Kiamat pasti terjadi. Gambarannya juga dijelaskan dalam al-Qur’an. Salah satunya dalam surat al-Waqi’ah ayat 4 sampai 6. Pada ayat sebelumnya dinyatakan kiamat akan terjadi dan tidak ada satu pun orang yang bisa mendustai dan mengingkarinya, pada ayat ini Allah SWT berfirman:
إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا () وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا () فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا
Idza rujjatil ardu rajja. Wabussatil jibalu bassa. Fakanat haba’an munbatstsa.
Artinya:
“Apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya. Dan gunung-gunung dihancur-luluhkan seluluh-luluhnya. Maka jadilah ia debu yang beterbangan. (QS: Al-Waqi’ah ayat 4-6)
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain menyatakan bahwa kata idza (apabila) dalam ayat 4 di atas, adalah kata ganti dari kata yang sama di ayat 1. Kedua-duanya sama-sama menjelaskan bagaimana kelak terjadinya Hari Kiamat tidak bisa didustakan oleh siapapun, sebagaimana yang disinggung dalam ayat 2. Sehingga secara tak langsung Allah menyatakan, saat Hari Kiamat tiba (berupa hancurnya bumi seisinya), maka manusia tidak dapat mendustakan lagi keberadaan Hari Kiamat.
Imam al-Mahhali menyatakan bahwa kata kerja rujjat maknanya adalah hurrikat harakatan syadidatan (digerakkan atau digoncangkan dengan hebat). Sedang makna kata kerja bussat maknanya adalah futtitat (dihancurkan atau diremukkan). Dan kata munbatstsa maknanya adalah muntasyira (terpisah-pisah dengan sendirinya tanpa bantuan angin).
Kata kerja berupa rujjat dan bussat sama-sama diikuti oleh kata yang berasal dari akar kata yang sama namun berbeda bentuk; yaitu bentuk masdar. Kata rujjat diikuti oleh rajja, dan bussat diikuti oleh bassa. Penyebutan masdar seperti ini menurut Imam Ar-Razi dan Ibn ‘Asyur berfaidah menguatkan makna kata kerja sebelumnya. Dalam artian, sang pengucap secara tidak langsung menyatakan, bahwa digoncangkannya bumi serta diluluh lantakkannya gunung, adalah sesuatu yang tak sepatutnya diabaikan.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, ketiga ayat di atas menunjukkan: pertama, kelak di hari kiamat gunung-gunung akan bergeser dari tempatnya; kedua, dihilangkan, digerakkan, dicabut serta dirubahnya gunung-gunung adalah bak bulu-bulu yang dihambur-hamburkan. Sebagaimana firman Allah:
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
Watakunul jibalu kal’ihnil manfusy
Artinya:
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan.” (QS: Al-Qari’ah ayat 5)
Walhasil, dalam ayat 4-6, Allah menyebutkan dua benda, yaitu bumi dan gunung. Bumi mengalami gempa hebat, sedang gunung-gunung hancur lebur. Hancurnya gunung sebenarnya mengarah pada gambaran kuatnya goncangan yang dialami bumi. Secara tidak langsung dinyatakan, bahwa pada hari kiamat bumi mengalami gempa sehingga meluluh lantakkan gunung-gunung yang berdiri kokoh padanya. Dan hancurnya gunung membuat ia menjadi debu-debu yang berterbangan, seperti yang terkandung pada ayat 6.