Dalam surat al-Waqi’ah ayat 63-64, Allah SWT menegaskan tanaman tumbuh atas dasar kuasa Allah, manusia hanya bisa menanam, dan tidak bisa memastikan tumbuh. Pada ayat selanjutnya, surat al-Waqi’ah ayat 65-67, Allah menunjukkan bahwa Dia juga mampu mengahuncurkan tanaman dan tumbuh-tumbuhan dan Allah juga menceritakan bagaimana respon manusia ketika melihat tanaman itu hancur karena tidak sesuai dengan keinginannya. Allah SWT berfirman:
لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ () إِنَّا لَمُغْرَمُونَ () بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ
Law nasyaau laja’alnaahu huthaman fadhaltum tafakkahuun. Innaa lamughramuun. Bal nahnu mahruumuun.
Artinya:
“Kalau Kami berkehendak, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang. (Sambil berkata): Sesungguhnya Kami benar-benar menderita kerugian. Bahkan Kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa.” (QS: Al-Waqi’ah ayat 65-67)
Allah mengajak manusia untuk berpikir bahwa manusia hanya bisa menanam dan tidak mampu menjamin dan memastikan apakah tanaman itu akan tumbuh sesuai dengan yang diinginkan atau tidak. Allah mengingatkan bahwa Dia bisa menghancurkannya sehingga membuat manusia terheran-heran. Manusia terheran-heran sebab kerja keras mereka dalam menanam menjadi tidak berguna.
Imam Fakhruddin Al-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan, ayat 65 dapat menjadi sanggahan bagi orang yang tidak mengakui bahwa mereka hanya bisa menanam dan Allah lah yang menumbuhkan berdasar ayat 63. Allah menyanggahnya dengan menyatakan bahwa benih itu sendiri tidak akan bisa melindungi dirinya sendiri dari hama yang menyerangnya. Manusia juga tidak dapat melindungi mereka. Sekali Allah berkehendak membuat benih itu tidak dapat tumbuh, tumbuh tapi tidak menghasilkan bulir padi, atau tumbuh menghasilkan bulir padi namun mati sebelum biji mengeras, maka terjadilah apa yang Allah kehendaki. Tanpa bisa ditolak atau dihindari siapapun.
Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa, ayat 65 menunjukkan Allah sedang menyatakan bahwa tanaman yang tidak dihancurkan oleh Allah adalah bentuk rahmat bagi hamba-Nya. Imam Ibnu Katsir menafsiri ayat 65 dengan pernyataan: “Maknanya, Kami menumbuhkannya dengan sifat halus serta rahmat Kami. Dan Kami membuatnya tetap begitu sebagai rahmat untuk kalian. Andai Kami mau, Kami akan membuatnya mengering”. Oleh karena itu, seharusnya manusia bersyukur bila tanaman mereka dapat melahirkan hasil panen yang memuaskan.
Ayat 66-67 merekam kemungkinan bagaimana tanggapan manusia saat mengetahui bahwa benih yang mereka tanam, tumbuh tidak sesuai kehendak mereka. Mereka bisa saja berkata: “Kami merugi. Kami tidak mendapatkan apa-apa.” Ini menunjukkan, bahwa manusia saat mendapati hasil pekerjaan mereka tidak sesuai dengan yang mereka inginkan, akan sampai pada satu titik dimana mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengakui ketidak mampuan mereka.
Ungkapan “Kami merugi. Kami tidak mendapatkan apa-apa” secara tidak langsung menunjukkan pengakuan, bahwa mereka sedang terhalang dari rezeki yang mereka harapkan. Mereka tidak bisa sekehendak hati memperolehnya sebagaimana mereka dengan sekehendak hati, bekerja keras membuka jalan kemungkinan benih yang mereka tanam dapat tumbuh dengan baik. Mereka terheran-heran, ternyata usaha tidak menjamin hasil yang mereka peroleh.