Margaret Smith menulis sebuah buku yang berjudul “Rabiah the Mystic and Her Fellow-Saint in Islam”, diterjemah oleh Jamilah Barja yang berjudul “Rab’iah Pergulatan Spiritual Perempuan”, buku ini merupakan karya disertasinya di Universitas London, yang subyek utamanya membahas tentang Spiritual Perempuan sufi khususnya Rabi’ah al-Adawiyah. Namun, selain Rabiah disebutkan beberapa perempuan sufi yang terkenal sisi spritualnya yang selalu menangis yakni Sya’wanah.
Selain Rabiah al-Adawiyah sosok perempuan sufi yang dikenal dengan konsep Mahabbah dalam dunia tasawuf. Sya’wanah salah satu sufi perempuan yang berasal dari persia dan hidup di Ubulla. Ia memiliki suara yang indah dan sering berbicara dengan nada melodi. Sya’wanah perempuan sufi gemar beribadah dan selalu menangis dan membuat orang menangis. Bahkan temannya merasa ketakutan jika ia kehilangan penglihatannya karena sering menangis tetapi ia mengatakan bahwa “Buta mata di dunia lebih baik dari pada buta mata di akhirat karena siksa api Neraka.”
Fudhayl bin Iyadh salah seorang sahabat Sya’wanah, suatu hari ia datang bertamu, dan meminta Sya’wanah agar mendoakan dirnya. Lalu Sya’wanah berkata kepadanya, “Wahai Fudhayl, adakah sesuatu antara dirimu dengan Allah, sehingga untuk berdoa pun engkau menginginkan aku sebagai perantaranya?” Saat mendengar jawaban itu, Fudhayl menangis sejadi-jadinya, lalu tak sadarkan diri.
Suatu malam Sya’wanah bermimpi ada seseorang yang mengatakan kepadanya, ”Hapuslah air matamu apabila engkau bersedih hati, sebab kesedihanmu itu akan menyembuhkan kepedihan-kepedihan lainnya. Berpuasa terus menerus akan membuatmu kurus, sebab kurus badan itu sebagai tanda bukti hasil dari ketaatan.” Menurut al-Ghazali berikut ini doa-doa yang sering diucapkan Sya’wanah ketika berdua dengan Rab-nya:
Ya Allah betapa besar rinduku untuk bertemu dengan-Mu
Dan berapa besar harapanku pada ganjaran-Mu
Engkau Maha Agung, bersama-Mu tak kan pernah ada kecewa
Wahai, harapan dari segala harapan
Tak pernah ada frustasi dengan- Mu
Kesenangan-Mu adalah bagi yang rindu pada-Mu
Ya, Allah, andaikan aku tak berharga di hadapan-Mu
Dan ibadatku tidak mendekatkan pada-Mu
Meskipun kelemahanku adalah pengakuan dosa-dosaku
Siapakah yang mampu menghapus dosa selain-Mu
Dan jika engkau menghukum, siapakah yaang lebih dahsyat
Dari pada diri-Mu?
Ya Allah, air mataku telah mengalir
Sebab jiwaku mencari-cari-Mu
Dan wahai kepedihan di jiwa ini, betapa andaikan ia bahagia
Ya Allah, jangan engkau biarkan hidupku meruntuhkan iman
Dan jangan engkau putuskan rahmat-Mu hingga kematian
Menjemputku, aku berharap selalu selalu yang memiliki kebaikan
Menyertaiku di sepnjang hidupku
Akan selal dekat dengan ampunan-Mu
Di saat- saat aja menjelang
Ye Allah, andaikan dosa-dosaku telah menakutkanku
Sungguh cintaku pada-Mu telah melindungiku
Ye Allah andiaikan bukan karena pengakuan dosa-dosaku
Yang telah kulakukan, aku tidak kan takut
Akan hukuman-hukuman-Mu dan andaikan aku tak tahu
Betapa besar Rahmat-Mu, tentunya aku tidak akaan mengharap (pahala) ampunanmu.
Sya’wana, sang sufi yang suka menangis, ia menangis bukan lantaran ia ditinggal kekasih hati dan keluarga tercintanya, melainkan karena tenggelam dalam renungan dosa-dosa dan rindunya ia kepada Rabnya. Sya’wana mengatakan bahwa ia akan menangis hingga air matanya kering, bahkan ia akan terus menangis walaupun darah yang menggantikan air matanya, atau bahkan tangisan itu membuatnya tidak sadarkan diri.
Sya’wanah mengajarkan kita babagaimana menjadi hamba yang ikhlas dan merenungi dosa-dosa dengan menangis kepada Tuhannya. Selain Rabiah al-Adawiyah tampilnya Sya’wanah, sejarah tasawwuf Islam memberikan citra tersendiri dalam hal kesetaraan gender terkait spiritual Islam. Hal ini membuktikan bahwa perempuan juga mempunyai kedudukan yang setara dalam berbagai ruang termasuk dalam hal spiritual. (AN)
Wallahu a’lam.