Al-Qur’an dan Islam yang dibawa Nabi itu tidak membuat orang musyrik beriman, mereka malah ingkar dan meminta kepada Rasulullah SAW agar didatangkan kepada mereka hukuman Allah yang telah berlaku bagi orang-orang terdahulu berupa kebinasaan, atau didatangkan kepada mereka azab yang nyata. Allah SWT berfirman:
وَما مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جاءَهُمُ الْهُدى وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلاَّ أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذابُ قُبُلاً
Wa ma mana‘an nasa ay yu’minu idz ja’ahumul huda wa yastaghfiru robbahum illa an ta’tiyahum sunnatul awwalina aw ya’tiyahumul ‘adzabu qubula
Artinya:
“Tak ada apapun yang dapat mencegah manusia untuk beriman ketika hidayah datang pada mereka dan mereka meminta ampun pada Tuhan, kecuali sunah (hukuman) orang-orang terdahulu datang pada mereka atau azab yang datang pada mereka secara bertubi-tubi.” (QS: Al-Kahfi Ayat 55 )
Imam Ibnu ‘Athiyyah dalam tafsir al-Muharrar al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz berpendapat bahwa manusia yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang kafir di masa Rasulullah yang menentang dan mendustai syariat yang dibawa Rasulullah. Sementara itu, sunnatal awwalin ‘sunah orang terdahulu’ yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bencana berupa banjir, tersambar petir, gelap gulita, dan tiupan angin kencang yang merupakan azab yang disegerakan di muka bumi bagi orang-orang yang tidak beriman pada masa sebelum Islam datang.
Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi dalam kitab tafsirnya menyampaikan, sebelum Islam datang, Allah menyelamatkan akidah orang-orang yang bertauhid itu dengan cara langsung mengazab mereka. Akan tetapi, pada masa Nabi, hal itu terjadi lagi. Nabi terus berdakwah dan menyampaikan wahyu Allah. Syariat jihad dan perang bukan untuk membasmi manusia, akan tetapi untuk mempertahankan kebebasan dalam menjalankan agama yang diyakini.
Imam al-Qurthubi dalam al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an menyampaikan bahwa orang-orang musyrik yang tidak beriman pada agama yang dibawa Nabi selalu saja menantang diturunkan azab pada mereka. “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih,” itulah kalimat tantangan mereka pada Nabi sebagaimana tercatat dalam surah al-Anfal ayat 32.
Menurut Imam al-Baghawi dalam Ma‘alim al-Tanzil fi Tafsiril Qur’an, terdapat tiga penafsiran terkait makna au ya’tiyahumul ‘adzabu qubula. Pertama, azab datang pada mereka yang menantang kebenaran dari Allah secara nyata. Kedua, qubula berarti ‘azab datang secara tiba-tiba’. Ketiga, azab datang secara bertubi-tubi, silih berganti dari jenis azab satu ke azab lainnya saat manusia yang tidak beriman itu masih hidup. Penafsiran yang ketiga inilah yang penulis pilih dalam terjemahan di atas.