Setelah diingatkan Allah SWT, Nabi Yusuf lari dan menjauh dari Zulaikha. Baju Nabi Yusuf ditarik Zulaikha hingga sobek. Saat itulah kemudian ada yang memergoki tindakan mereka berdua. Dalam surat Yusuf ayat 25-26, Allah SWT berfirman:
وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ () قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Wastabaqal baaba waqaddat qamiishahu min duburiw waalfayaa sayyidahaa ladal baabi qaalat maa jazaa’u man araada biahlika suuan illaa any yusjana aw ‘adzaabun aliim. Qaala hiya raawadatnii ‘an nafsii wasyahida syaahidum min ahlihaa ing kaana qamiishahu qudda ming qubuling fashadaqat wahuwa minal kaadzibiin.
Artinya:
“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan Kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu. wanita itu berkata, ‘Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?’ Yusuf berkata, ‘Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya).’ Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, ‘Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka wanita itu benar dan Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta.’ (Surat Yusuf ayat 25-25-26).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, dalam ayat di atas, Allah memberi tahu tentang keadaan Nabi Yusuf dan Zulaikha tatkala hendak keluar dan berlomba menuju pintu. Nabi Yusuf lari menghindar, sementara Zulaikha memintanya kembali ke rumah. Zulaikha akhirnya berhasil menggapai Nabi Yusuf dan memegangi bagian belakang bajunya. Zulaikha berhasil menarik baju Nabi Yusuf hingga terkoyak, sementara Nabi Yusuf terus berlari dan Zulaikha tidak berhenti mengejar.
Saat keduanya berlomba menuju pintu, dari arah pintu sang menteri memergoki apa yang mereka berdua lakukan. Zulaikha pun mulai mengarang cerita agar ia tidak dipersalahkan. Ia menfitnah Nabi Yusuf bahwa Nabi Yusuf lah yang memulai. Nabi Yusuf hendak mengajaknya berbuat serong. Untuk itu, Zulaikha menggiring opini orang tersebut dengan pertanyaan bermuatan tuduhan kepada Nabi Yusuf berupa: “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?”
Dengan ini, Nabi Yusuf pun menerima ujian hidup baru setelah sebelumnya berusaha dibunuh ke-10 saudaranya dan digoda Zulaikha untuk berbuat keji. Ujian hidup tersebut adalah difitnah oleh orang yang seharusnya merawatnya. Dikisahkan bahwa Nabi Yusuf pun menolak fitnah tersebut. Ia menerangkan, kejadian sebenarnya adalah berkebalikan dari yang dituduhkan Zulaikha. Zulaikha lah yang memulai mengajak dirinya berbuat serong.
Jati Diri Sang Saksi
Saling tuduh antara Nabi Yusuf dan Zulaikha pun diselesaikan oleh penjelasan seseorang yang disebut Allah dalam ayat di atas sebagai “seorang saksi”. Sang saksi inilah yang meminta agar mana yang benar diantara Nabi Yusuf dan Zulaikha, dilihat di sebelah mana robekan Nabi Yusuf. Siapakah saksi tersebut? mengapa keputusannya amat dipertimbangkan di antara sang menteri, Nabi Yusuf dan Zulaikha?
Ulama ahli tafsir berbeda pendapat dalam menjawabnya. Ada yang menyatakan bahwa ia adalah sosok lelaki dewasa. Dan ia merupakan keluarga dekat Zulaikha serta sang raja, sekaligus orang kepercayaan sang raja. Maka cukup masuk akal bila ucapan orang tersebut dipertimbangkan oleh mereka bertiga.
Ada yang menyatakan bahwa sang saksi bukanlah sosok lelaki dewasa. Melainkan anak kecil yang diberi kelebihan dapat berbicara. Keadaan si anak yang terbilang istimewa tersebut juga cukup masuk akal membuat ucapannya dipertimbangkan.
Ulama yang meyakini pendapat ini mendasarkan keyakinannya pada hadis shahih yang diriwayatkan diantaranya oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim yang berbunyi:
لَمْ يَتَكَلَّمْ فِى الْمَهْدِ إِلَّا عِيْسٰى وَشَاهِدُ يُوْسُفَ وَصَاحِبُ جُرَيْجٍ وَابْنُ مَاشِطَةَ فِرْعَوْنَ
Tidak berbicara tatkala kecil kecuali Nabi ‘Isa, Saksi Nabi Yusuf, bayi yang menyertai Juraij dan anak Masyithahnya Fir’aun