Dear redaksi islamidotco,
Sebentar lagi umat Muslim memasuki bulan suci Ramadhan. Muhammadiyah telah mengumumkan sejak jauh-jauh hari bahwa umat Muslim (Muhammadiyah) di Indonesia akan melaksanakan ibadah puasa pada tanggal 23 Maret 2023, atau bertepatan dengan hari Kamis (pon). Tanggal yang, saya kira, cukup cantik memang.
Sebagaimana lazimnya bulan Ramadhan di Indonesia dan mungkin di seluruh dunia, ada banyak sekali pagelaran kebudayaan untuk memeriahkan bulan suci umat Muslim.
Salah satu yang hampir pasti adalah peringatan malam nuzulul Quran, selain tentu saja ngabuburit, buka bersama, sahur keliling, dan penutupan warung di siang hari.
Pertanyaan saya: Nuzulul Quran itu kan artinya (peristiwa) turunnya Al-Quran. Padahal disebutkan juga bahwa Kitabullah itu turun secara gradual bertahun-tahun. Kenapa peringatannya hanya diambil dari tanggal tertentu, misal 17 Ramadhan?
Masih berhubungan dengan hal itu, lailatul Qadar kan malam penuh kemuliaan yang barangsiapa berbuat kebajikan di malam itu maka pahalanya setara dengan seribu bulan karena di malam itu Al-Quran diturunkan.
Kebanyakan ulama (atau mungkin kitab?) bilang kalau malam itu kemungkinan jatuh di malam ganjil setelah tanggal 20 Ramadhan (malam 21, 23, dst).
Lha, kan katanya tanngal 17 ramadan sudah turun, kok turun lagi di malam-malam ganjil setelah tanggal 20? Bukankah logikanya lailatul qadar pasti terjadi di tanggal 17 ramadan?
Afwan, Salam Hangat
Puthut EA, Kepala Suku Mojokdotco.
***
Teruntuk Om Puthut EA, terimakasih buat pertanyaan yang memojok[dot]co-kan.
Bulan Ramadhan memang kerap disebut dengan Syahrul Qur’an karena pada bulan inilah Al-Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada dasarnya, para ulama berbeda pendapat mengenai isu ini. Peristiwa turunnya Al-Quran disebut dengan nuzulul quran yang umumnya diperingati setiap tanggal 17 Ramadhan.
Hal itu lantas memunculkan satu pertanyaan bagi beberapa orang yang mencoba mengkaitkan peristiwa turunnya Al-Quran dengan keterangan yang terdapat di dalam surah al-Qadr yang menyatakan bahwa Al-Quran turun pada malam lailatul Qadar.
Di lain pihak, menurut salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah ra, malam lailatul Qadar justru tejadi ketika sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadhan.
Adapun redaksi Hadis yang dimaksud adalah berbunyi:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)
Untuk menjawab pertanyaan ini, di sini kita perlu membedakan penggunaan kata anzala dengan nazzala di dalam al-Quran dalam kaitannya dengan proses turunnya Al-Quran.
Allah SWT menggunakan redaksi anzala (أنزل) pada surat al-Qadr, yakni : اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ , dan bukan redaksi nazzala (نَزَّلَ) yang dipilih, meskipun kedua-duanya terambil dari akar kata yang sama yakni kata nazala (نزل) yang mempunyai arti “berpindah dari satu tempat yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah”.
Secara gramatika bahasa arab, kedua kata tersebut memiliki implikasi yang berbeda dalam pemahamannya.
Ketika diungkapkan dengan redaksi anzala maka arti yang terkandung di dalamnya adalah pemahaman bahwa Al-Quran pernah diturunkan secara sekaligus dalam jumlah 30 Juz, yakni ketika di Lauhul Mahfuz menuju as-Sama’ ad-dunya (langit dunia) atau baitul izzah.
Setelah turun secara keseluruhan itulah malaikat Jibril baru menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur, yaitu selama 23 tahun lamanya.
Kenapa 17 Ramadhan?
Menurut mendiang Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam buku Pengajian Ramadhan Kiai Duladi, orang yang pertama kali berpendapat bahwa Al-Quran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan itu adalah ahli tarikh bernama Ibnu Ishaq (w. 150 H).
Pendapat serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam (w. 213 H) yang dipopulerkan oleh Syaikh Muhammad al-Khudari dalam kitabnya Tarikhut Tasyri’ al-Islami. Konon, dari kitab itulah sebagian orang-orang Indonesia menukil pendapat 17 Ramadhan sebagai malam turunnya Al-Quran.
Adapun dalil yang dijadikan argumen Ibnu Ishaq adalah firman Allah SWT dalam surat al-Anfal ayat 41:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat di atas memang tidak terdapat kata yang secara eksplisit menunjukkan angka 17 Ramadhan.
Hanya saja, menurut Ibnu Ishaq, hari bertemunya dua pasukan (muslimin dan musyrikin) itu adalah hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H.
Selanjutnya, apa yang disebut “Hari Furqaan” adalah hari diturunkannya Al-Quran untuk pertama kali. Kedua hari itu kebetulan jatuh pada hari Jum’at, tanggal 17 Ramadhan meskipun tahunnya berbeda. Dari sinilah Ibnu Ishaq berkesimpulan bahwa nuzulul quran itu terjadi pada 17 Ramadhan.
Kendatipun begitu, pendapat Ibnu Ishaq itu bukan berarti tanpa celah. Banyak ulama yang menyanggah pendapat Ibnu Ishaq. Salah satunya Imam al-Zurqani dalam kitabnya Manahilul Irfan.
Menurut al-Zurqani, maksud dari redaksi ayat “dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan” adalah wahyu, malaikat, dan kemenangan. Ayat itu pun tidak sama sekali menunjukkan tanggal 17 Ramadhan.
Nuzul Al-Quran dan Lailatul Qadar
Secara defenitif perlu dibedakan terlebih dahulu antara pengertian malam lailatul Qadar dengan malam nuzulul Qur’an.
Al-Quran mendefenisikan malam lailatur qadar sebagai malam yang di dalamnya mengandung banyak kemulian, bahkan kemuliaannya melampaui ‘seribu bulan’.
Penjelasan mengenai ‘seribu bulan’ memang debatable: apakah ia menunjuk pada bilangan kuantitas tertentu? atau sebaliknya, apakah penunjukan angka seribu yang secara kualitas terbilang sangat banyak sehingga tidak bisa terhitung betapa banyak kemuliaan yang terkandung pada malam tersebut?
Sebagaimana makna definitifnya, nuzulul quran sendiri berarti malam di mana Al-Quran pada saat itu diturunkan untuk pertama kalinya.
Secara umum para ulama menjelaskan bahwa Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui dua tahapan yakni ketika pada malam Lailatur Qadar dan malam nuzulul quran.
Pada saat malam lailatur qadar, Al-Quran diturunkan 30 Juz sekaligus (jumlatan wahidatan), dari lauhul mahfuz ke langit dunia (baitul Izzah).
Sedangkan, pada malam nuzulul quran Al-Quran diturunkan dari langit dunia kepada Nabi Muhammad. Hal ini terdapat dalam kitab At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an karya Ali Ash-Shobuni halaman 31-32 (Penerbit Dar Ihsan, 2003).
Adakah kemungkinan lain?
Terdapat hadis yang dengan tegas menjelaskan kapan Al-Quran diturunkan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam At-Thabarani, Imam Ibnu Mardawaih, dan Imam al-Baihaqi.
Belakangan, Imam as-Suyuti menukil kembali hadis tersebut dalam kitab al-Jami’ ash-Shaghir dan menghukuminya sebagai hadis berstatus hasan (baik) berdasarkan riwayat Imam at-Thabarani.
Hadis hasan tersebut sebetulnya dapat dijadikan landasan. Rasulullah SAW bersabda:
أُنزِلَتْ صُحُفُ إبراهيمَ عليه السلامُ في أَوَّلِ لَيلةٍ مِن رمضانَ، وأُنزِلَتِ التَّوراةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِن رمضانَ، والإنجيلُ لثلاثَ عَشْرةَ خَلَتْ مِن رمضانَ، وأُنزِلَ الفُرقانُ لأَرْبعٍ وعِشرينَ خَلَتْ مِن رمضانَ.
“Naskah-naskah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan pada tanggal enam bulan Ramadhan. Injil diturunkan pada tanggal tiga belas bulan Ramadhan. Dan al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 di bulan Ramadhan.”
Jadi, ulama mungkin saja berbeda pendapat mengenai tanggal berapa Al-Quran diturunkan. Hal ini tentu berimplikasi pada berbedanya peringatan nuzulul quran di berbagai negara.
Walakin, semua akan bersepakat jika wahyu yang pertama kali turun adalah surat al-’Alaq ayat 1-5 ketika Nabi Muhammad sedang berkhalwat di Gua Hira. (Baca keterangan lebih lanjut dalam Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 15, hlm. 422).
Wallahu a’lam. (AK)