Suu Kyi, Rohingya dan Islam di Myanmar

Suu Kyi, Rohingya dan Islam di Myanmar

Suu Kyi, Rohingya dan Islam di Myanmar

Saya sedikit mengamati sepak terjang Aung San Suu Kyi sejak lama. Karena menurut saya ia adalah perempuan yang cantik dan seksi secara karakter dan kepribadian. Pemimpin Burma ini pun adalah pemenang Nobel Perdamaian. Semua orang merasa ia sangat pantas mendapatkan penghargaan tersebut, saat itu.

Kini situasinya terbalik berbeda. Suu Kyi banyak dikecam karena tragedi Rohingya. Hati kecil saya tak percaya Suu Kyi bisa sejahat itu.

Tak hanya agama mayoritas, Buddha pun punya figur garis keras. Paling tidak di Burma. Agama seperti bus publik, kadang ada saja copet atau pengamen di dalamnya yang memanfaatkan situasi. Tindak tanduk para Biksu garis keras ini tak selalu sejalan dengan visi pemerintah.

Myanmar, nama baru Burma, bukanlah negara yang sudah mapan, ada aliran kiri, sayap kanan, oposisi atas, bawah, depan belakang dll. yang masih sulit untuk dirangkul dalam satu kendali. Seringkali semuanya karepé déwék. Selain itu ada banyak faktor penyebab konflik ini, tak hanya dua atau tiga hal, namun sangat rumit. Myanmar adalah salah satu negara rawan konflik dari dulu hingga sekarang.

Kalau sudah begini, tentu yang sakit kepala adalah pemimpinnya. Siapapun yang bikin masalah, yang disalahkan pemimpinnya, ibu Suu Kyi.

Myanmar adalah salah satu negara yang memiliki banyak kekayaan di dalam tanahnya. Tambang, mineral, logam mulia, batu permata dll. Banyak sekali pihak yang membidik Myanmar karena kekayaannya ini. Siapa lagi kalau bukan para preman dunia, yang diperburuk dengan kepo-nya organisasi teroris dari Timur Tengah di tengah kemelut konflik.

Para pihak yang berkepentingan terlalu mudah menggoyang Myanmar saat ini dengan kasus Rohingya nya, karena bahannya ada. Bahannya juga kualitas tinggi, memiliki daya ledak yang eksplosif serta responsif terhadap sedikit saja panas, yakni isu agama mayoritas.

Tak semua Islam di sana diusir, utamanya hanya Rohingya, Islam dari suku lain di sana masih banyak yang bisa hidup tanpa terusik. Buddha juga bukan hanya menjadi pihak yang mengusir. Banyak juga Buddha yang mengungsi.

Karena pertikaian ini bukan tentang agama, tapi tentang suku, yang mengusung isu agama karena kepentingan pihak tertentu.