Kementerian Agama mengadakan kegiatan penyusunan naskah Khutbah beberapa hari lalu. Kegiatan ini melibatkan perwakilan dari Ormas Islam, pengurus masjid, pendakwah, dan intelektual Muslim. Pelaksanaan kegiatan ini mendapat kritik keras dari Tengku Zulkarnain. Dalam cuitan Twitternya, dia mengatakan, “Jangan seperti Belanda minta tanah. Awalnya alternatif, ujungnya wajib dibaca”. Tengku Zulkarnain mempertanyakan maksud dari pembuatan naskah khutbah Jum’at ini. “Apa sebenarnya maksud kalian? Semakin transparan syahwat politik kekuasaan di dalamnya”, kata Ustadz yang sekarang tidak lagi menjadi pengurus MUI.
Ustadz Ahong sebagai salah satu peserta kegiatan menampik tuduhan yang diutarakan Tengku Zulkarnain. Ustadz Ahong mengatakan, “Kementerian Agama hanya menfasilitasi kegiatan, yang menyusun naskahnya adalah perwakilan dari pengurus masjid, Ormas Islam, dan peserta undangan lainnya. Tujuan yang ingin dicapai itu agar khatib Jumat tidak menyampaikan khutbah caci maki dan menyudutkan kelompok lain yang berbeda”.
Menurut Ustadz Ahong, pada dasarnya khutbah Jumat diselenggarakan untuk mencipatakan ketakwaan dan kepekaan sosial sesama umat beragama dan penduduk NKRI. Jangan sampai, khutbah Jumat itu justru membangkitkan marah masyarakat Muslim. Khutbah Jumat itu seharusnya mengademkan, bukan memanaskan.
Dahulu, kata Ustadz peraih MAARIF award tersbut, Umar bin Abdul Aziz membuat aturan agar semua khatib pada masanya menutup khutbah dengan surah al-Nahl ayat 90. “Allah meminta berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kepada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan….” Ini tidak ada pada masa Nabi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan itu menggantikan apa yang sudah dilakukan Bani Umayyah. Pada masa Bani Umayyah, khutbah Jumat itu isinya cacian pada Imam Ali bin Abi Thalib.
“Jadi, apa yang dilakukan Kementerian Agama itu perlu kita dukung” Tegas Ustadz Ahong
Terakhir, Ustadz Ahong menjelaskan, kementerian Agama bukan ingin menyeragamkan khutbah Jumat untuk seluruh masjid sebagaimana yang terjadi di negara-negara kerajaan yang berpenduduk mayoritas Muslim. Di sana khutbah diseragamkan. Khatib hanya membaca apa yang sudah ditetapkan tim dari negara. Kementerian Agama hanya ingin mengajak para khatib masjid untuk menyusun khutbah Jumat yang sesuai dengan nilai Islam wasathiy, dan tidak penuh caci maki. Kalau naskahnya sudah jadi, penggunaannya dikembalikan kepada khatib masing-masing masjid, apakah mau dipakai atau tidak.
*Jangan lupa follow Twitter Ustadz Ahong