Salah satu kebiasaan orang Indonesia adalah suka menyambung-nyambungkan atau cocokologi suatu peristiwa dengan dalil-dalil, baik berupa Al-Qur’an atau Hadist. Termasuk soal cocokologi peristiwa corona yang menggemparkan warga dunia saat ini.
Ayat yang digunakan sebagai cocokologi yang menjadi perbincangan saat ini adalah Surat Al Ahzab ayat 33, yang berbunyi sebagai berikut: Wa qorna fi buyutikunna wa la tabarrajna tabarrujal jahiliyyatil ula wa aqimnash sholata wa atinaz zakata wa athiqnallaha wa rasulahu, innama yuridullahu liyudzhiba ‘ankumurrijza ahlal baiti wayuthohhirakum tadhhira.
Artinya,” Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Dalam surah Al-Ahzab ayat 33 di atas terdapat kalimat “Wa Qarna fi buyutikunna”, yang memberi arti dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. Tidak sedikit yang mengatakan ini bukti virus corona ada dalam Al-Qur’an. Ada pula yang mengaitkan kata tersebut dengan anjuran pemerintah untuk tetap tinggal di rumah karena virus corona. Lantas apakah ini sesuai dengan peristiwa corona yang sedang melanda dunia saat ini?
Dalam hal ini setidaknya ada hal positif yang terjadi, yaitu banyak orang membuka Al-Qur’an, mencari, dan membaca ayat-ayat-Nya hingga sampai pada surah Al-Ahzab ayat 33. Tetapi terdapat sisi negatif yang harus diluruskan. Yaitu memberikan penafsiran pada Al-Qur’an tidaklah bisa dilakukan setiap orang, dan tidak cukup jika hanya melihat terjemahannya saja. Terdapat syarat siapa-siapa saja yang berhak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Tentu saja dalam hal ini yang berwenang adalah para mufassir, yang memiliki kapasitas keilmuan untuk menafsirkan ayat al-Qur’an.
Jika kita telaah dalam surah Al-Ahzab ayat 33 melalui ilmu tasrif bab i’lal, kata Wa Qarna–yang banyak orang mengartikan corona–yang padahal tidak ada kaitannya sama sekali dengan penyakit corona yang mewabah saat ini. Huruf wawu di sana adalah wawu athaf, qarna sendiri adalah satu kalimat dalam dua kata. qar mempunyai asal kata qarra–yaqarru, dalam kamus Al-Munawwir memberikan arti menetap, qar dalam fi’il amr berarti memberikan petunjuk atau perintah. Dan Na sendiri adalah nun an-Niswah fa’il yang menunjukkan orang yang diperintahkan, yaitu menggunakan dhomir hunna, perempuan-perempuan banyak. Sedangkan kata qarana dalam kamus-kamus itu artinya mengikat atau menyatukan.
Padahal ayat ini tidak memuat kata qarana yang bermakna menyatu, menyertai dan seterusnya. Tapi Al-Quran menyebut kalimat yang berbunyi wa-qarna atau wa-qirna (dan menetaplah kalian perempuan) fii buyuutikunna (di rumah-rumah kalian). Jadi kalimat wa qarna adalah perintah untuk perempuan- perempuan untuk menetap atau berdiam diri. Bukan corona/covid 19.
Tafsir Surah Al-Ahzab Ayat 33
Prof. M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa di dalam ayat tersebut, Islam tidak menganjurkan perempuan untuk keluar rumah kecuali untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat perlu, dimana pekerjaan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat.
Dengan kondisi global yang tidak menentu, terkadang perekonomian keluarga seringkali kurang, dengan kata lain tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi jika ada yang punya anak banyak, semuanya sekolah, dan perlu membayar kebutuhan untuk pendidikan. Dengan kondisi seperti itu, maka perempuan tidak keliru apabila bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Hal ini juga berlaku apabila sang suami sudah bekerja tetapi hasil yang didapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka peran perempuan bisa membantu menopang perekonomian keluarga.
Jadi secara garis besar dalam surah Al-Ahzab ayat 33 ini membicarakan hak-hak perempuan sebagai seorang istri yang sekaligus juga membicarakan hak-hak perempuan yang ingin berkarir. Bukan membicarakan virus corona yang menggemparkan dunia itu. Al-Qur’an diturunkan supaya kita dapat petunjuk hidup, tapi bukan dengan cara cocokologi, otak-atik gathuk yang malah justru menyesatkan. Wallahhu a’lam.