Busan adalah sebuah kota pelabuhan dan metropolitan di sebelah tenggara Korea Selatan. Dengan populasi sekitar 4.000.000 jiwa, Busan menjadi kota kedua terbesar di Korea Selatan setelah Seoul, dan salah satu dari tiga pelabuhan tersibuk di dunia. Busan terletak di muara Sungai Nakdong, yang mengalir sepanjang 700 km dari pedalaman Semenanjung Korea.
Busan dikelilingi oleh lautan di tiga sisi sehingga pesisir kota ini terkenal sebagai objek wisata. Pantai yang terkenal di Busan antara lain Haeundae, Gwang-anli dan Dadaepo.
Sebagai kota pelabuhan terbesar di Korea, setengah dari ekspor Korea dikapalkan dari Busan. Bersama Pohang, Ulsan, Kimhae, Masan dan Jinju, Busan adalah pusat industri di bagian selatan.
Sebagai salah satu kota terpenting dengan pelabuhan terbesar di Korea Selatan, tak heran jika Busan lebih dikenal dengan kota pelabuhan. Namun Anda salah jika berkunjung ke Busan hanya akan melihat tumpukan kontainer, kapal, dan peralatan berat lainnya di kota ini. Sebab Busan adalah kota yang dirancang pemerintah Korea Selatan sebagai tempat wisata penghasil devisa negara dari para wisatawan berbagai dunia yang meningkat setiap tahunnya.
Kota Busan memiliki empat musim, yaitu musim semi (Maret-Mei), musim panas (Juni-Agustus), musim gugur (September-November) dan musim dingin (Desember-Febuari).
Busan akan mengadakan berbagai festival tahunan sesuai dengan musim yang berlangsung. Festival terbanyak ada di musim panas dan musim gugur, misalnya: Festival bangunan pasir, Festival Film Busan, Festival laut dan ikan, serta Festival Kembang Api. Panduan musim ini juga penting bagi kesiapan dan perlengkapan (pakaian) yang kita bawa selama berwisata ke Busan.
Untuk mencapai ke kota ini, kita bisa menempuh jalur udara (pesawat) melalui bandara Gimhae. Serta jalur darat melalui transportasi Kereta api cepat (KTX) selama 2 jam atau bis selama 5 jam dari kota Incheon.
Sebagai model transportasi, kereta-kereta supercepat ini punya banyak kelebihan. Daya angkutnya yang besar dan yang paling penting dengan kenyamanan yang sama, polusi yang dihasilkan bisa sepersepuluh lebih kecil dibanding dengan pesawat terbang. Kereta-kereta ini diantaranya masih menggunakan roda-roda konvensional tetapi didukung dengan mesin yang canggih, dan yang terbaru menggunakan teknologi superconducting magnetic levitation (maglev train) yang melayang di atas rel.
Perjalanan dari Seoul ke Busan ditempuh dalam waktu tiga jam lebih dikit, sih. Saya memilih jadwal keberangkatan pukul 12.40. Sekitar pukul 15.50 sampailah saya di kota Busan.
Di kota-kota Korea, tidak terlalu sulit mencari masjid. Pasalnya masjid masih terhitung lumayan. Sampai sekarang ada sekitar 21 masjid/islamic center yang tersebar di beberapa pusat kota di Korea, yang seluruhnya dibawah koordinasi oleh KMF. Salah satunya adalah Masjid Al Fatah di kota Busan.
Masjid Busan merupakan masjid kedua yang didirikan di Korea Selatan. Dibangun pada tahun 1980, dengan dukungan dana dari Ali Fellaq, mantan Menteri Keuangan Libya. Masjid ini berada di 30-1 Namsan-dong Keumjeong-ku, Busan. Di masjid ini, pengunjung tidak hanya dapat melaksanakan ibadah shalat dan mengaji, tetapi juga dapat mempelajari lebih banyak mengenai Islam di Korea Selatan.
Keseharian Masjid alfatah sangat aktif. Masjid ini aktif didatangi orang Indonesia, khususnya para TKI dan mahasiswa Indonesia untuk beribadah. Saking banyaknya TKI dan mahasiswa, Imam masjid busan memberi satu petak tanah di halaman belakang untuk untuk dijadikan koperasi TKI.
Di masjid Al-Fatah, Shalat lima waktu dijalankan tiap hari. Bahkan pada Bulan Ramadhan shalat Tarawih, berbuka puasa, dan sahur bersama giat diadakan di masjid ini.
Jamaah dapat bertemu dan bertanya banyak hal kepada imam. Masjid ini juga menyediakan perpustakaan yang memberikan banyak bahan dan materi audio yang dapat dipinjam.
Jumlah Muslim Indonesia di Busan, Korea Selatan sangatlah banyak. Sebagian besar mereka adalah para pekerja (TKI dan TKW) yang bekerja di bidang industri Korea. Sebagian lainnya adalah para mahasiswa dan mahasiswi yang menuntut ilmu di perguruan tinggi seperti Pusan National University, Pukyong National University dan Kyungsung University. Orang Indonesia yang berkumpul di Masjid Al-Fattah Busan berasal dari berbagai daerah, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Sebagai minoritas di Busan, muslim dan muslimah Indonesia terdorong untuk saling mengingatkan dan menguatkan persaudaraan (ukhuwah) selama tinggal di Busan. Kejenuhan dan kegersangan rohani sepanjang waktu, baik saat bekerja dan belajar, mampu luruh ketika berkumpul bersama di Masjid Al-Fattah Busan.
Di Masjid ini ada organisasi independen yang bernama Persaudaraan Umat Muslim Indonesia Al-Fatah (Pumita) yang didirikan pada 19 Agustus 2001. Organisasi inilah yang mengkoordinasikan seluruh muslim Indonesia selama di Busan, baik melalui kegiatan yang dilaksanakan di Masjid maupun kegiatan di luar Masjiid.
Ada banyak sekali kegiatan yang diadakan rutin oleh Pumita ini, antara lain :
Yasinan, pengajian, pembahasan fiqih, dan olahraga bersama bahkan disetiap akhir minggu setelah sholat fardu diadakan kultum. Selama Ramadhan, PUMITA mengadakan pesantren kilat meliputi lomba qiro’atil qur’an, lomba adzan, lomba baca puisi, lomba pidato dan tadarus Al- Qur’an.
Sebagai bukti kepedulian terhadap sesama anggota, PUMITA cabang Indonesia melakukan berbagai macam kegiatan sosial, seperti penggalangan dana untuk Gempa Jogja 2006, penyaluran zakat untuk wilayah Jawa-Sumatra, sunatan massal 2009 jogjakarta, bantuan gempa situ gintung serta bantuan untuk panti asuhan yatim piatu dan pembangunan masjid di Indonesia.
Pumita sebagai salah satu organisasi warga negara Indonesia di Korea Selatan yang bernafaskan Islam dan berdomisili di Busan berusaha melakukan pembianaan dakwah Islam guna menangkal pengaruh budaya yang kurang baik. Berbagai kegiatan positif pun ditawarkan untuk mengisi waktu luang warga Indonesia, yang sebagian besar adalah para tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Seiring bertambahnya tenaga kerja asing di Korea Selatan, khususnya dari Indonesia yang beragama islam, perkumpulan saudara-saudara muslim di Korea Selatan semakin banyak. Di setiap penjuru daerah tempat bekerja memerlukan tempat untuk berkumpul dan menggelar kegiatan di setiap akhir pekan dan libur panjang, seperti shalat Jum’at dan kegiatan lainnya.
Jumlah masjid besar yang ada di Korea, umumnya ada di kota besar dab belum tentu dapat di jangkau oleh saudara-saudara kita yang berada di daerah pelosok. Jika ingin melaksanakan sholat jumat dan harus menempuh jarak yang cukup jauh.
Terwujudnya mushola-mushola di Korea Selatan berawal dari perkumpulan jamaah yasin dan kegiatan olah raga lalu berinisiatif menyewa sebuah gedung lalu dijadikan sebagai tempat ibadah. Melalui iuran bulanan dari setiap jamaah yang berada di daerah tersebut, biaya sewa gedung serta biaya operasional bulanan seperti listrik, gas dan air dapat tercukupi. (AN)