Allah Swt. berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (Q.S Al-Baqarah: 21)
Dalam kitab Ad-Durarul Mantsur karya Imam as-Suyuthi (w. 911 H) mengutip Imam Ibnu Ishaq, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, dan Imam Ibnu Abi Hatim, bahwasanya Sayyidina Ibnu Abbas menafsirkan firman-Nya “Wahai manusia!” -dalam ayat itu-, Maknanya ialah wahai orang-orang yang beriman (mukmin) dan orang-orang yang ingkar (kafir), “Sembahlah Tuhanmu” bermakna esakanlah Tuhanmu.
Artinya, esakanlah Allah SWT dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Janganlah kalian mengambil sesuatu apapun untuk kalian jadikan sesembahan. Sedangkan dalam Tafsir Ath Thabari, kata “Sembahlah” dimaknai sebagai ibadah. Ibadah artinya menyerahkan diri kepada Allah dengan ketaatan dan merendahkan diri kepada-Nya dengan kepatuhan kepada-Nya.
Imam Ibnu Atha’illaah As Sakandariy memberikan definisi yang berbeda mengenai ibadah. Beliau berkata, “Allah memaklumi lemahnya semangat hamba-hamba-Nya untuk berinteraksi kepada-Nya. Maka Allah pun mewajibkan adanya ketaatan (peribadatan) untuk hamba-hamba-Nya, sehingga Allah Swt. arahkan mereka kepada-Nya (kasih sayang dan cinta-Nya) dengan belenggu kewajiban (untuk beribadah).”
Dapat kita pahami bahwasanya ibadah adalah suatu bentuk perhatian Allah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka selalu dinaungi oleh kasih sayang dan cinta-Nya. Dengan kalimat lain, ibadah adalah interaksi antara hamba dengan Tuhannya supaya hamba tersebut dinaungi oleh kasih sayang dan cinta dari Tuhannya.
Kalau kita sudah memahami bahwasanya adanya kewajiban ibadah adalah bentuk perhatian Allah kepada kita selaku hamba-Nya, maka bersemangat lah kita dalam memperoleh perhatian-Nya tersebut.
Dalam ayat tersebut, manusia diperintahkan untuk menyembah Tuhan yang telah menciptakan mereka dan orang-orang sebelum mereka. Kata yang digunakan dalam ayat tersebut ialah “Rabb”, hal ini memberikan pengertian bahwa Allah SWT yang menciptakan manusia, mengembangbiakkannya, merawatnya, menjaganya, memeliharanya, dan memberikannya nikmat agar mereka dapat melaksanakan kewajibannya sebagai manusia.
Pesan yang ingin disampaikan dengan kata tersebut ialah bahwasanya hal-hal yang berkaitan dengan penghidupan manusia adalah urusan Allah SWT, seperti halnya rezeki dan nikmat serta hidup dan matinya seseorang. Manusia harus memfokuskan dirinya untuk beribadah kepada Allah.
Perlu diingat termasuk beribadah kepada Allah Swt. ialah bersosialisasi dengan masyarakat secara baik, mencari nafkah untuk keluarganya, menolong sesama manusia, dan ibadah-ibadah sosial lainnya.
Allah Swt. mengakhiri ayat ini dengan tujuan akhir dari ibadah, yakni takwa. Hasil yang diperoleh oleh seorang hamba yang beribadah kepada-Nya ialah ketakwaan. Takwa ialah mengerjakan perkara-perkara yang dapat mendatangkan ridha Allah, baik perkara itu zahir maupun batin, dan meninggalkan perkara-perkara yang dapat mendatangkan murka-Nya, baik perkara itu zahir maupun perkara itu adalah perkara batin.
Otomatis seseorang yang benar dalam ibadahnya ia akan bersikap sebagaimana sikapnya orang-orang yang bertakwa. Sikap orang-orang yang bertakwa ialah mereka menunaikan hak-hak Allah dan menunaikan hak-hak makhluk-Nya Allah. Maka, orang-orang yang benar dan baik ibadahnya niscaya ia akan memiliki budi pekerti yang saleh.
Wallahu a’lam