Bersedekah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Selain bernilai sebagai ibadah vertikal, yakni ibadah antara seorang hamba dengan Allah Swt, sedekah juga bernilai sebagai ibadah horizontal, yakni ibadah antara seorang hamba dengan hamba yang lain.
Betapa tidak, karena mendapatkan sedekah, kehidupan seseorang bisa terjamin, setidaknya untuk beberapa hari. Oleh karena itu, sedekah tidak hanya sekedar menambah pahala, tetapi juga menambah keberlangsung kehidupan seseorang.
Sayangnya, tidak semua orang mampu mengerjakan ibadah satu ini. Orang-orang yang tidak memiliki keuangan yang cukup, tentu tidak mampu untuk melaksanakan ibadah ini.
Mengenai hal ini Rasulullah pernah memberikan salah satu amalan yang kedudukannya dapat menyamai pahala sedekah. Dalam sebuah hadis riwayat Imam al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra dan juga diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah Saw bersabda:
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى بُرْدَةَ بْنِ أَبِى مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ : فَيَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ. قَالُوا : فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ : فَلْيُمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ
“Wajib bagi setiap muslim untuk bersedekah.” Kemudian beberapa orang bertanya, “Jika kita tidak mampu wahai Rasul?” Rasul kemudian menjawab, “Bekerjalah dengan tangannya sendiri, kemudian bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah.” Mereka kemudian bertanya kembali, “Jika tidak bisa wahai Rasul?” Rasul pun menjawab, “Maka boleh dengan menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan.” Mereka masih saha bertanya, “Jika tidak dikerjakan wahai Rasul?” Rasul menjawab, “Maka boleh dengan meneggakkan kebenaran atau mengatakan yang jujur.” Mereka bertanya kembali, “Jika masih belum bisa melakukan?” Rasul menjawab, “Maka sebaiknya mencegah untuk berbuat kejelekan, karena hal itu bernilai sedekah baginya.” [lihat: Abu Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, (Hederabad: Majelis Dairah al-Maarif, 1344 H), j. 4, h. 188.]
Setidaknya dari hadis di atas, ada empat hal yang bisa dilakukan seseorang sebagai amalan pengganti sedekah.
Pertama, bekerja kemudian dari hasil kerjaan tersebut bisa bermanfaat bagi dirinya kemudian bersedekah.
Kedua, menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan.
Ketiga, menegakkan kebenaran dan berkata jujur.
Keempat, menahan diri agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Berdasarkan hadis tersebut, Badruddin al-Aini dalam Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari menjelaskan bahwa sedekah merupakan bentuk kasih sayang kepada makhluk Allah Swt. Dan bentuk kasih sayang tidak hany dihasilkan dari harta, bisa juga dari amalan atau perilaku kita.
يستفاد منه أن الشفقة على خلق الله تعالى لا بد منها، وهي إما بالمال أو بغيره، والمال إما حاصل أو مقدور التحصيل له والغير، إما فعل، وهو: الإعانة، أو ترك وهو: الإمساك، وأعمال الخير إذا حسنت النيات فيها تنزل منزلة الصدقات في الأجور ولا سيما في حق من لا يقدر على الصدقة، ويفهم منه أن الصدقة في حق القادر عليها أفضل من سائر الأعمال القاصرة على فاعلها
“Dari hadis tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa kasih sayang kepada makhluk Allah merupakan sebuah keharusan. Hal ini bisa dilakukan dengan harta atau sesuatu yang lain. Adapun kasih sayang dengan harta bisa atau mampu bermanfaat bagi pemberi dan yang lainnya (penerima). Dan juga bisa dilakukan dengan amalan atau tindakan, yaitu dengan menolong atau meninggalkan, yakni seperti menahan (agar tidak berbuat jelek kepada orang lain). Adapun perbuatan-perbuatan yang baik jika dilandasi dengan niat yang baik maka setara dengan pahala bersedekah, khususnya bagi orang yang tidak mampu untuk bersedekah. Dan bisa difahami bahwa sedekah yang sesuai dengan kemampuan lebih utama daripada banyak amalan akan tetapi hanya terbatas (manfaatnya) bagi orang yang mengerjakannya saja.” [lihat; Badruddin al-Aini, Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ihya Turats al-Arabi, t.t.), j. 8, h. 312.]
Inti dari pernyataan al-Aini di atas adalah bahwa setiap hal baik, misalnya sedekah sesuai kemampuan jika dilandasi dengan niat baik dan bermanfaat bagi orang lain, maka pahalanya setara dengan pahala sedekah serta lebih baik daripada banyaknya amalan akan tetapi hanya bermanfaat pada diri sendiri.
Menurut al-Aini, keempat amalan ini diurutkan berdasarkan kemampuan seseorang. Sehingga keempat urutan ini bersifat pilihan, yakni seseorang bisa memilih sesuai amalan yang ia mampu. Jika ia mampu mengerjakan semuanya, maka hal itu lebih baik.
واعلم أنه لا ترتيب فيما تضمنه الحديث المذكور، وإنما هو للإيضاح لما يفعله من عجز عن خصلة من الخصال المذكورة، فإنه يمكنه خصلة أخرى، فمن أمكنه أن يعمل بيده فيتصدق، وأن يغيث الملهوف وأن يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر ويمسك عن الشر فليفعل الجميع.
“Perlu diketahui bahwa tidak ada urutan secara khusus untuk poin yang terdapat dalam hadis tersebut. Sebenarnya hal itu merupakan penjelas atas hal yang bisa dilakukan orang yang tidak mampu mengerjakan salah satu amalan dan bisa memilih untuk mengerjakan amalan lain yang ia mampu. Jika memungkinkan untuk melakukan semuanya: bekerja dan bersedekah, menolong orang, menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran serta menahan untuk melakukan perbuatan tercela, maka lakukanlah semuanya.” [lihat; Badruddin al-Aini, Umdatul Qari fi Syarhi Sahih al-Bukhari, j. 8, h. 312.].
Wallahu A’lam