Tujuh Ibadah yang Bisa Dilakukan Perempuan Haid saat Ramadhan

Tujuh Ibadah yang Bisa Dilakukan Perempuan Haid saat Ramadhan

Walaupun tidak bisa berpuasa, perempuan haid bisa melakukan tujuh ibadah ini di bulan ramadhan

Tujuh Ibadah yang Bisa Dilakukan Perempuan Haid saat Ramadhan

Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, umat Islam dianjurkan memperbanyak ibadah pada bulan tersebut. Namun sangat disayangkan, perempuan yang haid justru terhalang untuk melaksanakan ibadah-ibadah tertentu.

Dalam Hasyiyah al-Qulyubi dijelaskan bahwa perempuan yang sedang haid tidak perlu bersedih dan takut kehilangan pahala dari ibadah yang ditinggalkan. Meninggalkan ibadah saat haid atau nifas adalah bentuk ketaatan kepada Allah Swt, bahkan baginya pahala seperti wajibnya shalat ketika suci.

Bagi orang yang senantiasa istiqomah melaksanakan ibadah, ketika suatu hari ia berhalangan melaksanakan ibadah tersebut, maka baginya pahala sebagaimana pahala ibadah yang dilaksanakan setiap hari, Rasulullah Saw bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا مَرِضَ العَبْدُ، أَوْ سَافَرَ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

 “Jika seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi pahala ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia tidak dalam safar” (HR. Bukhari)

Meskipun demikian, sangat disayangkan bila perempuan yang haid menyia-nyiakan waktunya di bulan Ramadhan. Lalu ibadah apakah yang bisa dilakukannya selama haid?

Membangunkan Sahur

Perempuan yang haid hendaknya memperbanyak amalan baik di bulan Ramadhan, misalnya dengan membangunkan sahur dan menyiapkan makan sahur untuk orang yang berpuasa. Karena kebaikan sekecil apapun akan bernilai ibadah.

Rasulullah Saw bersabda “Setiap kebaikan adalah sedekah, dan di antara bentuk kebaikan adalah kamu berjumpa saudaramu dengan wajah yang menyenangkan, dan kamu menuangkan air dari embermu ke dalam bejana milik saudaramu (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Ahmad)

Jika menuangkan air ke dalam bejana milik orang lain saja dinilai kebaikan, bagaimana dengan menyiapkan makan sahur bagi orang yang berpuasa? Tentu saja akan lebih banyak kebaikan yang didapat.

Sebagaimana kisah Anas Ra “Dulu kami pernah bepergian bersama Nabi Saw, di antara kami ada yang berpuasa dan ada pula yang tidak. Kemudian di hari yang sangat terik itu kami berhenti di suatu tempat dan orang yang bisa berteduh hanyalah orang yang mempunyai pakaian, bahkan di antara kami ada orang yang berlindung dari sinar matahari hanya dengan tangannya saja. Maka orang-orang yang berpuasa pun berjatuhan. Lalu orang yang tidak berpuasa bangkit, kemudian mendirikan tenda dan memberi minum hewan tunggangan mereka. Maka Rasulullah Saw bersabda “Hari ini mereka yang berbuka (tidak berpuasa) telah menuai pahala” (HR. Muslim)

Memberi Makan Orang yang Berbuka Puasa

Perempuan yang haid bisa mendapatkan pahala puasa dengan memberi makan orang yang berbuka puasa. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Rasulullah Saw bersabda “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala dari orang yang berpuasa itu sedikitpun.

Mendengarkan Al-Qur’an

Meskipun tidak diperkenankan membaca Al-Qur’an, perempuan yang haid tetap diperbolehkan untuk mendengarnya. Kebolehan ini didasari hadis riwayat Ibnu Majah. Dari Aisyah Ra ia berkata “Rasulullah Saw meletakkan kepalanya di pangkuanku saat aku sedang haid dan ia membaca Al-Qur’an”.

Dengan tetap mendengar al-Qur’an, hatinya akan selalu terpaut pada kalam-kalam Allah dan senantiasa mendapat rahmat. Allah Swt berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (QS. Al-A’raf: 204)

Bersedekah

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الصَّوْمِ أَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ؟ فَقَالَ: شَعْبَانُ لِتَعْظِيمِ رَمَضَانَ، قِيلَ: فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ.

Dari Anas, ia berkata: Rasulullah Saw ditanya “Puasa apakah yang lebih utama setelah Ramadhan? Rasulullah Saw bersabda (puasa di bulan) Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan, lalu sedekah apa yang paling utama? Sedekah di bulan Ramadhan” (HR. Tirmidzi)

Hikmah dari puasa adalah sebagai pengingat akan penderitaan orang-orang miskin. Oleh karena itu, hendaknya umat Islam meningkatkan kualitas sedekahnya di bulan ini.

Berzikir

Perempuan yang haid tetap diperbolehkan berdzikir. Kebolehan ini berdasarkan hadis Nabi Saw:

Kami diperintahkan supaya menyuruh keluar para perempuan yang dipingit dalam rumah untuk keluar pada hari raya, bahkan perempuan yang sedang haid. Mereka mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut (HR Bukhari Muslim).

Selain berdzikir, mayoritas ulama juga membolehkan perempuan yang haid untuk membaca wirid. Dengan demikian, meskipun masa haid berlangsung lama, ia tetap banyak mengingat Allah Swt. Jangan pula melewatkan untuk membaca bismillah dan doa dalam setiap kegiatan.

Bershalawat Kepada Nabi

Rasulullah Saw bersabda, “Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).

Menuntut Ilmu (Thalabul ‘Ilm)

Saat haid, hendaknya perempuan lebih banyak menuntut ilmu, pada masa suci perbanyaklah membaca al-Qur’an, sedangkan di masa haid hendaknya ia membaca tafsirnya. Perempuan yang haid juga sebaiknya banyak membaca dan mengikuti majlis ilmu, terlebih di bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan keistimewaan.

Terdapat banyak sekali hadis yang menyebutkan keutamaan orang yang menuntut ilmu. Kebaikan mempelajari ilmu bahkan sama dengan membaca al-Qur’an dan berdoa. Sebagaimana hadis riwayat Ibnu Majah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ حُجَرِهِ، فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ، إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَيَدْعُونَ اللَّهَ، وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ، هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَيَدْعُونَ اللَّهَ، فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ، وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ، وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ

 

Dari Abdullah bin Amr, ia menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah Saw masuk ke masjid. Di dalam masjid tersebut ada dua kelompok sahabat yang sedang berkumpul. Kelompok pertama sedang membaca al-Qur’an dan berdoa. Sementara kelompok kedua sedang belajar dan mengajar. Rasulullah Saw pun bersabda “Mereka semua berada dalam kebaikan, yakni mereka yang membaca al-Qur’an dan berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak Dia akan memberi (apa yang mereka minta) dan jika Allah berkehendak Dia akan menahannya dan (kedua) mereka yang belajar dan mengajar. Sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru. Kemudian Rasulullah Saw duduk dan bergabung bersama kelompok yang kedua (HR Ibnu Majah)