Dalam interaksi sosial antar sesama masyarakat dunia, agama Islam mengajarkan untuk tetap menjaga adab dan kesopanan sosial. Ini berlaku untuk siapa saja, bagi mereka yang memiliki jabatan atau tidak semua harus saling beradab satu sama lain. Namun, fakta lapangan mengatakan hal yang berbeda. Tidak sedikit orang-orang yang memiliki jabatan berlaku pongah kepada orang-orang kecil, bahkan sebaliknya pun sama.
Menyoal adab dan kesopanan dalam Islam, Al-Qur’an telah menegaskan bahwa hukum sosial atau adab dan kesopanan itu tidak mengikat kepada satu kelas, atau satu kelompok saja, melainkan melibatkan semua warga dunia. Bahkan, pemuka agamapun, diminta untuk memiliki adab sosial.
Al-Qur’an menegaskan sebagai berikut
فَبِما رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal. (Q.S. Ali Imran: 159).
Baca juga : Mahfud MD Peringatkan Bahaya Pelanggaran Konstitusi: Putusan MK Adalah Tafsir Resmi Konstitusi
Ayat di atas menurut beberapa kalangan tafsir berkenaan mengenai orang-orang yang mundur dari pasukan perang Nabi Muhammad. Nabi Muhammad tidaklah berkata dengan ucapan yang keras, tetapi berbicara kepada mereka dengan perkataan yang lemah lembut. Nabi Muhammad telah mencontohkan, pentingnya nilai kesabaran dan berkata lemah lembut. (Tafsir Mafatih al-Ghaib 9/405)
Demikian itu Nabi Muhammad SAW adalah seorang utusan Allah yang diberikan kemuliaan luar biasa oleh Alllah tetapi tetap harus mengikuti ajaran Al-Qur’an menyangkut tata krama sosial.
Ini artinya, sekalipun Nabi memiliki status sosial yang dihormati, jika Nabi Muhammad tidak menunjukkan tata krama yang baik kepada orang lain, maka masyarakat pun bisa enggan untuk menghormati. Pun sama halnya ketika masyarakat entah dosen, pejabat publik hingga pemuka agama sekalipun jika saja tidak bisa menjaga sikap baik dalam pergaulan sosialnya, orang-orang di sekitarnya akan hilang rasa hormat.
Nah ayat di atas hendak menegaskan tersebut, semua orang siapapun itu, semua warga dunia
hendaknya menjaga tata krama sosial.
Nabi Muhammad SAW pun pernah berujar sebagaimana berikut :
وقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: لَا حِلْمَ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ حِلْمِ إِمَامٍ وَرِفْقِهِ وَلَا جَهْلَ أَبْغَضُ إِلَى اللَّهِ مِنْ جَهْلِ إِمَامٍ وَخَرَقِهِ
Rasulullah bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah daripada kebaikan dan kasih sayang seorang imam, dan tidak ada sesuatu yang lebih dibenci oleh Allah daripada kejahilan dan kecerobohan seorang imam” demikian kutip Imam Fakruddin ar-Razi dalam Tafsir Mafatih al-Ghaibnya. (9/407)
Dalam konteks kekinian di Indonesia, pesan Al-Qur’an mengenai tata krama sosial ini tetap relevan. Sebagai warga dunia, Indonesia memiliki beragam umat beragama dan bermacam etnis. Maka adalah keharusan tata krama sosial menjadi pedoman hidup bersama. Di ruang-ruang publik, misalnya, seringkali kita melihat bagaimana perilaku yang tidak menghargai martabat orang lain—baik melalui ucapan maupun tindakan—justru menjadi hal yang lumrah.
Baca juga : Tafsir Surat Al-Hujurat [49]:13; Merajut Kebhinekaan dan Merawat Keragaman
Padahal, sebagaimana ajaran Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, tata krama sosial tidak mengenal strata atau posisi. Semua orang, baik yang berada di posisi atas maupun bawah, dituntut untuk menjaga kesopanan sosial.
Karenanya, penting bagi kita sebagai warga dunia, khususnya masyarakat Indonesia untuk merefleksikan kembali ajaran Islam tentang tata krama sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dari tingkat keluarga, sekolah, tempat kerja, hingga media sosial, tata krama sosial yang baik dapat menjadi landasan untuk menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan saling menghormati.