
Bulus atau kura-kura juga ikut perayaan Lebaran dan dimulai ketika 1 Syawal hingga puncaknya pada hari ketujuh Syawal. Peristiwa ini dikenal dengan nama tradisi Bulusan yang terjadi di desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah.
Tardisi ini sudah dilangsungkan selama ratusan tahun.
Para warga akan makan bersama dan melakukan arak-arak, serta memberi makan bulus atau kura-kura.
Kura-kura ini sebagian akan ikut diarak, bahkan biasanya para warga akan membuat semacam replika dari bulus atau kura-kura yang besar.
Puncak acara tradisi Bulusan pada Lebaran ketujuh, nantinya ditandai dengan kirab menuju makam Mbah Dudo.
Sejarah Tradisi Bulusan
Perayaan Bulusan, bagi warga dianggap sebagai kegiatan peringatan hari lahirnya (khaul) bulus, yang menurut cerita bulus tersebut merupakan jelmaan dua orang manusia yang bernama Kumoro dan Komari, murid Kiai Mbah Dudo.
Perayaan tradisi Bulusan berlangsung sejak lama, yakni ketika Sunan Muria masih melakukan syiar agama Islam. Makam sunan Muria sendiri berada di gunung Muria, tak jauh dari warga di sekitaran Kudus.
Dikisahkan, Sunan Muria waktu itu menegur warga setempat yagn masih bekerja padahal Ramadan sudah di akhir.
“Malah di sawah berendam seperti bulus,” kata Sunan Muria.
Lantas, karena perkataan Sunan Muria itu, warga pun menjadi bulus.
Mbah Dado, salah satu tetua, lantas meminta ke Sunan Muria agar perkataannya ditangguhkan, tapi sudah terlanjur.
Namun Sunan Muria lantas menancapkan tongkatnya, hingga muncul sumber air di situ.
Mbah Dado pun dimakamkna di situ dan dipercaya menjaga warga hingga kini.
Nantinya, saat puncak acara Bulusan, warga sekitar akan memberi makan bulus (sejenis kura-kura) yang sebelumnya berada di sungai setempat, kini ditempatkan di kolam.
Selain itu, masyarakat jika hendak mengadakan hajat juga datang untuk memberi makan di kompleks Makam Mbah Dudo, terutama saat tradisi Bulusan digelar.