Kemarin, 9 Desember, masyarakat di seluruh dunia memperingati hari anti korupsi Internasional. Peringatan ini dimulai setelah konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Korupsi pada 31 Oktober 2003 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi pada masyarakat dunia melalui resolusi 58/4 PBB menetapkan 9 Desember sebagai hari Anti Korupsi Dunia.
Selain itu juga ditandai dengan desakan majelis kepada semua negara dan organisas integrase ekonomi global untuk penandatangani dan meratifikasi koonvensi PBB melawan Korupsi. Peringatan hari anti korupsi ini sesungguhnya bukan hanya ceremonial, lebih dari itu peringatan hari anti korupsi adalah wahan membangun komitmen bersama melawan korupsi.
Penetapan hari anti korupsi bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat dunia akan dampak dan bahaya korupsi. Dan hal ini juga termasuk membangun kesadaran masyarakat Indoensia. Korupsi disepakati sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Sebagai kejahatan luar biasa, maka perjuangan untuk melawan korupsi adalah tanggungjawab bersama seluruh elemen bangsa dan Negara Indonesia. Untuk memperkuat upaya tersebut maka pemberantasan korupsi disepakati menajdi gerakan bersama.
Kasus Korupsi
Sepanjang tahun 2014 – 2019 menurut data yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri terjadi kasus korupsi di Indonesia terjadi 105 kasus yang melibatkan pejabat tinggi di daerah. 90 diantaranya melibatkan bupati atau walikota dan 15 kasus melibatkan gubernur. Dengan persebaran korupsi Aceh 4 kasus, Bengkulu 3 kasus, Jawa Barat 16 kasus, Jawa Tengah 8 kasus, Jawa Timur 13 kasus. Kalimantan Selatan 1 kasus, Kalimantan Tengah 1 kasus, Kalimantan timur 5 kasus, Maluku Utara 3 kasus, NTB 3 kasus, NTT 2 kasus. Selain itu Papua 5 kasus, Riau 5 kasus, kepulauan Riau 2 kasus, Sulawesi Selatan 2 kasus, Sulawesi Tengah 1 kasus, Sulawesi Tenggara 5 kasus. Sulawesi Utara 3 Kasus, Sulawesi Selatan 6 kasus, Sumatera Uatara 12 kasus, jambi 1 kasus, serta Lampung 3 kasus.
Selain kasus diatas juga terjadi kasus penyalah gunaan anggaran desa, berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2015-2018 terdapat 252 kasus korupsi anggaran desa. Angka ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2015, kasus korupsi yang tercatat sebanyak 22 kasus. Temuan ini meningkat pada tahun berikutnya dengan 48 kasus. Adapun pada tahun 2017 dan 2018, kasusnya sebanyak 98 dan 96 kasus. Dengan total kerugian negara Rp 107,7 miliar.
Kasus korupsi selama ini terjadi sebagai dampak lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan anggaran, terutama pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. selain karena factor politik yang menyebabkan proses penindakan korupsi dalam beberapa kesempatan tersandera.
Gerakan Melawan Korupsi
Akhir-akhir ini gerakan melawan korupsi mengalami tantangan yang massive terutama tantangan dari proses politik. Ditandai dengan revisi UU KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sidang dilaksanakan pada hari Kamis, 5 September 2019. Usulan revisi tersebut langsung disetujui seluruh fraksi di DPR dalam tegat waktu sangat ingkat. Sidang ini menuai kontroversi ditengah masyarakat terutama dikalangan aktivis penggerak anti korupsi.
Revisi dianggap bentuk pelemahan gerakan pemberantasan korupsi utamanya yang dilakukan oleh KPK. subtansi revisi UU KPK, diataranya terkait pembetukan Dewan Pengawas KPK, dalam banyak kajian Dewan pengawas berpotensi melakukan intervensi kerja-kerja KPK.
Selama ini di KPK sudah ada Dewan Pertimbangan yang juga melakukan pengawasan terhadap pimpinan dan pegawai KPK. Didalam struktur KPK juga sudah ada Direktorat Pengawasan Internal yang bekerja melakukan pengawasan di Internal. Dengan posisi KPK saat ini, maka kehadiran Dewan Pengawas bukan hal yang urgen karena bisa memaksimalkan keberadaan dua organ yang sudah ada dalam tubuh KPK yaitu Dewan Pertimbangan dan Deputi Pengawas Internal.
Selain itu hak penyadapan KPK juga batasi, karena harus melalui mekanisme persetujuan Dewan Penagwas. Hal yang juga tidak kalah penting adalah terkait dengan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), salah satu pengaturannya adalah KPK harus menghentikan Penyidikan Perkara jika selama batas waktu yang ditentukan UU tidak dapat melengkapi dengan bukti yang kuat.
Persoalan-persoalan diatas menajdi tantangan bagi gerakan pemberantasan korupsi di Indoensia. Kesepakan menjadikan korupsi sebagai tidak pidana luar biasa bahkan kejahatan kemanusian semestinya menyadarkan kepada kita semua bahwa korupsi adalah musuh bersama yang harus dilawan. Dan momentum peringatan hari anti korupsi 9 desember harus menjadi wahana reflektif dalam pemberantasan korupsi.
Politik sebagi instrument demokrasi semestinya dijadikan alat untuk bersama-sama melawan korupsi bukan justru menyepakai korupsi secara bersama. Hari anti korupsi perlu dijadikan momentum untuk kembali meneguhkan semangat bersama membebaskan Indonesia dari praktik-praktik korupsi. Pertanyaannya, pedulikah kita dengan kondisi bangsa ini? Pedulikah kita dengan agenda pemberantasan korupsi?