Tiga Kelas Berpuasa menurut Imam al-Ghazali

Tiga Kelas Berpuasa menurut Imam al-Ghazali

Berpuasa seperti Imam Ghozali, ada tiga tingkatannya

Tiga Kelas Berpuasa menurut Imam al-Ghazali
Ramadhan adalah waktu terbaik bagi muslim untuk meningkatkan diri

Al-Ghazali yang membagi tiga kelas orang berpuasa: Pertama, Kelas Reguler. Kategori ini merupakan kedudukan terendah karena hanya melakukan aturan dasar puasa seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan birahi. Kategori ini dinamakan shaum al-awam, puasanya orang-orang umum yang hanya membatasi diri dari melakukan hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik.

Dari sisi dzahir mereka memang berpuasa, namun di sisi lain mereka tetap melakukan maksiat seperti biasanya. Puasa Yes, Dosa Yes. Dan bagi orang awam ini, mereka seperti apa yang disabdakan nabi sebagai “banyak orang berpuasa hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga”.

Kedua, Kelas VIP. Terdapat syarat tambahan untuk menjadi bagian di kelas kedua. Selain menahan diri dari rasa lapar, haus, dan hubungan seksual, kategori ini juga mensyaratkan para tamunya untuk mempuasakan panca indera dari perbuatan dosa. Baik dosa-dosa vertikal yang berhubungan dengan Tuhan, juga dosa-dosa horisontal yang bersinggung dengan sesama manusia. Terlebih saat ini kesempatan untuk berbuat dosa tak hanya sebatas pada persoalan dunia nyata, namun juga menjalar ke dosa dunia maya.

Misalnya mulut berpuasa dari berujar kebencian sehingga dapat menimbulkan fitnah. Telinga berpuasa dari mendengar hasutan dan provokasi yang dapat memantik konflik pemecah belah. Jari berpuasa dari mengetik dan menyebarkan konten hoax tanpa data, dan lain sebagainya.

Ketika orang berpuasa mampu melewati tahap ini, maka ia menjadi bagian dari tamu kelas VIP shaum al-khawash, yakni puasanya orang-orang khusus.

Ketiga, Kelas VVIP. Inilah kedudukan tertinggi dari tingkatan orang berpuasa. Sebagai konsekuensi, tentu memiliki persyaratan lebih dibanding dua kelas sebelumnya. Pada tingkatan ini, orang berpuasa tak hanya sekadar menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan syahwat, dan mengikutsertakan panca indera untuk turut berpuasa, namun juga “puasa pikiran dan hati nurani”.

Lalu seperti apa model puasa pikiran dan hati nurani yang oleh Al-ghazali disebut sebagai shaum khuwas al-khuwasah, yakni puasanya orang-orang yang sangat khusus ini?

Dalam  penjelasannya, Al-Ghazali menyebutkan untuk mencapai derajat ini orang berpuasa hendaknya terlebih dahulu mensucikan diri dari penyakit yang seringkali menjangkit pikiran dan hati, yang keduanya merupakan akar dari segala tingkah laku manusia. Oleh karena untuk membuahkan perilaku baik, perlu membasmi terlebih dahulu hama yang menggerogoti akarnya.

Inilah penyakit yang rentan menyerang kita. Sekalipun datangnya tak dapat dirasa secara fisik, namun berdampak besar dalam kehidupan. Penyakit itu meliputi iri, dengki, adu domba, ujub, merasa paling benar, dan sejenisnya.

Penyakit tersebut dapat dilawan dengan salah satunya, menjunjung tinggi nilai keadilan dalam berinteraksi antar sesama manusia. Setelah membersihkan diri dari penyakit pikiran dan hati, selanjutnya adalah fokus dan menyadari bahwa puncak dari tujuan ibadah dan hidup hanyalah semata kepada Allah SWT.