Tafsir Surat Yusuf Ayat 73-75: Ketika Anak Nabi Ya’qub Dituduh Mencuri

Tafsir Surat Yusuf Ayat 73-75: Ketika Anak Nabi Ya’qub Dituduh Mencuri

Tafsir Surat Yusuf Ayat 73-75: Ketika Anak Nabi Ya’qub Dituduh Mencuri
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Tatkala rombongan anak-anak Nabi Ya’qub hendak pulang ke kota mereka, tiba-tiba prajurit kerajaan Mesir menyusul mereka. Para prajurit mengungkapkan bahwa Raja Mesir kehilangan sebuah benda berharga dan mereka ingin memeriksa rombongan tersebut. Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 73-75:

قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ عَلِمْتُمْ مَا جِئْنَا لِنُفْسِدَ فِي الْأَرْضِ وَمَا كُنَّا سَارِقِينَ () قَالُوا فَمَا جَزَاؤُهُ إِنْ كُنْتُمْ كَاذِبِينَ () قَالُوا جَزَاؤُهُ مَنْ وُجِدَ فِي رَحْلِهِ فَهُوَ جَزَاؤُهُ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ

Qaaluu tallaahi laqad ‘alimtumm maa ji’naa linufsida fil ardhi wamaa kunnaa saariqiin. Qaaluu famaa jazaauhu ing kunttum kaadzibiin. Qaaluu jazaauhu maw wujida fii rahlihi fahuwa jazaauhu kadzalika najzidh dhaalimiin

 Artinya:

“Saudara-saudara Yusuf Menjawab, ‘Demi Allah sesungguhnya kamu mengetahui bahwa Kami datang bukan untuk membuat kerusakan di negeri (ini) dan kami bukanlah para pencuri.’ Mereka berkata, ‘Tetapi apa balasannya jikalau kamu betul-betul pendusta?’  Mereka menjawab, ‘Balasannya, ialah pada siapa diketemukan (barang yang hilang) dalam karungnya, maka dia sendirilah balasannya (tebusannya).’ Demikianlah kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang zalim.’” (Surat Yusuf Ayat 73-75) 

Mengelak Dituduh Pencuri

Saat prajurit kerajaan Mesir memberhentikan rombongan anak-anak Nabi Ya’qub, dengan teriakan berisi tuduhan bahwa mereka adalah pencuri, anak-anak Nabi Ya’qub pun mengelak dari tuduhan tersebut. Mereka mencoba memberi penjelasan kepada para prajurit Mesir, bahwa bukankah mereka tahu sendiri bahwa rombongan anak-anak Nabi Ya’qub datang ke Mesir tidak untuk melakukan hal buruk seperti mencuri. Tuduhan para prajurit tersebut menurut mereka amat tidak berdasar.

Imam Al-Alusi dan Imam Ar-Razi mengutip sebuah riwayat yang menyebutkan, anak Nabi Ya’qub tatkala di Mesir sungguh-sungguh menunjukkan bahwa mereka amat menjaga diri dari merampas hak orang lain. Sampai-sampai, mereka membuat semacam penutup pada mulut unta-unta mereka agar tidak sampai memakan tanaman atau makanan milik penduduk mesir.

Masyarakat mesir Juga banyak yang mengetahui bahwa mereka adalah sosok yang amat menjaga diri yang hal-hal yang dilarang agama. Mereka juga rajin melakukan ibadah-ibadah yang menunjukkan kuatnya ketaatan mereka kepada Allah.

Sayangnya penjelasan mereka tersebut tidak lantas dapat membuat para prajurit berhenti mengintrogasi mereka. Para prajurit Mesir justru bertanya pada mereka, bagaimana bila ternyata pembelaan mereka itu tidak sesuai dengan kenyataan yang nanti mereka temukan? Bagaimana bila ternyata para prajurit menemukan bukti bahwa mereka telah mencuri?

Anak-anak Nabi Ya’qub menjawab tantangan para prajurit tersebut dengan menyatakan, bahwa balasan dari pencurian itu adalah diri orang yang barang curian itu ditemukan ada padanya. Jawaban ini mengarah pada hukum dijadikan budak yang akan ditimpakan pada orang yang ketahuan mencuri.

 Syariat Sebelum Nabi Muhammad

Di dalam kisah di atas kita dikenalkan dengan syariat-syariat Allah yang pernah berlaku sebelum diutusnya Nabi Muhammad. Hal ini penting untuk diperhatikan agar tidak dengan ceroboh menggunakan syariat yang ditetapkan pada saat diutusnya Nabi Muhammad, untuk prilaku-prilaku yang ada di dalam kisah para nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad.

Syariat Allah yang berlaku di masa Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf tidaklah seperti di dalam syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Bila di dalam syariat Nabi Muhammad seorang pencuri dapat dikenai hukum potong tangan bila mencuri harta dengan jumlah tertentu, maka di dalam syariat yang berlaku di masa Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf hukuman mencuri adalah dijadikan budak selama setahun. Syariat berupa pencuri dijadikan budak ini menurut Ibnu Katsir adalah syariat yang berlaku semenjak diutusnya Nabi Ibrahim.