki-laki paruh baya terlihat pontang-panting sambil menjinjing kain Ihram bagian bawahnya. Laki-laki sepuh ini masih kuat berkeliling aula paviliun terminal haji bandara Kiing Abdul Aziz Jeddah.
Karena terlihat kebingungan, seorang petugas haji yang sedang menempelkan stiker maktab di paspor jemaah pun menghampirinya. Seketika si kakek menyampaikan keresahannya.
“Saya sedang cari koper saya, dek. Tadi saat mau ke toilet, saya titipkan “polisi”. Tapi saya lupa (yang mana ‘polisinya’),” ujarnya.
Saya pun penasaran, karena di dalam paviliun sama sekali tidak ada polisi yang berjaga. Mungkin yang dimaksud petugas-petugas yang ada di sana. Tapi tetap saja tak bisa dilacak siapa orang yang dititipi. Dia kemudian menambahkan satu clue: “orang berseragam”. Petugas ity semakin bingung, karena hampir semua petugas di sana berseragam, mulai petugas Indonesia, Wukala, Kementerian Haji, hingga sales kartu sim provider asal Saudi.
Seorang petugas haji yang membantunya pun tetap berikhtiar mencarikan kopernya yang hilang. Jika ketinggalan di kabin atau bagasi pesawat, biasanya akan diantar ke pemondokan oleh Wukala. Tapi jika sudah dibawa turun oleh pemiliknya lalu hilang, maka perlu dicari sampai ketemu. Begitulah kira-kira arahan yang disampaikan pimpinan kepada para petugas.
Setelah berkeliling, akhirnya koper sang kakek pun ditemukan. Laki-laki asal itu berulang kali mengucap alhamdulillah. Ia berterima kasih kepada petugas karena berkenan membantunya untuk mencari kopernya yang hilang. Petugas itu pun mengajaknya duduk dan beristirahat sebentar sembari menunggu nomer rombongannya dipanggil.
“Saya rombongan satu, dek,” ujarnya.
Rombongan kakek itu ternyata sudah berangkat saat ia sedang sibuk mencari kopernya yang hilang.
Ya Allah..
Petugas itu menenangkan, ia akan tetap bisa berangkat ke Mekkah dengan bus yang paling akhir.
***
Kakek itu bernama Abdul Malik Abdurrahman Bance. Ia adalah jemaah haji asal Bima yang tergabung dalam embarkasi (Lombok) LOP kloter 12. Meski sudah berumur 70an tahun, ia masih tampak sehat. Jalannya sedikit membungkuk, tapi masih sanggup jalan sekitar 200 meter dari paviliun menuju bus yang terparkir di depan terminal.
Saat ditanya tips keburannya, ia bingung menjawabnya. Pak Malik hanya bisa bercerita aktivitas hariannya sebelum pensiun.
“Saya ini hanya tukang pengaspal jalan, dek,” ujarnya mengawali cerita.
Pak Malik mengaku bahagia saat bisa berangkat haji tahun ini. Beberapa kali ia terlihat menahan air matanya. Ia bersyukur bisa diberi kesehatan dan kesempatan untuk melaksanakan ibadah rukun Islam kelima ini.
Ia senang meskipun harus berangkat sendiri, tanpa didampingi keluarga. Ia menunjuk beberapa teman masa kecilnya yang juga turut berangkat bersama dalam satu kelompok terbang.
“Saya berangkat bersama beberapa teman. Itu yang di sana teman masa kecil saya. Dulu dia jago naik kuda,” katanya.
Kakek Abdul Malik mengaku bahwa naik haji adalah impiannya sejak kecil. Ia bercerita kalau dulu terkagum-kagum dengan orang-orang yang bisa naik haji. Menurutnya, mereka hebat karena mampu mengarungi perjalanan yang sedemikian jauhnya. Maklum, saat itu haji belum naik pesawat seperti sekarang.
“Impian naik haji sudah dari kecil, dek. Dulu saya hitung jaraknya. Saya kagum, haji itu kan jauh, ya, sampai 9000an KM,” terangnya.
Abdul Malik berterima kasih kepada anak-anaknya. Karena impian masa kecilnya untuk naik haji bisa diwujudkan oleh sang anak dan menantunya.
“Saya diberangkatkan oleh anak dan menantu saya. Mereka ini baik sekali,” tambahnya.
Ia akan mendoakan anak-anaknya saat nanti sampai di tempat-tempat mustajab, begitupula sang istri yang telah meninggal dunia.
“Saya juga akan mendoakan adek. Namanya siapa?” ujarnya sembari melihat name tag petugas yang telah membantunya tersebut.
“Saya tidak akan lupa. Namanya pasti saya ingat. Soalnya sama seperti anak adek saya,” tambahnya.
Kakek Abdul Malik berterima kasih kepada segenap petugas haji yang telah melayaninya. Ia berjanji akan mendoakan seluruh petugas haji yang bekerja segenap hati membantu para jemaah.
(AN)