Syahadat adalah pintu pertama Islam. Seseorang bisa disebut muslim (mengikuti atau beragama Islam) setelah ia mengucapkan kalimat Syahadat. Secara literal, Syahadat berarti kesaksian dengan sungguh-sungguh dan jujur. Syahadat juga berarti pengakuan yang tulus. Ada dua bentuk syahadat Islam; kesaksian kepada keesaan Tuhan dan kesaksian kepada kerasulan Muhammad Saw.
Syahadat pertama; “Asyhadu an La ilaha illa Allah”, disebut syahadat Tauhid. Ini merupakan inti utama dan kepercayaan paling fundamental dari sisitem keberagamaan Islam. Tauhid adalah basis, titik focus awal dan akhir dari seluruh pandangan, tradisi, budaya, dan peradaban masyarakat muslim.
Syahadat, kesaksian kepada Tuhan Yang Esa sesungguhnya merupakan sesuatu yang intrinsic pada setiap diri manusia. Ia bersifat primordial dan telah tertanam dalam relung-relung hati manusia yang paling dalam. Ia telah ada sebelum manusia pertama dilahirkan. Ketika manusia masih dalam bentuk ;otensi untuk memuwud menjadi manusia factual dan eksistensial, Tuhan bertanya; “Alastu bi Rabbikum” Bukankah Aku Tuhanmu?). Potensi manusia itu menjawab; “Balaa” (Benar sekali, Engkaulah satu-saatunya Tuhanku).
Ikrar perjanjian primordial tersebut mengandung implikasi-implikasi dan refleksi-refleksi besar dan luas; moral, intelektual dan spiritual.
Ikrar kesaksian bahwa Tuhan (Allah) adalah Satu dan tidak ada sesuatu apapun yang lain yang menyekutui-Nya bukanlah sekedar pernyataan verbal individual semata, melainkan juga seruan untuk menjadikan ke-Esa-an itu sebagai basis utama bagi pembentukan tatanan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan masyarakat manusia.
Pada potensi individual, Syahadat Tauhid berarti doktrin pembebasan manusia dari segal bentuk belenggu perbudakan dalam artinya yang luas; perbudakan manusia atas manusia, perbudakan diri atas benda-benda dan atas bentuk kesenangan-kesenangan diri dan kesombongan diri.
Sikap-sikap dan tindakan tersebut sama dengan menyaingi dan menentang Tuhan. Kalimat La ilaaha (tidak ada Tuhan) merupakan pernyataan penolakan atau penegasian terhadap segala hal yang diagungkan, dipuja atau disembah. Semua bentuk pengagungan terhadap diri sendiri atau terhadap benda-benda dna yang lain sama artinya dengan menuhankan diri sendiri atau benda-benda dan yang lainnya. Cara-cara seperti itu oleh al-Qur’an dinyatakan sebagai kesesatan dan menyesatkan. Ia juga dinyatakan sebagai bentuk penyekutuan terhadap Tuhan.
Dalam waktu yang sama kesaksian Tauhid: “illa Allah” (kecuali Allah) berarti mengukuhkan bahwa hanya Allah sendiri dan satu-satunya yang memiliki kesabaran, kekuasaan dan kebenaran itu. Sebuah hadits Qudsi menyebutkan: “Al-‘Izzu Izari wa al-Kibriya Ridaiy fa man maza’ani minhuma syai-an ‘Adzdzabtuhu” Kebesaran dan kekuatan adalah pakaian-Ku dan kesombongan adalah selendang-Ku. Siapa yang menantang-Ku, Aku akan menghukumnya).
Di sinilah maka kita dapat mengatakan bahwa dalam system Syahadat Tauhid, semua manusia adalah makhluk yang setara di hadapan Tuhan, sama-sama harus merendahkan diri di hadapan-Nya dan bukan kepada selain Dia.
Sumber: K.H. Husein Muhammad, Spiritualitas Kemanusiaan Perspektif Islam Pesantren, hal; 3-5, Pustaka Rihlah, Jogjakarta, 2006.