Dalam surat al-Waqi’ah ayat 41, Allah menjelaskan bahwa sebagian besar penghuni neraka adalah orang yang gemar berfoya-foya dan tidak memikirkan kehidupan akhirat. Mereka inilah yang kelak mendapatkan siksaan yang sangat pedih di akhirat. Kemudian pada ayat selanjutnya, surat al-Waqi’ah ayat 46, Allah SWT berfirman:
وَكَانُوا يُصِرُّونَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيمِ
Wa kaanuu yushirruuna ‘alal khintsil ‘adziim.
Artinya:
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar. (QS: Al-Waqi’ah ayat 46)
Ibnu Katsir menafsirkan kata yushirruna dengan makna mereka tuli dan tidak memiliki niat untuk bertaubat. Ibnu Asyur menjelaskan lebih detail, yushirruna berati senantiasa memegang akidah syirik dan enggan menjauhkan diri dari kemusyrikan. Mereka tidak membuka kemungkinan-kemungkian adanya kesalahan dalam kemusyrikan. Dalam ayat di atas, bentuk kata yang digunakan adalah fi’il mudhari’ (yushirruna), menurut Ibnu Asyur, ini menunjukkan kemusyrikan adalah sesuatu yang terus-menerus mereka yakini dan dijadikan kebiasaan.
Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mau membuka diri dengan akidah yang benar, ini berbeda dengan non-muslim yang masih mau membuka diri dan mencari kebenaran melalui diskusi dan perdebatan. Karenanya, mereka tidak masuk dalam sasaran ayat ini, sebab keinginan mereka untuk diskusi, tukar pikiran, mendalami akidah yang benar menunjukkan bahwa mereka tidak menutup telinga dari kebenaran akidah lain di luar yang mereka yakini.
Begitu pula dengan orang yang sedang menempuh tahapan pencarian kebanran, misalnya ada orang yang belum beragama Islam, tapi sudah memiliki kecenderungan dan kesesuian dengan Islam, mereka ini sebaiknya didakwahi dengan cara yang halus dan bijak. Jangan dakwahi mereka dengan cara yang kasar atau tidak sopan, apalagi mengklaim mereka sebagai orang yang tidak mendapatkan hidayah dan pasti masuk neraka.
Berikutnya, kata al-khintsi ditafsirkan oleh Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain dengan makna dosa. Sehingga al-khintsil ‘adzim artinya dosa besar. Di antara dosa besar itu adalah menjadikan berhala sebagai sesambahan atau menyembah tuhan selain Allah. Jadi, yang dimaksud dengan dosa besar dalam surat al-Waqi’ah ayat 46 ini adalah dosa syirik. Pemahaman ini didukung oleh hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari ketika Rasulullah ditanya sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud tentang dosa besar, Rasulullah menjawab, “Engkau menuduh Allah memiliki sekutu, padahal Dia yang menciptakanmu” (HR: Bukhari).
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS: luqman ayat 13)
Pesan utama dari ayat 46 ini adalah agar kita tidak menyekutukan Allah SWT, apalagi sampai menutup telinga, mata, dan hati untuk tidak menerima kebenaran. Semoga kita termasuk orang yang dijauhi dari siksaan api neraka.