Dalam surat al-Waqi’ah ayat 47-48 disebutkan bahwa penghuni neraka adalah orang yang tidak percaya dan meragukan adanya hari kebangkitan. Menurut mereka, bagaimana mungkin orang yang sudah meninggal, menjadi tanah dan tulang-belulang dibangkitkan kembali, khususnya orang-orang terdahulu yang sudah lama meninggal. Jawaban terhadap keraguan mereka itu dijelaskan dalam surat al-Waqi’ah ayat 49-50 sebagai berikut:
قُلْ إِنَّ الأوَّلِينَ وَالآخِرِينَ () لَمَجْمُوعُونَ إِلَى مِيقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُومٍ
Artinya:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian. Benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal. (QS: Al-Waqi’ah ayat 49-50)
Lafaz qul (katakanlah) ditujukan kepada Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu. Dan Beliau diminta menyampaikannya kepada masyarakat Mekah. Hal ini untuk menjawab keraguan mereka tentang hari kebangkitan, baik bagi umat terdahulu ataupun umat yang paling akhir meninggal.
Penyebutan lafaz awwaliin (orang terdahulu) lebih dahulu daripada akhiriin (orang akhir), menurut Imam Al-Alusi, sebagai bentuk sanggahan terhadap keraguan bahwa mana mungkin leluhur yang sudah mati ratusan tahun lalu, bisa kembali dibangkitkan. Allah menyatakan, tidak perduli entah itu sudah mati ratusan tahun atau ribuan tahun lalu, mereka kelak akan dibangkitkan kembali dan berkumpul dengan yang nantinya mengalami kematian. Sehingga jarak kematian tidak menjadi soal karena Allah memiliki kuasa untuk membangkitkan manusia.
Sementara lafaz majmunguuna menurut Imam Ibn ‘Asyur menunjukkan waktu dibangkitkannya manusia kelak. Seluruh manusia tidak dibangkitkan dengan bertahap sebagaimana saat kematian, tapi semuanya akan dibangkitkan dalam waktu yang sama dan mereka dikumpulkan bersama-sama.
lafaz miqaat maknanya menurut Imam Al-Mahalli adalah waktu. Sedangkan yaumim ma’luum maknanya adalah hari kiamat. Ini menjawab pertanyaan bahwa kapan manusia dibangkitkan? Yaitu di suatu waktu saat proses terjadinya hari kiamat. Terkait hal ini, seperti yang diungkapkan Imam Ar-Razi, dibangkitkannya seluruh manusia dan dikumpulkan dalam satu hari adalah satu kejadian yang amat mengagumkan. Dan ini lebih mengagumkan dari sekedar kejadian dibangkitkannya manusia yang dipertanyakan oleh para calon penghuni neraka.
Allah berfirman di ayat lain terkait hari dibangkitkannya manusia:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِمَنْ خَافَ عَذَابَ الآخِرَةِ ذَلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ وَذَلِكَ يَوْمٌ مَشْهُودٌ () وَمَا نُؤَخِّرُهُ إِلا لأجَلٍ مَعْدُودٍ () يَوْمَ يَأْتِ لا تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلا بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
Artinya:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). Dan Kami Tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu. Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” (QS: Huud ayat 103-105)
Wal hasil, ayat 49-50 menjelaskan tentang perintah Allah SWT terhadap Nabi Muhammad agar memberi jawaban kepada orang yang meragukan bahwa mereka akan dibangkitkan dan dikumpulkan di hari akhirat nanti. Jawaban yang diberikan tidak bertujuan untuk memuaskan, dengan cara memberikan argumen yang kuat dan masuk akal terkait hari kebangkitan, lebih dari itu, jawaban yang diberikan ingin menjelaskan kalau seluruh manusia pasti dibangkitkan dan dikumpulkan dalam satu hari. Sementara argumentasi bantahan terhadap orang yang tidak percaya hari kebangkitan sudah dijelaskan dalam surat al-Waqi’ah ayat 57.