Setiap manusia pastilah mendambakan keluarga yang harmonis. Dengan adanya keharmonisan dalam berkeluarga setiap anggota keluarga akan merasakan kebahagian dan kesenangan hidup. Keharmonisan dalam keluarga maksudnya ialah kedamaian, ketenangan, dan kesejahteraan di dalam berkeluarga.
Imam Abu Hamid Muhammad Ghazali Ra. (w. 505 H), Seorang Ulama yang mendapatkan gelar Hujjatul Islam (Argumennya Islam) – Beliau adalah satu-satunya Ulama yang menjandang gelar tersebut di era klasik – Beliau ahli dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu tauhid, fikih, tafsir, tasawuf, filsafat, dan lain-lainnya. Beliau banyak menyumbangkan karyanya dalam keilmuan Islam, karya-karyanya tidak hanya dikajii dan memberi manfaat untuk kaum Muslim melainkan pula untuk Non-Muslim.
Kimiya-yi Sa’ādat (Kimia Kebahagiaan) adalah salah satu karya terbesar Imam Al Ghazali di bidang tasawuf. Beliau pernah menulis surat kepada Nizamuddin Fakhrul Mulk (Menteri Seljuk) sebagai berikut ; “Apabila kamu mengalami kesulitan dalam belajar tasawuf, maka bacalah Kimiya-yi Sa’ādat yang akan membimbing kamu ke pehamanan yang benar.” Buku Imam Ghazali ini merupakan ringkasan dari kitab Beliau Ihya ‘Ulumuddin, yang Beliau tulis sendiri dalam bahasa Persia.
Dalam kitab Beliau ini ada pembahsan mengenai hal-hal yang mesti dilakukan oleh pasangan suami – istri ketika berkeluarga. Nasehat-nasehat Imam Ghazali dalam berkeluarga inilah yang jika diamalkan niscaya akan membentuk keluarga yang harmonis. Nasehat Beliau ialah sebagai berikut ;
Pertama, keluarga adalah lembaga keagamaan maka perlakukanlah keluarga secara keagamaan. Nilai-nilai agama yang diterapkan dalam keluarga akan menhasilkan kebahagian dan kesenangan yang hakiki. Jika seorang suami – istri dalam berkeluarga tapi tidak menerapkan nilai-nilai keagamaan, maka tak seubahnya hewan yang hidup bersama pasangannya.
Kedua, suami mesti berbuat baik kepada istrinya. Kebaikan yang dilakukan seorang suami haruslah dengan penuh cinta dan kasih sayang disertai ketulusan. Bukan berarti seorang suami tidak dipernankan untuk menyakiti istrinya, tapi suami haruslah bersikap sabar atas perbuatan istrinya. Wanita diciptakan dalam keadaan lemah dan memerlukan perlindungan, maka suami mesti sabar dan terus melindunginya.
Ketiga, suami haruslah memberi waktu istirahat, rekreasi dan bersenang-senang kepada sang istri dan tidak boleh melarangnya untuk berbuat demikian. Itu semua tetap harus dalam pengawasan sang suami dan sesuai syariat Islam. Nabi Muhammad Saw. pernah mengajak lomba lari Sayyidah ‘Aisyah binti Abu Bakr untuk menggembirakannya (Inilah sisi keromantisan Beliau Saw. Sang Penebar kasih sayang), dalam kali pertama Rasulullah Saw. memenangkan lomba lari itu, dan di kali kedua, Sayyidah ‘Aisyah berhasil menang atas Beliau Saw.
Keempat, suami wajib mengawasi istrinya agar tidak dipandang dan memandang orang lain, dikarenakan pandangan mata adalah sumber seluruh kerusakan. Namun, suami tidak boleh cemburu tanpa alasan dan bersifat teramat ketat.
Sayyidah Fatimah Az Zahra (Putri tercinta Nabi Muhammad Saw.) pernah ditanya oleh Ayahnya Saw. “Hal terbaik apa yang dimiliki seorang wanita ?” Lantas, Sayyidah Fatimah menjawab “Seorang wanita tidak boleh bertemu dengan orang asing (bukan mahramnya) dan orang asing tidak boleh menemui mereka.” Mendengar jawaban demikian Nabi Saw. sangat senang dan memeluk putrinya tersebut seraya berkata “Engkau adalah bagian dari hatiku.”
Nasehat keempat inilah yang sangat perlu diperhatikan di zaman now, dimana seorang wanita sangat dengan mudah mengumbar wajah-wajahnya, bahkan auratnya ke khalayak umum. Maka salah satu bentuk cinta dan kasih sayang suami kepada istrinya zaman ini ialah melarangnya untuk tidak mengunggah foto-fotonya di akun media sosial miliknya.
Kelima, suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya secara layak dan tidak bersifat kikir terhadapnya. Memberi nafkah adalah suatu kewajiban untuk seorang suami dalam syariat Islam. Maka memberi nafkah adalah lebih utama daripada bersedekah. Yang terpenting dari memberi nafkah ialah memberikan harta yang halal untuk keluarganya.
Nabi Muhammad Saw. bersabda ; “Andaikan seorang laki-laki memberikan satu dinar untuk berjihad, satu dinar untuk membebaskn budak dan satu dinar untuk bersedekah, serta memberikan satu dinar untuk nafkah istrinya. Niscaya pahala yang terakhir ini mengungguli pahala ketiga amalan diatasnya.”
Nafkah yang halal akan memberikan ketenangan dan kedamaian, sedangkan nafkah dari yang haram akan menghasilan kegelisanan dan keruwetan dalam keluarganya. Mencari nafkah yang halal pahalanya menyamai pahala berjihad di jalan Allah Swt.
Keenam, suami dilarang makan yang lezat sendirian tanpa didampingi istrinya, jika sang suami makan yang lezat, hendaknya diam dan tidak memujinya dihadapan sang istri. Apabila tidak ada tamu, lebih utama seorang suami – istri makan secara bersama. Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda mengenai hal itu “Jika mereka melakukan hal itu, Allah akan menurunkan rahmat-Nya dan malaikat akan mendoakannya.”
Suatu nasehat akan membuahkan hasil, jika diamalkan. Nasehat yang indah dari Imam Ghazali di atas barulah akan memunculkan keharmonisan dalam berkeluarga jika suami – istri mau mengamalkannya.
Marilah, kita hadiahkan bacaan al fatihah untuk sang Hujjatul Islam.