Asssalamu-alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak Jokowi dan KMA, pertama kali, ijinkan saya menyampaikan selamat kepada Bapak berdua yang akan segera dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 2019-2024. Saya tahu, Bapak berdua saat ini sangat sibuk mempersiapkan pemerintahan baru. Jika saat ini tak sempat membaca surat ini, saya sungguh maklum. Ini hanyalah sebuah surat biasa, dari rakyat biasa, sekalipun jika sempat membacanya, saya sungguh sangat bahagia.
Bapak Jokowi dan KMA yang saya muliakan, saya sengaja menulis surat ini untuk Bapak berdua agar Bapak berdua menyadari bahwa rakyat menginginkan Bapak berdua selalu seiring sejalan dalam menahkodai negeri ini. Pak Jokowi memilih KMA sebagai wakilnya tentu bukan untuk sekadar memajang fotonya. Pun Bapak KMA bersedia mendampingi Pak Jokowi tentu bukan sekedar untuk memanfaatkannya. Bapak berdua mendapatkan amanat dari rakyat Indonesia untuk memimpin negeri ini berdua, bukan untuk memuasi ambisi diri sendiri sambil diam-diam mengkhianati pasangannya.
Bapak Jokowi dan KMA yang saya hormati, dengan surat ini saya mungkin terkesan menggurui, tapi percayalah, saya adalah seorang santri yang tahu adab kepada seorang kiai. Sekalipun demikian, saya adalah rakyat dengan seluruh hak yang melekat dalam diri saya. Apa yang saya lakukan ini adalah karena saya warga negara dan Bapak berdua adalah pemimpinnya. Adalah sehat bagi kita semua jika saya sebagai rakyat tidak ketakutan kehilangan nyawa hanya karena mengkritik pimpinannya.
Saya tidak ingin Bapak berdua sebagai penguasa merasa bisa melakukan apa saja sehingga akhirnya jatuh pada tindakan-tindakan nista yang mengkhianati bangsanya.
Bapak Jokowi dan KMA yang mulia, Bapak berdua tentu pernah mendengar kisah pelantikan Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah menggantikan Rasul Muhammad. Dalam pidato pelantikannya, beliau berkata: “Sesungguhnya aku telah diangkat sebagai pemimpin kalian meski aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, dukunglah aku. Sebaliknya, jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sedangkan dusta adalah pengkhianatan. Kaum yang lemah menempati posisi yang kuat di sisihku hingga aku dapat mengembalikan padanya hak-haknya. Sedangkan kaum yang kuat menempati posisi yang lemah di sisihku hingga aku dapat mengambil darinya hak-hak orang lain.”
Bapak Jokowi dan KMA yang terhormat, satu setengah milenium yang lalu, bahkan seorang manusia gurun seperti Abu Bakar telah sadar bahwa ketika seseorang diangkat menjadi pimpinan, sama sekali tidak berarti bahwa orang itu adalah yang terbaik. Apakah Bapak Jokowi dan KMA adalah manusia terhebat dan terbaik di negeri ini? Tentu Bapak berdua akan menjawab ‘tidak’. Bapak berdua adalah politisi yang mendapatkan mandat kememimpinan dalam proses politik.
Proses politik bukan perlombaan manusia hebat. Karena itu, janganlah Bapak berdua menjadi sombong seakan Bapak berdua adalah manusia paling mulia yang tidak mungkin salah. Karena Bapak berdua bukanlah manusia terbaik-termulia, jangan pernah menutup hati dan telinga bahkan kepada suara manusia yang paling rendah derajatnya.
Bapak Jokowi dan KMA yang terkasih, Abu Bakar As-Siddiq telah memberi pelajaran kepada kita semua bahwa soal kepemimpinan adalah soal memilih di antara dua pilihan: memegang amanat atau berkhianat. Jika Bapak berdua ingin tetap memegang amanat, jujurlah kepada rakyat! Tepati jani! Bapak berdua dipilih untuk memimpin kami, bukan untuk memanipulasi kami demi keuntungan pribadi, memperkaya keluarga, kolega, para pendukung, dan para pencari untung. Tapi jika Bapak berdua memilih untuk menjadi pengkhianat, Bapak berdua akan berhadapan dengan kami, karena sesungguhnya di tangan kamilah kekuasaan itu bermula. Jangankan seorang kader partai dan kiai, bahkan Abu Bakar Sahabat Nabi pun mempersilahkan rakyatnya untuk menentangnya jika dia mengkhianati amanat rakyatnya.
Bapak Jokowi dan KMA yang terhormat, jika pidato Abu Bakar terasa teramat jauh, tengokla sejarah teladan kepemimpinan dari negeri ini sendiri. Bapak berdua akan menemukan teladan keadilan pada diri seorang ratu. Dialah Ratu Shima, seorang ratu Kerajaan Khalingga yang bertahta di masa yang hampir bersamaan dengan kekuasaan para Khulafaur Rasyidin.
Sang Ratu sangat dicintai rakyatnya karena sanggup menciptakan kemakmuran dan ketegasannya dalam menegakkan keadilan. Seakan perwujudan dari pernyataan Abu bakar, dalam kekuasaan Ratu Shima, si lemah dikuatkan, dan yang zalim dilemahkan. Keadilan itu untuk semua orang. Bahkan, dia tidak segan-segan memotong kaki putranya sendiri hanya karena menyentuh barang yang bukan miliknya.
Bapak Jokowi dan KMA yang tersayang, jangan baper hanya karena ada kelompok kampret yang tak memilihmu. Bapak berdua adalah presiden dan wakil presiden untuk seluruh rakyat Indonesia. Bahkan para golputers pun berhak menuntut Bapak berdua karena mereka juga adalah pemilik sah negeri ini. Kepemimpinan bukan soal berfoto di rumah-rumah kumuh, tapi soal bagaimana menyelesaikan kemiskinan.
Kepemimpinan bukan semata-mata tentang blusukan, tapi bagaimana memberi ketenteraman dan kemakmuran kepada semua orang. Bapak berdua tak mungkin bisa memuaskan semua orang, tapi itu tidak bisa menjadi alasan untuk tidak menegakkan keadilan. Selalu ingat, “Kejujuran adalah amanah; pengkhianatan adalah dusta.”
Demikian surat dari saya, sekali lagi, selamat menjalankan amanat rakyat sebagai Presiden Republik Indonesia 2019-2024.
Wassalam
Surabaya, 18 Oktober 2019
Ahmad Z. El-Hamdi